Makassar (ANTARA) - Pengamat politik dan hukum dari sejumlah perguruan tinggi di Makassar, Sulawesi Selatan, menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum tergugat (KPU RI) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024, tidak sejalan dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
"Saya menilai putusan itu akan merusak dan mencederai sistem demokrasi kita yang sudah berjalan setiap lima tahun. Selain itu, tidak masuk akal dari konteks konstitusi," ujar pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Suryadi Culla di Makassar, Jumat.
Menurut dia, apabila putusan itu berlaku maka akan berdampak buruk pada tatanan demokrasi dalam pemilu, baik pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif secara serentak.
"Bila melihat putusan itu, pemilu sepertinya akan ditunda di tahun 2025, tentu tidak sesuai jadwal pemilu yang telah sepakat digelar 14 Februari 2024. Bisa dibayangkan kalau ditunda berarti ada masa perpanjangan jabatan presiden, konsekwensinya bisa ke mana-mana, termasuk teknis tahapan pemilu," ujar dosen pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas itu.
Hal senada disampaikan pengamat hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Imran Eka Saputra bahwa bukan kompetensi PN Jakarta Pusat untuk menunda pemilu, sebab penundaan pemilu di luar tahapan penyelenggara tidak memiliki instrumen hukum.
Menurut dia, untuk penundaan pemilu dapat dilakukan melalui penerbitan peraturan pengganti undang-undang (Perppu) atau melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara RI 1945.
"Kalau merujuk pada penerbitan Perppu tentu dilandasi dengan adanya kegentingan yang bisa memaksa penundaan pemilu itu dilaksanakan," ujarnya.
Sedangkan amandemen UUD Negara RI 1945, kata dia, tentu tidak mudah dilakukan karena akan berimplikasi pada sistem tatanan demokrasi, kepemiluan serta ketatanegaraan di Indonesia. Selain itu, ketentuan teknis penyelenggaraannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Tentu tidak bisa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda pemilu karena itu bukan kompetensi pengadilan negeri," kata Eka yang merupakan lulusan doktoral bidang hukum ketatanegaraan dari Universitas Hasanuddin.
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Firdaus Muhammad mengemukakan langkah KPU RI mengajukan banding adalah keputusan tepat. Pihaknya pun mendukung upaya banding tersebut, namun tetap menghargai putusan PN Jakarta Pusat.
Menurut dosen pengajar pada Fakultas Dakwah Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar ini, pemilu tidak bisa ditunda karena prosesnya sudah berjalan. Kendati demikian, putusan tersebut menjadi pelajaran berharga bagi partai politik untuk berbenah.
"Dampak yang terjadi bila ditunda akan mempengaruhi proses tahapan yang sudah tersosialisasi dengan baik. Jika ditunda maka risikonya pemilu terganggu. KPU ke depan harus menghindari potensi gugatan dengan memperketat aturan tanpa ada pihak yang dirugikan dari segi politik," papar Firdaus.
Sebelumnya atas gugatan perdata dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memutuskan menghukum tergugat (KPU RI), untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun, empat bulan, tujuh hari.
Berita Terkait
Pengamat: NasDem-PKB berpotensi gabung KIM pada gelombang pertama
Kamis, 25 April 2024 13:54 Wib
Mahfud MD berharap putusan PHPU hari ini dapat hentikan kontra politik
Senin, 22 April 2024 18:24 Wib
Kapolda Sulbar minta personel Polri tingkatkan kecintaan terhadap bangsa dan negara
Rabu, 17 April 2024 19:21 Wib
Pengamat sebut pertemuan Rosan dengan Ketum PDIP Megawati sekadar silaturahim
Sabtu, 13 April 2024 16:44 Wib
Menkopolhukam ingatkan semua pihak hargai proses politik yang ada usai Pemilu 2024
Kamis, 28 Maret 2024 6:04 Wib
Pengamat: Perkuat persatuan pascapemilu dengan komunikasi politik
Rabu, 27 Maret 2024 1:49 Wib
Anies-Muhaimin menyampaikan sikap politik hasil Pilpres 2024
Kamis, 21 Maret 2024 2:52 Wib
Polrestabes Makassar tetapkan Caleg DPR RI jadi tersangka dugaan politik uang
Senin, 11 Maret 2024 5:47 Wib