Identifikasi jenazah lama karena ante mortem kurang
"Sebenarnya, proses identifikasi itu sangat cepat meskipun jenazahnya sudah hancur...
Makassar (ANTARA Sulsel) - Tim Disaster Victim Identification (DVI) Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Selatan dan Barat yang melakukan proses identifikasi jenazah korban kapal motor (KM) Marina Baru 2B membutuhkan waktu cukup lama karena kurangnya data ante mortem.
"Sebenarnya, proses identifikasi itu sangat cepat meskipun jenazahnya sudah hancur dan tidak utuh lagi. Yang jadi masalah kalau data ante mortemnya kurang," ujar Kepala Bidang Dokter Kesehatan (Dokkes) RS Bhayangkara Makassar Kombes Pol dr Raden Harjuno di Makassar, Senin.
Didampingi Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Frans Barung Mangera dan Tim Inafis Mabes Polri, dia mengatakan jika data ante mortem akan sangat membantu dalam mengidentifikasi jenazah yang sudah tidak utuh lagi.
Data ante mortem merupakan data primer dan sekunder dari setiap orang yang didapat dari keluarga, ataupun dari instansi di mana korban pernah berhubungan dengan instansi tersebut semasa hidup.
Raden yang juga spesialisasi kelainan jiwa itu mencontohkan, pihak keluarga memberikan data fisik berupa salinan kartu kepala keluarga, umur, warna kulit, data gigi, ciri fisik, dan sebagainya.
Sedangkan data postmortem bisa didapat dari personal identification. Yaitu Pemeriksaan dokumen dan atribut korban. Misalnya kartu identitas (KTP, SIM, paspor, ijazah) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam saku pakaian yang dikenakannya.
"Kita itu punya alat canggih seperti mambis, namun tetap saja harus dilengkapi data ante mortem dulu. Mambis ini terkoneksi dengan data kependudukan milik Kementerian Dalam Negeri," katanya.
Sebelumnya, satu jenazah terakhir yang ada di Posko DVI RS Bhayangkara Makassar itu berhasil diidentifikasi setelah data ante mortem didapatkan dari pihak RS Bhayangkara Sultra.
Korban diketahui bernama Andi Sitti Raodah (17), warga Perumnas Lolongga Nomor 127, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Identifikasi ini berdasarkan hasil dental superimpose pada gigi post mortem berkesesuaian dengan foto ante mortem.
"Baru siang tadi kita dapat data ante mortemnya dari posko DVI Polda Sultra di Kolaka. Kemudian kami cocokkan, sehingga data diri cocok dengannya," katanya.
Dengan teridentifikasinya satu jenazah yang tersisa itu, total seluruh jenazah di Sulawesi Selatan yang berhasil diidentifikasi dan direkonsiliasi sebanyak 20 korban.
Sedangkan sisanya di posko DVI Polda Sultra berhasil mengidentifikasi 46 orang korban lainnya. Total korban meninggal secara keseluruhan sebanyak 66 orang.
Raden menyebutkan, dengan mencocokkan data post mortem korban saat jenazah ditemukan yakni data-data yang melekat pada korban seperti seragam, tanda lahir dan sebagainya itu akan lebih memudahkan anggota forensik.
Sebelumnya, 20 jenazah yang telah selesai diidentifikasi di RS Siwa, Wajo antara lain, Syahrir Arief (58) asal Unaha, Lutfiana Elsa (3) asal Kendari, Pangeran (3) asal Kolaka.
Muhammad Yunus (33) asal Andowengga, Muhammad Yaya (44) asal Siwa, Rumlah (40) asal Kendari, Manawati Tuwe (44) asal Kendari, Yuliana (16) asal Wajo, Muhammad Thamrin (37) asal Pinrang.
Octaviana Elias Mana (25) asal Kolaka, Rustam alias Rustang (28) asal Wajo, Abdul Kadir (45) asal Soppeng, Maryam (18) asal Kolaka Timur, Ningsih (43) asal Kolaka.
Purnawan Indrawangsyah (30) asal Luwu, Lismawati (-) asal Kendari, Hasnah (47) asal Kolaka Utara, Ratnawati (30) warga Ladongi, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara dan Hasnani (50) warga Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Sulawesi Selatan.
"Sebenarnya, proses identifikasi itu sangat cepat meskipun jenazahnya sudah hancur dan tidak utuh lagi. Yang jadi masalah kalau data ante mortemnya kurang," ujar Kepala Bidang Dokter Kesehatan (Dokkes) RS Bhayangkara Makassar Kombes Pol dr Raden Harjuno di Makassar, Senin.
Didampingi Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Frans Barung Mangera dan Tim Inafis Mabes Polri, dia mengatakan jika data ante mortem akan sangat membantu dalam mengidentifikasi jenazah yang sudah tidak utuh lagi.
Data ante mortem merupakan data primer dan sekunder dari setiap orang yang didapat dari keluarga, ataupun dari instansi di mana korban pernah berhubungan dengan instansi tersebut semasa hidup.
Raden yang juga spesialisasi kelainan jiwa itu mencontohkan, pihak keluarga memberikan data fisik berupa salinan kartu kepala keluarga, umur, warna kulit, data gigi, ciri fisik, dan sebagainya.
Sedangkan data postmortem bisa didapat dari personal identification. Yaitu Pemeriksaan dokumen dan atribut korban. Misalnya kartu identitas (KTP, SIM, paspor, ijazah) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam saku pakaian yang dikenakannya.
"Kita itu punya alat canggih seperti mambis, namun tetap saja harus dilengkapi data ante mortem dulu. Mambis ini terkoneksi dengan data kependudukan milik Kementerian Dalam Negeri," katanya.
Sebelumnya, satu jenazah terakhir yang ada di Posko DVI RS Bhayangkara Makassar itu berhasil diidentifikasi setelah data ante mortem didapatkan dari pihak RS Bhayangkara Sultra.
Korban diketahui bernama Andi Sitti Raodah (17), warga Perumnas Lolongga Nomor 127, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Identifikasi ini berdasarkan hasil dental superimpose pada gigi post mortem berkesesuaian dengan foto ante mortem.
"Baru siang tadi kita dapat data ante mortemnya dari posko DVI Polda Sultra di Kolaka. Kemudian kami cocokkan, sehingga data diri cocok dengannya," katanya.
Dengan teridentifikasinya satu jenazah yang tersisa itu, total seluruh jenazah di Sulawesi Selatan yang berhasil diidentifikasi dan direkonsiliasi sebanyak 20 korban.
Sedangkan sisanya di posko DVI Polda Sultra berhasil mengidentifikasi 46 orang korban lainnya. Total korban meninggal secara keseluruhan sebanyak 66 orang.
Raden menyebutkan, dengan mencocokkan data post mortem korban saat jenazah ditemukan yakni data-data yang melekat pada korban seperti seragam, tanda lahir dan sebagainya itu akan lebih memudahkan anggota forensik.
Sebelumnya, 20 jenazah yang telah selesai diidentifikasi di RS Siwa, Wajo antara lain, Syahrir Arief (58) asal Unaha, Lutfiana Elsa (3) asal Kendari, Pangeran (3) asal Kolaka.
Muhammad Yunus (33) asal Andowengga, Muhammad Yaya (44) asal Siwa, Rumlah (40) asal Kendari, Manawati Tuwe (44) asal Kendari, Yuliana (16) asal Wajo, Muhammad Thamrin (37) asal Pinrang.
Octaviana Elias Mana (25) asal Kolaka, Rustam alias Rustang (28) asal Wajo, Abdul Kadir (45) asal Soppeng, Maryam (18) asal Kolaka Timur, Ningsih (43) asal Kolaka.
Purnawan Indrawangsyah (30) asal Luwu, Lismawati (-) asal Kendari, Hasnah (47) asal Kolaka Utara, Ratnawati (30) warga Ladongi, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara dan Hasnani (50) warga Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Sulawesi Selatan.