Wagner dan retaknya lingkaran terdalam kekuasaan Presiden Rusia Vladimir Putin
Jakarta (ANTARA) - Sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 pun kabar mengenai persaingan politik dalam lingkaran terdalam kekuasaan Rusia sudah tersiar.
Itu bukan tentang Presiden Vladimir Putin melawan oposisi, melainkan antarorang-orang terdekatnya sendiri, terutama siloviki.
Siloviki adalah para pejabat pemerintahan yang memiliki latar belakang pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum, khususnya badan intelijen dan badan-badan penegakan hukum.
Sejak Vladimir Putin berkuasa pada akhir 1990-an, siloviki mengisi pos-pos penting dalam sistem kekuasaan Rusia, termasuk Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, Kepala Dinas Intelijen FSB Alexander Bortnikov dan Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Sergei Naryshkin.
Ternyata, persaingan itu melibatkan juga terjadi antara siloviki dan orang-orang kepercayaan Putin non-siloviki, khususnya Yevgeny Prigozhin.
Prigozhin yang acap disebut "juru masak Putin", karena perusahaan kateringnya dilanggani Kremlin, itu adalah orang kepercayaan Putin yang memimpin pasukan tentara bayaran Wagner Group yang tak saja berperan menonjol di Ukraina, tapi juga Georgia, Suriah, dan Afrika.
Prigozhin disebut-sebut mendapatkan simpati baik dari anasir angkatan bersenjata Rusia maupun dari sejumlah tokoh dalam Kementerian Pertahanan dan badan-badan intelijen, termasuk Dinas Intelijen Militer (GRU).
Namun, pekan lalu Prigozhin memberontak setelah berbulan-bulan dibuat kesal oleh cara pembesar militer melancarkan perang di Ukraina.
Dia kerap mengeluh dibiarkan bertarung sendirian tanpa pasokan senjata. Puncaknya, dia kecewa kepada wacana integrasi Wagner Group ke dalam angkatan bersenjata Rusia.
Apa yang dilakukan Prigozhin ini menguak pertarungan pengaruh dan kuasa antarorang-orang dalam lingkaran terdalam Putin, bukan semata antara Prigozhin dengan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Valery Gerasimov, tetapi lebih dari skala itu.
Akan tetapi apa yang dilakukan Prigozhin itu seperti deja vu karena situasi seperti ini sudah sering terjadi dalam sejarah kekuasaan Rusia, termasuk era Uni Soviet.
Negara ini selalu diwarnai pertarungan kekuasaan yang dalam tahap tertentu bisa sangat berdarah-darah.
Setelah pemimpin pertama Uni Soviet, Vladimir Lenin, meninggal dunia pada 1924, pertarungan kekuasaan terjadi antara Joseph Stalin dengan anak ideologis Lenin, Leon Trotsky.
Setelah menyingkirkan Trotsky yang mati dibunuh di Meksiko pada 1940, Stalin awalnya berkuasa secara kolegial bersama Grigory Zinovyev dan Lev Kamenev. Namun, kedua orang ini pun akhirnya disingkirkan.
Stalin memerintah Soviet dengan tangan besi yang tak saja menghabisi lawan-lawan politiknya, tapi juga mendeportasi paksa jutaan orang dari berbagai etnis di Uni Soviet.
Setelah Stalin, muncul Georgy Malenkov. Namun, Malenkov tak bertahan lama setelah disisihkan Nikita Khruschcev. Khruschcev sendiri digoyang oleh Leonid Brezhnez dan Alexei Koysygin.
Era pemerintahan Yuri Andropov dan Konstantin Chernenko menjadi masa yang relatif aman dari pergolakan internal.
Namun, pemimpin Soviet terakhir yang mempromosikan keterbukaan, Mikhail Gorbachev, hampir menjadi korban petualangan politik tokoh-tokoh Partai Komunis garis keras pimpinan Wakil Presiden Gennay Yanayev, Perdana Menteri Valentine Pavlov, dan Kepala KGB Vladimir Kryuchkov.
Gorbachev selamat dari kudeta 1991 itu setelah Presiden Rusia Boris Yeltsin membentengi Gorbachev dari tokoh-tokoh garis keras itu.
Antara melemah dan habis-habisan
Sampai kemudian Uni Soviet bubar pada 1991 yang memicu 15 republik Soviet memerdekakan diri, termasuk Ukraina, pertarungan kekuasaan dalam lingkaran terdalam di Kremlin terus terjadi.
Pada era Putin sendiri, sudah banyak pembantunya yang akhirnya berseberangan untuk kemudian berbalik menjadi lawan politik Putin.
Sebagian dari menjadi buron di luar negeri, antara lain mantan Menteri Keuangan Vladimir Milov dan mantan Perdana Menteri Mikhail Kasyanov.
Lain halnya dengan tokoh-tokoh oposisi. Mereka ditindas, bahkan beberapa mati oleh eksekusi ekstrayudisial, termasuk Boris Nemtsov dan Boris Berezovsky yang pernah berjuang bersama Putin sebelum satu sama lain berbeda pendapat.
Sejak berkuasa pada Mei 2012 dengan menjadi perdana menteri, Putin adalah sosok pemimpin yang kuat mencengkeram kekuasaannya.
Namun, setelah puluhan ribu orang tewas dalam perang di Ukraina, cengkeraman itu terlihat tidak lagi sekokoh dulu, paling tidak menurut sejumlah kalangan yang intensif mencermati politik dalam negeri Rusia.
Puncaknya terjadi ketika Prigozhin memimpin Wagner Group keluar dari wilayah Ukraina untuk merangsek ke dalam wilayah Rusia dan di ambang mencapai Moskow, guna menghukum para pemimpin militer Rusia, khususnya Shoigu dan Gerasimov.
Hubungan Putin dengan Prigozhin sendiri sudah tak begitu dekat setelah Prigozhin berulang kali mengecam pemimpin militer Rusia karena mengkhianati Wagner Group dan tak mau memberikan amunisi kepada tentara bayaran itu.
Prigozhin memang menghentikan petualangan politiknya, tapi apa yang dilakukannya telah menyingkapkan fakta bahwa Putin mungkin tidak setangguh dulu.
"Saya rasa dia tak mengendalikan sepenuhnya Rusia. Dia memang masih Presiden, tapi sekarang semua klan dalam faksi-faksi di dalam tubuh pemerintahan, militer, dan yang paling penting, dinas keamanan, merasa bahwa 'Rusia pasca-Putin' sudah semakin dekat," kata Mikhail Zygar kepada The Atlantic.
Zygar adalah mantan Pemimpin Redaksi TV Dozhd di Rusia yang ditutup Putin pada awal-awal invasi di Ukraina.
Zygar mungkin benar, tetapi pemberontakan Wagner bisa jadi malah membuat Putin habis-habisan di Ukraina, demi memberi pesan kepada lawan dan sekutu Putin, serta rakyat Rusia, bahwa dia masih kuat memimpin Rusia.
Akan tetapi, Putin yang acap disebut justru "menciptakan" orang-orang seperti Prigozhin untuk mengimbangi tokoh-tokoh silovoki semacam Sergei Shoigu, kini menjadi tergantung kepada segelintir faksi dalam lingkaran terdalam kekuasaannya.
Padahal, bagi pemimpin otoriter seperti Putin, kehadiran faksi-faksi penyeimbang adalah jaminan untuk kuatnya cengkeraman kekuasaan karena dengan cara itu orang-orang di sekitarnya menjadi terus bersaing satu sama lain.
Uniknya, Barat yang berkepentingan dengan perang di Ukraina, menolak orang-orang seperti Prigozhin karena pandangan dan tindak tanduk politiknya lebih berbahaya dan lebih keras ketimbang Putin.
Prigozhin mungkin bukan yang terakhir, tapi dia telah membuka kotak pandora mengenai apa yang terjadi dalam lingkaran kekuasaan Putin.
Berkaitan dengan perang di Ukraina, cara Vladimir Putin mengelola perpecahan dalam lingkaran terdalam kekuasaannya bisa menentukan arah perang ini. Dan ini tantangan berat bagi Putin.
Editor: Achmad Zaenal M
Itu bukan tentang Presiden Vladimir Putin melawan oposisi, melainkan antarorang-orang terdekatnya sendiri, terutama siloviki.
Siloviki adalah para pejabat pemerintahan yang memiliki latar belakang pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum, khususnya badan intelijen dan badan-badan penegakan hukum.
Sejak Vladimir Putin berkuasa pada akhir 1990-an, siloviki mengisi pos-pos penting dalam sistem kekuasaan Rusia, termasuk Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, Kepala Dinas Intelijen FSB Alexander Bortnikov dan Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Sergei Naryshkin.
Ternyata, persaingan itu melibatkan juga terjadi antara siloviki dan orang-orang kepercayaan Putin non-siloviki, khususnya Yevgeny Prigozhin.
Prigozhin yang acap disebut "juru masak Putin", karena perusahaan kateringnya dilanggani Kremlin, itu adalah orang kepercayaan Putin yang memimpin pasukan tentara bayaran Wagner Group yang tak saja berperan menonjol di Ukraina, tapi juga Georgia, Suriah, dan Afrika.
Prigozhin disebut-sebut mendapatkan simpati baik dari anasir angkatan bersenjata Rusia maupun dari sejumlah tokoh dalam Kementerian Pertahanan dan badan-badan intelijen, termasuk Dinas Intelijen Militer (GRU).
Namun, pekan lalu Prigozhin memberontak setelah berbulan-bulan dibuat kesal oleh cara pembesar militer melancarkan perang di Ukraina.
Dia kerap mengeluh dibiarkan bertarung sendirian tanpa pasokan senjata. Puncaknya, dia kecewa kepada wacana integrasi Wagner Group ke dalam angkatan bersenjata Rusia.
Apa yang dilakukan Prigozhin ini menguak pertarungan pengaruh dan kuasa antarorang-orang dalam lingkaran terdalam Putin, bukan semata antara Prigozhin dengan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Valery Gerasimov, tetapi lebih dari skala itu.
Akan tetapi apa yang dilakukan Prigozhin itu seperti deja vu karena situasi seperti ini sudah sering terjadi dalam sejarah kekuasaan Rusia, termasuk era Uni Soviet.
Negara ini selalu diwarnai pertarungan kekuasaan yang dalam tahap tertentu bisa sangat berdarah-darah.
Setelah pemimpin pertama Uni Soviet, Vladimir Lenin, meninggal dunia pada 1924, pertarungan kekuasaan terjadi antara Joseph Stalin dengan anak ideologis Lenin, Leon Trotsky.
Setelah menyingkirkan Trotsky yang mati dibunuh di Meksiko pada 1940, Stalin awalnya berkuasa secara kolegial bersama Grigory Zinovyev dan Lev Kamenev. Namun, kedua orang ini pun akhirnya disingkirkan.
Stalin memerintah Soviet dengan tangan besi yang tak saja menghabisi lawan-lawan politiknya, tapi juga mendeportasi paksa jutaan orang dari berbagai etnis di Uni Soviet.
Setelah Stalin, muncul Georgy Malenkov. Namun, Malenkov tak bertahan lama setelah disisihkan Nikita Khruschcev. Khruschcev sendiri digoyang oleh Leonid Brezhnez dan Alexei Koysygin.
Era pemerintahan Yuri Andropov dan Konstantin Chernenko menjadi masa yang relatif aman dari pergolakan internal.
Namun, pemimpin Soviet terakhir yang mempromosikan keterbukaan, Mikhail Gorbachev, hampir menjadi korban petualangan politik tokoh-tokoh Partai Komunis garis keras pimpinan Wakil Presiden Gennay Yanayev, Perdana Menteri Valentine Pavlov, dan Kepala KGB Vladimir Kryuchkov.
Gorbachev selamat dari kudeta 1991 itu setelah Presiden Rusia Boris Yeltsin membentengi Gorbachev dari tokoh-tokoh garis keras itu.
Antara melemah dan habis-habisan
Sampai kemudian Uni Soviet bubar pada 1991 yang memicu 15 republik Soviet memerdekakan diri, termasuk Ukraina, pertarungan kekuasaan dalam lingkaran terdalam di Kremlin terus terjadi.
Pada era Putin sendiri, sudah banyak pembantunya yang akhirnya berseberangan untuk kemudian berbalik menjadi lawan politik Putin.
Sebagian dari menjadi buron di luar negeri, antara lain mantan Menteri Keuangan Vladimir Milov dan mantan Perdana Menteri Mikhail Kasyanov.
Lain halnya dengan tokoh-tokoh oposisi. Mereka ditindas, bahkan beberapa mati oleh eksekusi ekstrayudisial, termasuk Boris Nemtsov dan Boris Berezovsky yang pernah berjuang bersama Putin sebelum satu sama lain berbeda pendapat.
Sejak berkuasa pada Mei 2012 dengan menjadi perdana menteri, Putin adalah sosok pemimpin yang kuat mencengkeram kekuasaannya.
Namun, setelah puluhan ribu orang tewas dalam perang di Ukraina, cengkeraman itu terlihat tidak lagi sekokoh dulu, paling tidak menurut sejumlah kalangan yang intensif mencermati politik dalam negeri Rusia.
Puncaknya terjadi ketika Prigozhin memimpin Wagner Group keluar dari wilayah Ukraina untuk merangsek ke dalam wilayah Rusia dan di ambang mencapai Moskow, guna menghukum para pemimpin militer Rusia, khususnya Shoigu dan Gerasimov.
Hubungan Putin dengan Prigozhin sendiri sudah tak begitu dekat setelah Prigozhin berulang kali mengecam pemimpin militer Rusia karena mengkhianati Wagner Group dan tak mau memberikan amunisi kepada tentara bayaran itu.
Prigozhin memang menghentikan petualangan politiknya, tapi apa yang dilakukannya telah menyingkapkan fakta bahwa Putin mungkin tidak setangguh dulu.
"Saya rasa dia tak mengendalikan sepenuhnya Rusia. Dia memang masih Presiden, tapi sekarang semua klan dalam faksi-faksi di dalam tubuh pemerintahan, militer, dan yang paling penting, dinas keamanan, merasa bahwa 'Rusia pasca-Putin' sudah semakin dekat," kata Mikhail Zygar kepada The Atlantic.
Zygar adalah mantan Pemimpin Redaksi TV Dozhd di Rusia yang ditutup Putin pada awal-awal invasi di Ukraina.
Zygar mungkin benar, tetapi pemberontakan Wagner bisa jadi malah membuat Putin habis-habisan di Ukraina, demi memberi pesan kepada lawan dan sekutu Putin, serta rakyat Rusia, bahwa dia masih kuat memimpin Rusia.
Akan tetapi, Putin yang acap disebut justru "menciptakan" orang-orang seperti Prigozhin untuk mengimbangi tokoh-tokoh silovoki semacam Sergei Shoigu, kini menjadi tergantung kepada segelintir faksi dalam lingkaran terdalam kekuasaannya.
Padahal, bagi pemimpin otoriter seperti Putin, kehadiran faksi-faksi penyeimbang adalah jaminan untuk kuatnya cengkeraman kekuasaan karena dengan cara itu orang-orang di sekitarnya menjadi terus bersaing satu sama lain.
Uniknya, Barat yang berkepentingan dengan perang di Ukraina, menolak orang-orang seperti Prigozhin karena pandangan dan tindak tanduk politiknya lebih berbahaya dan lebih keras ketimbang Putin.
Prigozhin mungkin bukan yang terakhir, tapi dia telah membuka kotak pandora mengenai apa yang terjadi dalam lingkaran kekuasaan Putin.
Berkaitan dengan perang di Ukraina, cara Vladimir Putin mengelola perpecahan dalam lingkaran terdalam kekuasaannya bisa menentukan arah perang ini. Dan ini tantangan berat bagi Putin.
Editor: Achmad Zaenal M