Makassar (ANTARA) - Organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, meluncurkan aplikasi berbasis web pantau.walhisulsel.or.id yang dapat digunakan masyarakat melaporkan apabila melihat kejadian perusakan lingkungan di wilayah sekitarnya.
"Kita berinisiatif untuk membuat aplikasi Pantau Sulsel ini agar memudahkan masyarakat melakukan pelaporan, dan berpartisipasi aktif dalam agenda kegiatan advokasi dan penyelamatan lingkungan," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin di saat melansir Catatan Akhir Tahun 2021 di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.
Untuk cara masuk ke dalam aplikasi, kata dia menjelaskan, melalui situs pantau.walhisulsel.go.id, selanjutnya menekan pantau selanjutnya masuk secara otomatis ke dalam aplikasi pelaporan.
Menurut dia sejauh ini langkah pemerintah terkait persoalan lingkungan, dengan ekosistem secara esensial dari bencana ekologis, dinilai tidak nampak, bahkan tidak ada satupun upaya atau blue print atas tindakan nyata guna penyelamatan lingkungan hidup.
"Jujur saja, aplikasi ini harusnya dibuat pemerintah, bukan kami organisasi masyarakat sipil. Aplikasi ini adalah kritikan tegas terhadap pemerintah, bahwa seharusnya membuat aplikasi ini adalah pemerintah," ujarnya.
Aplikasi tersebut, kata dia, untuk memudahkan memonitor dan melakukan pembelaan atau penyelamatan lingkungan. Termasuk Pemberian hak-hak masyarakat atas perlindungan lingkungan hidup mereka dari dampak kerusakan yang semakin besar.
Amin menyebutkan, saat ini Sulawesi Selatan dalam bayang-bayang ancaman kolaps lingkungan hidup dengan sejumlah kejadian bencana di 24 kabupaten kota. Ia pun mengkritik pimpinan Pemerintah Provinsi yang cenderung lambat menangani pencegahan kerusakan lingkungan, bahkan didikte oleh kelompok tertentu.
Melalui aplikasi ini, kata dia, harapannya agenda advokasi penyelamatan lingkungan di Sulsel bebas daripada kepentingan politik tahun 2024. Untuk itu, tahun 2022, masyarakat secara umum bisa secara aktif tidak ragu menggunakan ponselnya melaporkan kasus perusakan lingkungan.
"Termasuk mengadvokasi lingkungan secara langsung agar bisa menghambat laju kerusakan lingkungan di Sulawesi Selatan seperti yang kita sampaikan dalam Catatan Akhir Tahun 2021 di Sulsel saat ini kita mengarah ke kolaps," ujarnya.
Saat ditanyakan apa pengecualian maupun pembatasan masyarakat atas laporan dari aplikasi tersebut, kata dia, ada beberapa poin yakni, tidak menerima kasus lingkungan hidup seperti sengketa antarperusahaan dengan perusahaan.
Tidak menerima pelaporan kasus lingkungan hanya mengorbankan satu orang atau masalah personal, misalnya sengketa tanah pribadi satu orang, tapi hanya menerima laporan bersifat kolektif atau banyak orang terdampak.
Selanjutnya, tidak menerima kasus sengketa lingkungan yang bertujuan permintaan dana CSR atau bantuan perusahaan. Tidak menerima laporan berorientasi pada ganti rugi lahan, maupun ganti rugi masalah atau konflik. Dan tidak menerima kasus pelaporan dimotori atau diinisiasi oleh pelaku politik maupun partai politik.
"Kerahasiaan data pelapor, kami jamin. Jadi, publik bisa melihat perkembangan kasus di ruang aplikasi, tapi tidak bisa mengakses siapa pelapornya. Kerahasiaan kami jamin, nama, nomor identitas dan hal lainnya bersifat privat, tidak akan bocor," paparnya.