Jakarta (ANTARA) - Sejak dia merintis karier politik sebagai Wali Kota Surakarta, kemudian Gubernur DKI Jakarta selama 3 tahun, lalu menjadi Presiden Indonesia, sepertinya tidak ada yang berubah dari gaya kepemimpinan Joko Widodo.
Sikapnya yang merakyat, blusukan ke sana-sini, dan beranjangsana dengan masyarakat lokal masih dilakoninya, bahkan pada periode kedua ini.
Blusukan ke irigasi persawahan, perkampungan, mal, hingga pasar becek kerap dilakoni oleh pria kelahiran 21 Juni 1961 itu.
Tidak terkecuali ketika hujan deras pada bulan November 2018 yang membasahi area persawahan di kawasan Pring Sewu, Lampung.
Agenda Presiden pada waktu itu adalah berdiskusi dengan petani dan masyarakat di Pringsewu. Iringan kendaraan pun terhenti di tengah persawahan, mengikuti kendaraan Presiden yang juga berhenti.
Areal lapangan di tengah sawah yang disulap menjadi tempat pertemuan beratapkan tenda menjadi lokasi pertemuan Presiden dengan warga.
Tak ayal seluruh rombongan berbecek-becekan melewati tanah basah berlumpur.
Presiden juga ikut basah-basahan melewati genangan lumpur ke tenda tempat acara.
Kendati berlumpur, usai acara Jokowi tetap menyalami warga yang menantinya di sisi jalur yang dilapisi oleh papan seadanya.
Upaya Presiden menyapa rakyat secara langsung menjadi ciri khas Jokowi dalam memimpin.
Hal itu memang telah dilakukannya sejak menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pada tahun 2005 hingga 2012.
Di kota kebudayaan itu, Jokowi menemui masyarakat untuk berdialog dalam menyelesaikan persoalan kota.
Baru 2 tahun menjalani periode kedua sebagai Wali Kota Surakarta bersama Wakil Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo, Jokowi ke Jakarta untuk memimpin sebagai Gubernur DKI.
Salah satu kegiatan yang pernah diikuti oleh ANTARA pada saat Jokowi menyusuri Sungai Ciliwung dengan titik start di jembatan Kalibata, Jakarta, Agustus 2013.
Kegiatan bersih-bersih Kali Ciliwung dilakukan dengan kerja sama anggota TNI. Tidak saja menemui warga di kampung-kampung sekitar, Jokowi bahkan naik perahu karet untuk melihat kondisi bantaran kali yang membelah Jakarta itu.
Dalam beberapa kesempatan sang Presiden juga memerintahkan para menterinya untuk turun langsung ke lapangan melihat persoalan yang dialami masyarakat.
Ia menilai itulah gunanya menjadi pejabat pemerintah, yakni bersama-sama dengan masyarakat menyelesaikan permasalahan sehingga rakyat merasakan kehadiran negara.
"Selalu mengecek masalah di lapangan dan temukan solusinya," kata Presiden usai memperkenalkan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23-10-2019).
Dia menekankan para menteri dan kepala lembaga serius dalam bekerja. Bahkan, Jokowi tidak segan untuk mencopot pejabat yang "main-main" dalam menjalankan amanah dari rakyat Indonesia.
Dalam acara tersebut, peraih penghargaan Tokoh Asia 2019 dari media The Straits Times Singapura itu memberi lima perintah lainnya, yakni tidak korupsi dengan menciptakan sistem yang mencegah rasuah, menjalankan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden, serta kerja keras dengan cepat dan produktif.
"Lalu, jangan terjebak rutinitas kerja yang monoton. Serta kerja berorientasi kepada hasil nyata, kemarin di dalam pelantikan sudah saya sampaikan tugas kita bukan hanya menjamin sent, melainkan delivered," kata Presiden menegaskan kinerja kementerian dan lembaga.
Itulah yang harus menjadi pedoman dan diingat para pembantu Presiden dalam menjalankan 5 tahun ke depan.
Dalam menjalankan misi pembangunan, Presiden juga selalu fokus dan meminta menterinya bekerja cepat.
Beberapa program pembangunan, seperti infrastruktur yang begitu pesat hingga pos lintas batas negara menjadi target pada periode pertama pemerintahannya.
Selain pembangunan sumber daya manusia, program pemerintah pada 5 tahun ke depan pun tidak kalah menantang. Salah satunya adalah pemindahan ibu kota pemerintah ke Pulau Kalimantan. Hal ini tentu saja menjadi sebuah "megaproyek" jangka panjang.
"Boyong" Ibu Kota
Rencana memindahkan ibu kota memang telah muncul sejak era Presiden Soekarno. Namun, belum dapat terimplementasi.
Pada bulan April 2019, dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menyampaikan pemerintah telah mengkaji rencana pemindahan ibu kota.
"Kita tidak boleh hanya berpikir yang sifatnya jangka pendek maupun dalam lingkup yang sempit, tetapi kita harus berbicara tentang kepentingan yang lebih besar untuk bangsa, untuk negara, dan kepentingan visioner dan jangka yang panjang sebagai negara besar dalam menyongsong kompetisi global," kata Presiden dalam sambutan rapat tersebut.
Dengan memperhatikan aspek geopolitik, geostrategis, serta kesiapan infrastruktur pendukung dan pembiaya, pemerintah menetapkan lokasi ibu kota baru negara berada di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Dengan kebutuhan lahan seluas 256.000 hektare, total estimasi biaya untuk membangun daerah khusus ibu kota baru itu mencapai Rp466 triliun.
Dengan kebutuhan yang sebesar itu dan target jangka panjang, pemerintah menggunakan beragam skema pembiayaan, baik dari APBN, KPBU, maupun mengikutsertakan sektor swasta.
Luas wilayah yang akan menjadi inti ibu kota seluas 40.000 hektare, dan 6.000 hektare akan ditempati untuk kawasan kantor-kantor pemerintahan.
Menurut Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, pemerintah tengah menyusun naskah akademik sebagai draf Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara.
Selain menyiapkan undang-undang untuk perpindahan ibu kota, pemerintah juga tengah merancang badan otoritas ibu kota negara yang rencananya dibentuk di akhir Desember 2019 atau awal 2020.
Progres hingga akhir tahun, yakni sudah ada tiga pemenang sayembara desain ibu kota negara. Gagasan desain ibu kota negara bertema "Nagara Rimba Nusa" menjadi juara pertama kompetisi itu dan dinilai Presiden memiliki karakter kota yang berbeda dengan ibu kota baru negara lain.
Nagara Rimba Nusa didesain oleh Urban+, disusul rancangan bertema The Infinite City sebagai juara kedua dan rancangan tema Kota Seribu Galur sebagai juara ketiga.
Ketiganya akan dibawa oleh Pemerintah untuk melihat secara langsung kondisi di Kalimantan Timur untuk meneruskan desain detil ibu kota negara.
Pekerjaan besar itu memang menjadi tantangan bagi pemerintah 5 tahun ke depan.
Hal yang dibutuhkan adalah kerja sama semua pihak untuk menyukseskan rencana pindah ibu kota ke Kalimantan Timur.
Tujuannya tidak lain untuk menumbuhkan perekonomian dan melesatkan pembangunan di luar Pulau Jawa yang dinilai sudah sangat padat.
Pembangunan ibu kota di Kaltim juga dipandang sebagai upaya membangun negara secara "Indonesiasentris".
"Kita tidak hanya pindah tempat atau pindah lokasi, yang paling penting adalah pindah pola pikir, pindah 'mind set', pindah sistem. Artinya, sistem harus terinstal dengan baik sehingga nanti orangnya yang masuk, birokrasi kita masuk, sistemnya sudah siap. Ada pindah budaya kerja, harus berubah," demikian Presiden, Rabu (6-11-2019).
Jika program ini dapat berjalan dengan lancar dari segala sisi, baik mengenai penyediaan lahan, pendirian bangunan, pemindahan sistem, maupun aparatur sipil negara, menjadi tonggak besar sejarah baru Indonesia.
Perkembangan ekonomi di daerah pun diharapkan ikut terdongkrak dengan perpindahan ibu kota ke Kalimantan.