Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati menilai upaya menyosialisasikan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan tugas besar yang harus dikerjakan semua pihak karena masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui keberadaan UU ini.
"Masih saja masyarakat belum aware ya bahwa kita sudah memiliki UU TPKS. Nah ini tentunya yang harus kita bangun, supaya masyarakat paham sebetulnya di dalam konteks penanganan, pemulihan, dan juga pencegahan tindak pidana kekerasan seksual itu, kita sudah punya undang-undang," kata Ratna Susianawati dalam acara Media Talk bertajuk "Komitmen Pemerintah Tindak Lanjuti Delegasi Pasal Turunan UU TPKS", di Jakarta, Jumat (10/2).
Kemudian tantangan lainnya dalam implementasi UU ini adalah terkait penyiapan perangkat-perangkat dan penguatan kapasitas SDM.
"Kemudian bagaimana memastikan sinergi, kolaborasi upaya yang dilakukan antar kementerian/lembaga dan juga Pemerintah Daerah yang bisa kita lakukan," kata Ratna Susianawati.
Pemerintah sepakat melakukan simplifikasi atau penggabungan Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi 3 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Tujuh Peraturan Pelaksana ini merupakan penggabungan dari 5 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Perpres berdasarkan amanat UU TPKS.
Pihaknya memastikan penggabungan ini tidak mengurangi materi muatan secara substansi dari UU TPKS.
"Simplifikasi peraturan pelaksana Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tanpa mengurangi materi muatan secara substansi dan tidak berdampak pada operasionalisasi dari UU TPKS," kata Ratna Susianawati.