Makassar (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta dukungan Pemprov Sulsel dalam pengelolaan sampah.
“Kami dari KLHK sedang membangun bagaimana bahan baku daur ulang yang berasal dari sampah, yang sebetulnya sumber dayanya sangat luar biasa di Indonesia ini,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati saat bertemu Sekda Provinsi Sulsel Abdul Hayat di Makassar, Selasa.
Ia menjelaskan Sulsel memiliki bank sampah yang menjadi tempat masyarakat bisa menyetor sampah yang sudah terpilah, kemudian bisa menghasilkan uang.
Sampah yang sudah terpilah kemudian bisa diambil oleh pengusaha daur ulang.
“Masyarakat dapat uang dari situ, dan perusahaan daur ulang mendapatkan bahan baku sampah yang selama ini 50 persen masih diimpor dari luar negeri,” katanya.
Pengelolaan sampah yang baik berkontribusi terhadap Indonesia bersih pada 2025.
“Untuk itu, saya ke sini meminta dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulsel untuk bisa melakukan hal itu, dan kita bisa mendapatkan pengelolaan sampah yang baik, terutama kontribusi untuk Indonesia bersih di Tahun 2025,” katanya.
Ia mengaku tertarik datang ke Sulsel karena daerah ini mempunyai bank-bank sampah yang bagus, seperti di Makassar, Maros, dan beberapa daerah lainnya.
“Saya sengaja memang ke Sulsel untuk mempresentasikan Indonesia bagian timur dan ini bisa direplika di daerah lain di Indonesia dengan target Tahun 2025 Indonesia bersih,” katanya.
Abdul Hayat menyatakan pemprov setempat mendukung hal tersebut.
“Karena ini sangat cocok untuk menjawab permasalahan yang ada di Provinsi Sulsel,” ujarnya.
Ia menjelaskan permasalahan itu seperti timbunan sampah plastik dan kertas yang banyak dan potensial sebagai bahan baku daur ulang.
Namun, kata dia, belum termanfaatkan secara optimal akibat dari rendahnya "collecting rate" di masyarakat.
Ia mengaku masyarakat Sulsel sebagai pelaku pengumpul bahan baku daur ulang belum dapat merasakan manfaat ekonomi secara nyata karena rendahnya harga jual beli bahan baku daur ulang, akibat panjangnya mata rantai pemasaran dari masyarakat hingga industri daur ulang.
“Tata kelola sampah khususnya sampah plastik dan kertas belum terbangun dengan baik. Kami berharap, pemerintah lebih cepat melakukan revisi dari Permen LH Nomor 13 Tahun 2012,” ujarnya.