Jakarta, (Antara) - Permohonan praperadilan yang diajukan Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah awal April lalu permohonannya ditarik kuasa hukumnya untuk diperbaiki.
Dalam sidang perdana yang dipimpin hakim tunggal Yuningtyas Upiek di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan, Senin, tim kuasa hukum Ilham menyampaikan beberapa dalil permohonan diantaranya agar hakim menyatakan tidak sah penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.
"Pemohon juga meminta hakim untuk menyatakan tidak sah segala penggeledahan dan penyitaan oleh termohon dalam perkara tindak pidana pemohon," ujar Robinson saat membacakan permohonan.
Selain itu, pihak Ilham juga meminta hakim menyatakan tidak sah pemblokiran tiga rekening miliknya dan memerintahkan KPK memulihkan hak-hak sipil serta politik Ilham.
Dalam permohonannya, pihak Ilham menuding KPK melakukan penetapan tersangka tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
"Bahwa seharusnya termohon sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka terlebih dulu harus membuktikan adanya kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Robinson.
Selain itu, Ilham juga disebut hanya berperan sebagai pengambil kebijakan dalam bentuk izin prinsip (IP) dalam kerja sama antara PDAM Kota Makassar dengan PT Traya Tirta Makassar sebagai operator proyek, sehingga Ilham yang saat itu menjabat sebagai wali kota tidak melakukan kesalahan atau penyalahgunaan wewenang terkait kerja sama tersebut.
Ilham, dalam dalil permohonannya juga menuntut kejelasan kasusnya karena sudah 12 bulan kasus tersebut dalam proses penyidikan dan tidak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Sebagai akibat penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon telah menimbulkan kerugian antara lain hilangnya hak politik pemohon karena harus mengundurkan diri sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan dan tidak dapat mencalonkan diri pada berbagai jabatan politik dan publik," ujar Robinson.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar periode 2004-2009 dan 2009-2014 itu ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, sehari sebelum masa jabatannya berakhir atau tepatnya 7 Mei 2014.
Mantan Ketua Demokrat Sulsel itu ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012 dengan jumlah kerugian negara senilai Rp38,1 miliar.
Pasal yang disangkakan yakni Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.