KASN: 183 ASN terbukti melakukan pelanggaran netralitas di Pemilu 2024
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Tasdik Kinanto menyebutkan 183 ASN atau sekitar 45,4 persen dari 403 ASN yang di laporkan terbukti melakukan pelanggaran netralitas dalam Pemilu 2024.
"Berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN, terdapat 403 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas. Sejumlah 183 ASN atau 45,4 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran netralitas," ujar Tasdik dalam dalam siaran yang ditayangkan melalui akun YouTube KASN RI, Jakarta, Selasa.
Kemudian, sebanyak 97 ASN atau 53 persen di antaranya sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2020 tercatat ada 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.
Sejumlah 1.597 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran. Lalu, 1.450 ASN atau 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.
Menurut Tasdik, dari perbandingan tersebut ada anomali data yang perlu diungkap lebih lanjut dari para penyelenggara pemilu. Hal ini tentunya dapat melalui dukungan organisasi masyarakat sipil pemerhati demokrasi dan khususnya Pemilu.
"Kasus-kasus pelanggaran yang fakta-faktanya semakin nekat secara sistemik, masif dan terstruktur, ternyata tidak berbanding lurus dengan laporan pelanggaran yang terjadi," katanya.
Tidak hanya itu, dia pun menjelaskan fakta-fakta pelanggaran yang berpotensi paling merusak dan nekat adalah bersumber dari penggunaan sumber daya birokrasi, yaitu berupa rekayasa regulasi, mobilisasi SDM, alokasi dukungan anggaran, bantuan program, fasilitasi sarana/prasarana, dan bentuk dukungan lainnya untuk memberikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Maka yang terjadi bukan hanya politisasi birokrasi, tapi semakin keras mendorong birokrasi berpolitik. Sebab, muaranya adalah tergerusnya etika ASN dengan kondisi politik yang semakin tak menentu.
Hal ini mengakibatkan ASN dalam dilema besar, karena menghadapi tekanan untuk berpihak. Kondisi ini tentu akan menjadi permasalahan dan sangat mempengaruhi terlaksananya Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Saat ini dari berbagai fakta yang terjadi, hampir seluruh unsur dan simpul ASN berpotensi melakukan pelanggaran netralitas, mulai dari tingkat puncak sampai dengan bawah, yaitu PPK, Penjabat Kepala Daerah, Penyelenggara Pemilu, ASN, PPNPN di berbagai jenjang. Bahkan banyak pejabat negara dan pejabat aparatur perekonomian negara terjun menjadi tim pemenangan pasangan calon tertentu.
"Kondisi ini tentunya sangat mungkin memanfaatkan berbagai sumber daya birokrasi di lembaganya masing-masing," pungkas Tasdik.
"Berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN, terdapat 403 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas. Sejumlah 183 ASN atau 45,4 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran netralitas," ujar Tasdik dalam dalam siaran yang ditayangkan melalui akun YouTube KASN RI, Jakarta, Selasa.
Kemudian, sebanyak 97 ASN atau 53 persen di antaranya sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2020 tercatat ada 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.
Sejumlah 1.597 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran. Lalu, 1.450 ASN atau 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.
Menurut Tasdik, dari perbandingan tersebut ada anomali data yang perlu diungkap lebih lanjut dari para penyelenggara pemilu. Hal ini tentunya dapat melalui dukungan organisasi masyarakat sipil pemerhati demokrasi dan khususnya Pemilu.
"Kasus-kasus pelanggaran yang fakta-faktanya semakin nekat secara sistemik, masif dan terstruktur, ternyata tidak berbanding lurus dengan laporan pelanggaran yang terjadi," katanya.
Tidak hanya itu, dia pun menjelaskan fakta-fakta pelanggaran yang berpotensi paling merusak dan nekat adalah bersumber dari penggunaan sumber daya birokrasi, yaitu berupa rekayasa regulasi, mobilisasi SDM, alokasi dukungan anggaran, bantuan program, fasilitasi sarana/prasarana, dan bentuk dukungan lainnya untuk memberikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Maka yang terjadi bukan hanya politisasi birokrasi, tapi semakin keras mendorong birokrasi berpolitik. Sebab, muaranya adalah tergerusnya etika ASN dengan kondisi politik yang semakin tak menentu.
Hal ini mengakibatkan ASN dalam dilema besar, karena menghadapi tekanan untuk berpihak. Kondisi ini tentu akan menjadi permasalahan dan sangat mempengaruhi terlaksananya Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Saat ini dari berbagai fakta yang terjadi, hampir seluruh unsur dan simpul ASN berpotensi melakukan pelanggaran netralitas, mulai dari tingkat puncak sampai dengan bawah, yaitu PPK, Penjabat Kepala Daerah, Penyelenggara Pemilu, ASN, PPNPN di berbagai jenjang. Bahkan banyak pejabat negara dan pejabat aparatur perekonomian negara terjun menjadi tim pemenangan pasangan calon tertentu.
"Kondisi ini tentunya sangat mungkin memanfaatkan berbagai sumber daya birokrasi di lembaganya masing-masing," pungkas Tasdik.