Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Ratna Susianawati mengatakan mayoritas korban kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah perempuan dan anak.
"Berdasarkan data Simfoni PPA, mayoritas yang menjadi korban (TPPO) adalah kelompok rentan, perempuan dan anak," kata Ratna Susianawati dalam keterangan, di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada 2019-2022, terdapat 1.545 kasus TPPO dan 1.732 korban TPPO dengan tren pada 2019 terdapat 191 kasus dan 226 korban TPPO serta pada 2020 dengan 382 kasus dan 422 korban TPPO.
Selanjutnya pada 2021 tercatat ada 624 kasus dan 683 korban TPPO, serta pada periode Januari hingga Oktober 2022 ada sebanyak 348 kasus dan 401 korban TPPO.
Ia menegaskan pentingnya sinergi kementerian/lembaga anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) dalam mencegah dan menangani TPPO.
"Menegaskan komitmen bersama anggota GT PP TPPO Pusat dalam pencegahan dan penanganan TPPO, menguatkan koordinasi dan kerja sama," kata Ratna.
Dalam hal ini, KPPPA bertugas sebagai Ketua Harian GT PP TPPO.
Pihaknya juga menekankan pentingnya para anggota GT PP TPPO berbagi informasi terkait perkembangan isu, modus, dan praktik baik, serta strategi dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
Ratna berharap dengan payung hukum UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan beberapa aturan turunan lainnya, termasuk yang mengatur mekanisme kinerja melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) dapat meminimalisasi TPPO yang dialami perempuan dan anak.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPPPA: Korban perdagangan orang mayoritas perempuan dan anak