Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta lebih mengoptimalkan infrastruktur perlindungan dalam aktivitas transaksi daring mengingat semakin meningkatnya penggunaan uang elektronik selama masa pandemi.
"Pandemi telah mendorong masyarakat untuk lebih sering melakukan transaksi keuangan secara digital. Namun sayangnya, infrastruktur perlindungan atas transaksi keuangan elektronik belum maksimal," kata Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, Puteri mendorong pemerintah bersama Lembaga Penjamin Simpanan segera mempertimbangkan perluasan cakupan penjaminan dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk uang elektronik.
Politisi Partai Golkar itu mencontohkan bahwa saat ini simpanan dana masyarakat pada penerbit uang digital, baik perbankan maupun nonperbankan, masih belum terlindungi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dengan mendorong hal tersebut, lanjutnya, maka akan memberikan perlindungan dan keamanan bertransaksi bagi masyarakat.
Sebagai informasi, penyelenggaraan uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.
Peraturan tersebut mewajibkan 30 persen dana yang mengendap pada dompet digital atau dana float ditempatkan pada Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, dan 70 persen dari dana float ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah atau pada rekening di BI.
LPS pun menyampaikan bahwa penjaminan atas simpanan uang elektronik masih dalam tahap kajian terutama terkait dengan keamanan transaksi dan dampak sosial yang ditimbulkan. LPS juga menyebutkan bahwa akan berkolaborasi dengan pemerintah serta regulator terkait seperti BI dan OJK.
Puteri mengingatkan bahwa penjaminan uang elektronik tengah menjadi perhatian global, antara lain karena hampir seperlima dari lembaga penjamin simpanan di dunia telah mengadopsi skema penjaminan.
Untuk itu, ujar dia, LPS juga perlu segera merampungkan kajiannya dan menciptakan skema penjaminan yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Apalagi, ia berpendapat bahwa peningkatan transaksi uang elektronik berarti juga mendorong tingkat inklusi keuangan nasional.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat volume transaksi digital perbankan pada April 2020 tumbuh mencapai 37,35 persen karena saat itu mulai berlaku pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran COVID-19.
"Ke depan, BI terus meningkatkan efektivitas sistem pembayaran di era normal baru," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Sementara itu jumlah uang kartal yang diedarkan pada Mei 2020 mencapai Rp798,6 triliun atau menurun 6,06 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Transaksi nontunai menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM), kartu kredit, dan uang elektronik tercatat menurun dari minus 4,72 persen pada Maret 2020 menjadi minus 18,96 persen pada April 2020.
Berita Terkait
Korlantas Polri uji coba kirim surat tilang melalui aplikasi WhatsApp
Sabtu, 4 Mei 2024 7:30 Wib
PJ Gubernur Sulbar: Kemendagri apresiasi upaya pengendalian inflasi
Jumat, 3 Mei 2024 21:22 Wib
Pemkot Makassar menerima sertifikat elektronik dari Menteri AHY
Minggu, 28 April 2024 22:58 Wib
Pengajuan kasasi dan PK di MA secara elektronik diberlakukan mulai 1 Mei 2024
Minggu, 28 April 2024 13:17 Wib
Kemenkumham : Masyarakat bisa urus paspor elektronik di seluruh kantor imigrasi
Sabtu, 6 April 2024 20:20 Wib
Pemkab Pangkep sosialisasi penerapan tanda tangan elektronik
Senin, 25 Maret 2024 22:10 Wib
Sulbar merumuskan model pengorganisasian tim pengelola SPBE setiap OPD
Sabtu, 16 Maret 2024 13:19 Wib
Dinkes Sulbar dorong transformasi digital kesehatan lewat RME
Senin, 11 Maret 2024 21:31 Wib