Pupuk toleransi, mahasiswa UNM datangi tempat ibadah
"Kunjungan ini membuka wawasan kami bahwa beberapa prinsip agama tidak jauh berbeda, utamanya dalam hal mencintai perdamaian. Terpenting adalah bagaimana menerima perbedaan untuk sebuah harmonisasi kehidupan," tambah Rahman.
Makassar (ANTARA) - Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa Bertakwa Universitas Negeri Makassar (UKM LKIMB UNM) telah mendatangm empat tempat ibadah dari enam agama di Indonesia dengan maksud menanamkan sekaligus memupuk sikap toleransi beragama.
Ketua Panitia Rahman Ramadhani di Makassar, Selasa, mengatakan wisata spritual dilaksanakan sebagai salah satu cara kaderisasi kepada calon anggota UKM LKIMB agar lebih toleran memaknai keberagaman yang ada di Indonesia.
"Lewat kegiatan ini, kita harapkan sikap toleransi akan tertanam dalam jiwa setiap kader, menghilangkan atau paling tidak mengurangi sentimen beragama sehingga tercipta kerukunan dalam kehidupan beragama," harap Rahman
Ke empat tempat ibadah yang dikunjungi yakni, Pura Giri Natha (Hindu), Klenteng Xiang Ma (Konghucu), GPIB Immanuel (Kristen Protestan), dan Vihara Girinaga (Budha).
Selain untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama, kegiatan itu dilakukan untuk menambah wawasan tentang empat agama tersebut.
Oleh karena itu, selama proses kunjungan ke rumah peribadahan tersebut, peserta Studi Ilmiah Intensif (SII) mendapat kesempatan menggali informasi dan menanyakan berbagai hal seputar sejarah hingga proses ibadah kepada pihak pengelola.
Para pemuka agama banyak berbagi pengetahuan terkait sudut pandang agamanya. Usai kunjungan, para peserta dan panitia SII semakin mengenal toleransi antar umat beragama dan bentuk pluralisme.
"Kunjungan ini membuka wawasan kami bahwa beberapa prinsip agama tidak jauh berbeda, utamanya dalam hal mencintai perdamaian. Terpenting adalah bagaimana menerima perbedaan untuk sebuah harmonisasi kehidupan," tambah Rahman.
Sementara Ketua Generasi Muda Konghucu Sulawesi Selatan, Erfan Sutono menyatakan pentingnya manusia untuk menjaga kerukunan antar umat agar tercipta masyarakat yang penuh kedamaian.
"Pada empat penjuru lautan semua manusia adalah saudara, sehingga untuk mencapai kedamaian kita harus saling menjaga bersama, setia kepada Tuhan dan dapat dipercaya pada sesama," katanya.
Ia mengibaratkan, pluralisme itu sebuah tembok, yang perlu menyatukan pasir, air, semen, dan batu bata agar bisa saling merekatkan.*
Ketua Panitia Rahman Ramadhani di Makassar, Selasa, mengatakan wisata spritual dilaksanakan sebagai salah satu cara kaderisasi kepada calon anggota UKM LKIMB agar lebih toleran memaknai keberagaman yang ada di Indonesia.
"Lewat kegiatan ini, kita harapkan sikap toleransi akan tertanam dalam jiwa setiap kader, menghilangkan atau paling tidak mengurangi sentimen beragama sehingga tercipta kerukunan dalam kehidupan beragama," harap Rahman
Ke empat tempat ibadah yang dikunjungi yakni, Pura Giri Natha (Hindu), Klenteng Xiang Ma (Konghucu), GPIB Immanuel (Kristen Protestan), dan Vihara Girinaga (Budha).
Selain untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama, kegiatan itu dilakukan untuk menambah wawasan tentang empat agama tersebut.
Oleh karena itu, selama proses kunjungan ke rumah peribadahan tersebut, peserta Studi Ilmiah Intensif (SII) mendapat kesempatan menggali informasi dan menanyakan berbagai hal seputar sejarah hingga proses ibadah kepada pihak pengelola.
Para pemuka agama banyak berbagi pengetahuan terkait sudut pandang agamanya. Usai kunjungan, para peserta dan panitia SII semakin mengenal toleransi antar umat beragama dan bentuk pluralisme.
"Kunjungan ini membuka wawasan kami bahwa beberapa prinsip agama tidak jauh berbeda, utamanya dalam hal mencintai perdamaian. Terpenting adalah bagaimana menerima perbedaan untuk sebuah harmonisasi kehidupan," tambah Rahman.
Sementara Ketua Generasi Muda Konghucu Sulawesi Selatan, Erfan Sutono menyatakan pentingnya manusia untuk menjaga kerukunan antar umat agar tercipta masyarakat yang penuh kedamaian.
"Pada empat penjuru lautan semua manusia adalah saudara, sehingga untuk mencapai kedamaian kita harus saling menjaga bersama, setia kepada Tuhan dan dapat dipercaya pada sesama," katanya.
Ia mengibaratkan, pluralisme itu sebuah tembok, yang perlu menyatukan pasir, air, semen, dan batu bata agar bisa saling merekatkan.*