Bawaslu Sulsel sikapi ASN maju Pilkada Serentak 2024
Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan menyikapi sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan ikut menjadi kontestan bahkan telah mendaftar di Partai Politik untuk maju sebagai Bakal Calon Kepala Daerah pada Pilkada serentak 27 November 2024.
"Idealnya bagi seorang ASN yang mencalonkan diri maju Pilkada mestinya tidak berstatus ASN, minimal sudah mundur sebelum mendaftar di Parpol," kata Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah di Makassar, Jumat.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima Lembaga Negara bahwa ASN diwajibkan agar menjaga netralitas, apalagi melakukan pendekatan dengan Partai Politik menjelang Pilkada serentak di Sulsel.
"Karena itu menjadi syarat Utama ASN (netralitas). Mestinya, tidak ada lagi berstatus ASN saat mereka mencalonkan diri sebagai pasangan calon baik itu sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah," katanya menekankan.
Kendati demikian, dalam hal penindakan pihaknya masih menunggu regulasi baru Peraturan KPU (PKPU), karena sejauh ini dilakukan harmonisasi aturan berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada.
"Saat ini belum ada PKPU-nya dan masih dalam harmonisasi. Ditunggu dulu penetapan MK, sebab ini nanti bisa menjadi bola liar, apalagi dengan statemen apa boleh atau tidak boleh," papar Koordinator Divisi Humas, Data dan Informasi Bawaslu Sulsel ini.
Menurut dia, jadi titik momentum di mana waktu ASN harus mundur, masih dikaji, walaupun sebenarnya dalam aturan lain harus mundur. Mengenai apakah di saat penetapan bakal calon menjadi calon ASN wajib mundur, pastinya harus mundur berdasar dari aturan sebelumnya.
Oleh karena itu, Bawaslu Sulsel tetap mengimbau sebaiknya ASN yang mencalonkan diri maju bertarung di Pilkada wajib mengundurkan diri dari jabatannya, apalagi nanti ditetapkan sebagai pasangan calon atau paslon.
"Mereka harus mundur. Nah, konsekuensinya berhenti (non-ASN). Begitupun ketika mereka telah ditetapkan sebagai paslon, maka mereka secara otomatis sudah berhenti menjadi ASN," tutur pria disapa akrab Alam ini menegaskan.
Berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat 1 Undang-undang 10 tahun 2016 disebutkan, bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon kepala daerah.
Namun sesuai Undang-undang nomor 10 tahun 2016, di pasal 7 ayat 2 huruf t, disebutkan pengunduran diri secara tertulis sebagai anggota TNI, Polri, dan ASN serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai paslon peserta pemilihan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 56 dan pasal 59 ayat 3.
"Idealnya bagi seorang ASN yang mencalonkan diri maju Pilkada mestinya tidak berstatus ASN, minimal sudah mundur sebelum mendaftar di Parpol," kata Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah di Makassar, Jumat.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima Lembaga Negara bahwa ASN diwajibkan agar menjaga netralitas, apalagi melakukan pendekatan dengan Partai Politik menjelang Pilkada serentak di Sulsel.
"Karena itu menjadi syarat Utama ASN (netralitas). Mestinya, tidak ada lagi berstatus ASN saat mereka mencalonkan diri sebagai pasangan calon baik itu sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah," katanya menekankan.
Kendati demikian, dalam hal penindakan pihaknya masih menunggu regulasi baru Peraturan KPU (PKPU), karena sejauh ini dilakukan harmonisasi aturan berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada.
"Saat ini belum ada PKPU-nya dan masih dalam harmonisasi. Ditunggu dulu penetapan MK, sebab ini nanti bisa menjadi bola liar, apalagi dengan statemen apa boleh atau tidak boleh," papar Koordinator Divisi Humas, Data dan Informasi Bawaslu Sulsel ini.
Menurut dia, jadi titik momentum di mana waktu ASN harus mundur, masih dikaji, walaupun sebenarnya dalam aturan lain harus mundur. Mengenai apakah di saat penetapan bakal calon menjadi calon ASN wajib mundur, pastinya harus mundur berdasar dari aturan sebelumnya.
Oleh karena itu, Bawaslu Sulsel tetap mengimbau sebaiknya ASN yang mencalonkan diri maju bertarung di Pilkada wajib mengundurkan diri dari jabatannya, apalagi nanti ditetapkan sebagai pasangan calon atau paslon.
"Mereka harus mundur. Nah, konsekuensinya berhenti (non-ASN). Begitupun ketika mereka telah ditetapkan sebagai paslon, maka mereka secara otomatis sudah berhenti menjadi ASN," tutur pria disapa akrab Alam ini menegaskan.
Berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat 1 Undang-undang 10 tahun 2016 disebutkan, bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon kepala daerah.
Namun sesuai Undang-undang nomor 10 tahun 2016, di pasal 7 ayat 2 huruf t, disebutkan pengunduran diri secara tertulis sebagai anggota TNI, Polri, dan ASN serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai paslon peserta pemilihan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 56 dan pasal 59 ayat 3.