Makassar (ANTARA) - Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Sulawesi Selatan mengingatkan kepada masyarakat pentingnya memahami bahaya sunat FGM/C bagi anak perempuan.
FGM/C merupakan salah satu bentuk praktik sunat bagi perempuan. Praktik ini dapat ditemukan di beberapa negara dan di Tanah Air dikenal sebagai Pemotongan dan Perlukaan Genital Perempuan (PP2GP).
"Praktik FGM/C dianggap sangat berbahaya dan tidak dianjurkan baik dari segi agama maupun medis. Apalagi sunat bagi perempuan dengan menerapkan FGM/C dilarang keras oleh World Health Organization (WHO) dan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," kata Ketua DWP Sulsel Sri Rejeki Hayat dalam keterangannya di Makassar, Rabu.
Selain praktik FGM/C, Sri Rejeki juga menyampaikan terkait praktik khifad yang juga penting dipahami masyarakat.
"Praktik khifad sebenarnya lebih dianjurkan kepada mereka yang tetap ingin melaksanakan sunat bagi perempuan, sebagaimana dimaksudkan dalam agama Islam," ujarnya.
Saat ini, kata dia, terdapat kecenderungan pemahaman yang kuat, misalnya dalam agama Islam bahwa sunat bagi perempuan lebih kepada tradisi masyarakat setempat ketimbang sesuatu yang dianjurkan apalagi diwajibkan oleh agama.
"Sunat bagi kaum perempuan perlu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya, bukan hanya karena ingin mengikuti kebiasaan dan budaya masyarakat dengan dalih pertimbangan penerimaan sosial masyarakat," ujarnya.
"Tetapi juga perlu ditekankan, jangan sampai khitanan atau sunat bagi kaum perempuan justru lebih banyak mudharatnya, membahayakan dan mengurangi hak-hak kaum perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai istri atau ibu rumah tangga," lanjutnya.
Ketua DWP Pusat dr Erni Guntarti Tjahjo Kumolo mengatakan berdasarkan penelitian para ahli, khitanan bagi perempuan merupakan tradisi yang telah berlangsung pada masyarakat kuno untuk kurun waktu yang sangat panjang.
Terkait dengan pencegahan perkawinan anak usia dini, dr Erni menegaskan, hal tersebut adalah satu-satunya program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi.
Menurutnya, pernikahan usia dini berdampak massive, antara lain meningkatnya resiko putus sekolah, pendapatan rendah, turunnya kesehatan fisik akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan, serta ketidaksiapan mental dalam membangun rumah tangga yang memicu kekerasan, pola asuh tidak benar, hingga perceraian.
Berita Terkait
Kapolda dan Pj Gubernur Sulsel gerak cepat tangani bencana di Sulsel
Sabtu, 4 Mei 2024 1:40 Wib
Bawaslu buka lowongan 195 Panwascam Pilkada di Sulsel
Jumat, 3 Mei 2024 22:22 Wib
BPBD: Dampak longsor di Enrekang akses transportasi 3 kabupaten terputus
Jumat, 3 Mei 2024 22:14 Wib
Pemkot Bogor dan Pj Sekda Sulsel bahas hibah lahan asrama mahasiswa
Jumat, 3 Mei 2024 22:14 Wib
KPU Makassar tetapkan perolehan kursi hasil Pemilu Legislatif 2024
Jumat, 3 Mei 2024 22:07 Wib
Sekda Sulsel pastikan pemenuhan pangan dan air bersih korban banjir
Jumat, 3 Mei 2024 21:57 Wib
BPBD : Seorang warga meninggal akibat terdampak banjir di Sidrap
Jumat, 3 Mei 2024 19:20 Wib
Basarnas Makassar menurunkan puluhan personel tangani bencana di Sulsel
Jumat, 3 Mei 2024 19:19 Wib