Jakarta (ANTARA) - Indonesia tampil di tengah sorot cahaya panggung dunia karena berhasil mengakselerasi ekonomi sekaligus memulihkan kesehatan nasional dari badai pandemi COVID-19.
Pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas 5 persen sepanjang 2022 membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di antara negara-negara di dunia.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyebut Indonesia sebagai cahaya di tengah kesuraman ekonomi global. Pasalnya, Indonesia mampu menavigasi pemulihan ekonomi di tengah turbulensi.
Setelah Pemerintah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir 2022, peluang ekonomi untuk bertumbuh akseleratif cukup terbuka. Pemerintah telah resmi memulai transisi dari pandemi menuju endemi. Ekonomi nasional pada tahun 2023 ditargetkan bertumbuh hingga 5,3 persen.
Meski demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan segala kebijakan, termasuk terkait ekonomi, harus tetap diputuskan secara hati-hati di tengah berjalannya masa transisi. Jajaran Pemerintah Pusat dan daerah diminta tetap waspada agar jangan sampai suatu kebijakan ekonomi mengorbankan kesehatan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang sudah baik sepanjang 2022 harus dijaga. Adapun untuk keseluruhan tahun 2022, Pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia mencapai 5,3 persen.
Seluruh jajaran Pemerintah dari tingkat pusat sampai ke desa telah bekerja keras dalam 3 tahun terakhir untuk menangani pandemi dan mengatasi permasalahan ekonomi. Pandemi menjadi tantangan teramat berat mengingat belum ada standar penanganan yang sudah teruji. Pemerintah seperti melalui masa trial and error dalam menerapkan kebijakan.
Di tengah kebingungan pada awal pandemi, manajemen makro dan mikro yang diterapkan Pemerintah dinilai cukup efektif. Seluruh jajaran dari tingkat kepala pemerintahan hingga jenjang terkecil di RT-RW bekerja keras mengatasi pandemi. Tidak hanya sektor kesehatan, namun seluruh pemangku kepentingan dari multisektor, seperti dari TNI-Polri juga, berupaya untuk membawa Indonesia keluar dari pandemi.
Presiden Jokowi pada Kamis (26-1) menceritakan sikap kehati-hatian dirinya saat memutuskan untuk tidak melakukan penguncian wilayah atau lockdown. Padahal saat itu, sebanyak 80 persen menteri di kabinet dan DPR meminta lockdown.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak lockdown karena jika sampai diterapkan isolasi total, masyarakat akan kesulitan mencari makan. Bahkan, menurut hitungan Pemerintah, tidak sampai 3 pekan setelah diterapkan lockdown, akan timbul kerusuhan.
“Saya semedi 3 hari untuk memutuskan apa ini, apakah kita harus lockdown atau tidak, karena memang betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini,” kata Presiden.
Selain tekanan pandemi, Pemerintah saat itu juga harus menghadapi tekanan ekonomi. Penerimaan negara anjlok 16 persen padahal belanja harus naik 12 persen.
Pemerintah dan TNI-Polri pun lantas bersinergi untuk mendongkrak cakupan vaksinasi, yang hingga kini telah mencapai 448 juta suntikan, untuk mempercepat terciptanya kekebalan komunitas agar aktivitas ekonomi segera bergulir.
Kebijakan era pandemi dianalogikan seperti keseimbangan gas dan rem saat mengemudikan kendaraan. Gas ekonomi jika diinjak kebablasan akan mengorbankan kesehatan masyarakat. Namun jika rem diinjak terlalu dalam, maka ekonomi masyarakat akan semakin jatuh. Karena itu perlu ada keseimbangan antara gas dan rem.
Hal itu pula yang saat ini masih diterapkan Pemerintah. Pada masa transisi ini, Satgas COVID-19 tetap berjalan.
Vaksinasi penguat (booster) tetap diberikan gratis. Early warning indicator dan early warning system pandemi COVID-19 tetap dimonitor dan dikelola oleh Kementerian Kesehatan.
Penerapan metode pengintaian atau surveilans kesehatan juga terus ditingkatkan. Hal tersebut terlihat ketika Kementerian Kesehatan berhasil mendeteksi masuknya COVID-19 varian Kraken di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan segera melakukan pelacakan kontak erat untuk mencegah penyebaran.
Protokol manajemen krisis pandemi juga dapat diaktifkan kembali jika memasuki masa krisis atas rekomendasi Kementerian Kesehatan.
Awan gelap ekonomi
Kebijakan ekonomi dengan kehati-hatian tinggi perlu diterapkan karena awan gelap perekonomian global diyakini belum akan pergi pada 2023.
Meskipun pertumbuhan ekonomi berada pada posisi yang baik, Indonesia bisa ikut merasakan dampak resesi. Hal itu, antara lain, karena penurunan ekspor menyusul pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang, penurunan harga komoditas, kenaikan inflasi, dan kenaikan suku bunga negara-negara maju.
IMF memperkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi pada tahun ini yang berarti sekitar 70 negara. Sebanyak 47 negara sudah masuk menjadi pasien IMF dan banyak negara lainnya masih mengantre.
Pandemi COVID-19 juga belum sepenuhnya usai karena varian baru terus bermunculan. Karena itu, Presiden mengingatkan jajaran Pemerintah Pusat hingga daerah untuk memiliki frekuensi yang sama dalam menghadapi tantangan ekonomi global tahun ini.
Jajaran Pemerintah Pusat, kepala daerah, dan Bank Indonesia diminta terus memantau harga-harga barang dan jasa yang ada di lapangan sehingga kenaikan harga dapat terdeteksi sedini mungkin.
Para gubernur, bupati, dan wali kota diimbau untuk tidak ragu selalu mengecek pasar. Jangan sampai kenaikan harga komoditas pangan, seperti halnya beras yang terjadi pada awal tahun ini, terulang kembali.
Begitu juga dengan penetapan tarif yang diatur pemerintah (adiministered prices) seperti tarif PDAM, listrik, dan bahan bakar minyak. Pemerintah Pusat dan daerah harus sangat hati-hati menetapkan penyesuaian harga kelompok adiministered prices.
Jika ruang fiskal memungkinkan, Pemerintah diminta untuk ikut menyubsidi kenaikan harga di pasar.
Kemudahan pembiayaan pembangunan pada tahun ini juga diharapkan semakin baik agar beban APBN terus berkurang. Presiden meminta seluruh jajarannya untuk terus memperbaiki iklim investasi.
Menurut Presiden, saat ini semua negara memperebutkan investasi. Bagi Indonesia, investasi dan ekspor menjadi kunci untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Presiden ingin selama 3 tahun pandemi, Indonesia memetik banyak pelajaran agar bangsa semakin tangguh ketika menghadapi tantangan di depan, seperti kemungkinan pandemi yang kembali terjadi.
Dalam 3 tahun terakhir, Pemerintah mengucurkan ribuan triliun untuk memulihkan kesehatan dan ekonomi nasional. Pada 2020, pemerintah menganggarkan Rp695,2 triliun, pada 2021 mengalokasikan Rp744 triliun, dan pada 2022 sebesar Rp414,5 triliun.
Bahkan, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, kenaikan kebutuhan pembiayaan pada awal pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional bisa membiayai pembangunan dua Ibu Kota Negara (IKN).
Keputusan pemerintah untuk mencabut PPKM dengan hati-hati perlu diapresiasi. Indonesia baru mencabut PPKM pada akhir 2022 setelah 10 bulan meninjau penerapan kebijakan tersebut.
Pencabutan PPKM didasari penularan COVID-19 di Indonesia yang berada pada kondisi terkendali. Meski demikian, Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara lain yang kembali mengalami lonjakan kasus saat mencabut kebijakan pembatasan.
Karena itu, semua pelajaran baik dari pemberlakuan PPKM penting untuk diduplikasi. Penggunaan masker di dalam ruangan yang padat perlu terus diterapkan. Menjaga kebersihan diri juga tidak boleh dilupakan. Pun, pemerintah juga perlu terus memudahkan akses ke layanan kesehatan dan memudahkan perolehan vaksin.
Masyarakat Indonesia telah melewati 3 tahun masa sulit yang mewariskan pelajaran berharga menuju tatanan kehidupan baru.
Tulisan ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Siasat Presiden Jokowi agar tidak bablas saat transisi pandemi