Walhi sulsel pertanyakan hak Ciputra di CPI
Makassar (Antaranews Sulsel) - Lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan kembali mempertanyakan hak PT Ciputra memasang simbol patung kuda dan tulisan Citraland di lokasi Reklamasi Central Poin of Indonesia (CPI) Jalan Tanjung Bunga Makassar.
"Apa maksudnya Ciputra membuat tulisan Citraland, dan apa alasan Ciputra membangun patung kuda di lahan reklamasi CPI? Apakah daratan hasil reklamasi itu miliknya sekarang," ujar Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin di Makassar, Senin.
Ia juga mempertanyakan mengapa Ciputra begitu lancang membangun simbol-simbolnya di lokasi CPI. Padahal, kerja sama proyek antara Pemerintah Provinsi Sulsel dengan Ciputra masih menjadi pertentangan di masyarakat, sebab itu sudah mengarah ke komersialisasi dan sementara disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Amin mengungkapkan, proyek reklamasi CPI yang dibangun di pesisir Makassar telah merusak wilayah tangkap dan pemukiman nelayan di perairan Galesong Raya, Kabupaten Takalar, Sulsel, sehingga tidak sepantasnya Ciputra melanjutkan proyeknya.
"Kami menolak keras pembangunan dan klaim yang dilakukan Ciputra di lahan reklamasi CPI, kami tahu persis akibat proyek Ciputra wilayah tangkap dan pemukiman nelayan di Galesong mengalami kerusakan parah karena pasir lautnya dikeruk mereka," ujarnya.
Meski demikian, tidak hanya Ciputra, Walhi Sulsel sangat menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Sulsel yang tidak punya keberanian menghalangi Ciputra mengklaim wilayah tersebut, padahal belum sepatutnya mereka memiliki itu karena masih bersoal.
Menurut Amin, klaim yang dilakukan Ciputra menunjukan bahwa pemerintah tidak berdaya di hadapan pengusaha.
Selain itu, pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pembangunan proyek reklamasi itu menyisakan penderitaan rakyat di Galesong, Takalar.
"Apa alas hak Ciputra sehingga berani mengklaim lahan reklamasi itu miliknya?. Terus pemerintah hanya tinggal diam melihat aset publik dan daerah diklaim Ciputra seenaknya, padahal ada banyak masyarakat dirugikan dari hasil penambangan pasir laut untuk menimbun CPI," tegas dia.
Sebelumnya, pihak Ciputra membangun simbol-simbolnya berupa patung barisan kuda putih di depan areal reklamasi sekaligus memasang papan bicara bertuliskan Citraland. Kegiatan pembangunan simbol tersebut jelas adalah klaim Ciputra atas kepemilikan lahan, padahal reklamasi masih menjadi pertentangan publik.
Untuk proyek CPI, JO Yasmin-PT Ciputra Surya Tbk melaksanakan reklamasi yang luasnya total mencapai 157,23 hektare. Lahan seluas 50,47 hektare akan diterima Pemrov Sulsel diluar lahan penganti 12,1 hektare yang sudah digunakan mereka. Sementara sisanya dikelola Ciputra 57 hektare lebih.
Pekerjaan reklamasi oleh pihak kedua oleh PT Yasmin Bumi Asri dari 1.700 hari menjadi 3.080 hari kalender sampai dengan 2 Januari 2022.
Dengan tidak melibatkan DPRD Sulsel maka akan menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Provinsi Sulsel terhadap pelaksanaan reklamasi ke depannya.
"Apa maksudnya Ciputra membuat tulisan Citraland, dan apa alasan Ciputra membangun patung kuda di lahan reklamasi CPI? Apakah daratan hasil reklamasi itu miliknya sekarang," ujar Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin di Makassar, Senin.
Ia juga mempertanyakan mengapa Ciputra begitu lancang membangun simbol-simbolnya di lokasi CPI. Padahal, kerja sama proyek antara Pemerintah Provinsi Sulsel dengan Ciputra masih menjadi pertentangan di masyarakat, sebab itu sudah mengarah ke komersialisasi dan sementara disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Amin mengungkapkan, proyek reklamasi CPI yang dibangun di pesisir Makassar telah merusak wilayah tangkap dan pemukiman nelayan di perairan Galesong Raya, Kabupaten Takalar, Sulsel, sehingga tidak sepantasnya Ciputra melanjutkan proyeknya.
"Kami menolak keras pembangunan dan klaim yang dilakukan Ciputra di lahan reklamasi CPI, kami tahu persis akibat proyek Ciputra wilayah tangkap dan pemukiman nelayan di Galesong mengalami kerusakan parah karena pasir lautnya dikeruk mereka," ujarnya.
Meski demikian, tidak hanya Ciputra, Walhi Sulsel sangat menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Sulsel yang tidak punya keberanian menghalangi Ciputra mengklaim wilayah tersebut, padahal belum sepatutnya mereka memiliki itu karena masih bersoal.
Menurut Amin, klaim yang dilakukan Ciputra menunjukan bahwa pemerintah tidak berdaya di hadapan pengusaha.
Selain itu, pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pembangunan proyek reklamasi itu menyisakan penderitaan rakyat di Galesong, Takalar.
"Apa alas hak Ciputra sehingga berani mengklaim lahan reklamasi itu miliknya?. Terus pemerintah hanya tinggal diam melihat aset publik dan daerah diklaim Ciputra seenaknya, padahal ada banyak masyarakat dirugikan dari hasil penambangan pasir laut untuk menimbun CPI," tegas dia.
Sebelumnya, pihak Ciputra membangun simbol-simbolnya berupa patung barisan kuda putih di depan areal reklamasi sekaligus memasang papan bicara bertuliskan Citraland. Kegiatan pembangunan simbol tersebut jelas adalah klaim Ciputra atas kepemilikan lahan, padahal reklamasi masih menjadi pertentangan publik.
Untuk proyek CPI, JO Yasmin-PT Ciputra Surya Tbk melaksanakan reklamasi yang luasnya total mencapai 157,23 hektare. Lahan seluas 50,47 hektare akan diterima Pemrov Sulsel diluar lahan penganti 12,1 hektare yang sudah digunakan mereka. Sementara sisanya dikelola Ciputra 57 hektare lebih.
Pekerjaan reklamasi oleh pihak kedua oleh PT Yasmin Bumi Asri dari 1.700 hari menjadi 3.080 hari kalender sampai dengan 2 Januari 2022.
Dengan tidak melibatkan DPRD Sulsel maka akan menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Provinsi Sulsel terhadap pelaksanaan reklamasi ke depannya.