Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan pihak terkait untuk mempersempit praktik peredaran obat keras ilegal di Tanah Air.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro berhasil mengungkapkan peredaran ratusan ribu butir obat keras daftar G tanpa izin edar. Dalam pengungkapan itu, penyidik berhasil mengamankan sejumlah oknum tenaga kesehatan (nakes) yang terlibat dalam kasus peredaran ilegal obat-obatan tersebut.
"Meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan pihak terkait lainnya untuk lebih ketat dalam mengawasi seluruh proses, mulai dari pembuatan, penggunaan, penjualan hingga pembelian obat-obatan yang beredar di pasaran, utamanya obat yang masuk dalam kategori obat keras," ujar Bamsoet dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Langkah-langkah tersebut, kata dia, diharapkan dapat mempersempit praktik peredaran ilegal obat-obatan keras di Tanah Air.
Bamsoet mengapresiasi kinerja Ditreskrimum Polda Metro yang berhasil mengungkap kasus peredaran ilegal obat-obatan yang dilakukan oknum nakes tersebut dan mendorong adanya sanksi tegas sesuai hukum berlaku terhadap para oknum terlibat.
"Mendorong aparat untuk memberikan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku sekaligus mendalami kasus ini guna mengungkap lebih luas jaringan yang terlibat. Mengingat aksi peredaran obat-obatan keras ini sudah berlangsung sejak tiga sampai lima tahun lamanya," tegasnya.
Menurutnya, langkah preventif lainnya yang dapat dilakukan adalah memperketat kembali pelaporan penggunaan dan pembelian obat-obatan di setiap apotek setiap bulannya.
Dia meminta Kemenkes untuk mengawasi izin praktik nakes terutama apoteker karena mereka termasuk yang memiliki wewenang dalam mengelola, termasuk menjual obat-obatan mulai dari obat kategori ringan hingga keras.
"Kemenkes harus mengingatkan sekaligus mengawasi para pelaku usaha di bidang kesehatan agar selalu menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan ataupun aturan berlaku di bidang farmasi, termasuk dalam merekrut atau menyeleksi nakes (apoteker) yang bekerja harus memiliki izin praktik sesuai kompetensi," katanya.
Para tersangka, katanya, sudah beraksi sejak tiga sampai lima tahun dengan motif mencari keuntungan. Para nakes yang terlibat ialah APAH (42), S (27), RNI (20), dan ERS (49). Dari hasil pemeriksaan, motif tersangka dalam kasus peredaran obar keras ilegal tersebut untuk mendapatkan keuntungan.
Para tersangka saat ini sudah ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya untuk diproses lebih lanjut.
Mereka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara 10 tahun. Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca juga: Polri ungkap kasus produksi dan peredaran gelap obat keras jaringan nasional
Berita Terkait
Menkes RI mengaku belum teken penghapusan Kelas BPJS kesehatan
Selasa, 14 Mei 2024 17:02 Wib
MPR RI mengapresiasi Majelis Umum PBB dukung keanggotaan penuh Palestina
Minggu, 12 Mei 2024 11:00 Wib
Mensos Risma apresiasi penanganan bencana banjir dan longsor di Sulsel
Jumat, 10 Mei 2024 19:00 Wib
KPU RI: Caleg terpilih belum dilantik tak wajib mundur bila ikut Pilkada 2024
Jumat, 10 Mei 2024 12:11 Wib
Ombudsman sikapi dugaan suap seleksi KPID dan KI Sulsel
Rabu, 8 Mei 2024 15:12 Wib
Menkumham: Penegakan kekayaan intelektual upaya RI keluar dari "priority watch list"
Selasa, 7 Mei 2024 12:14 Wib
KPU: 37 provinsi sosialisasikan aturan pendaftaran calon independen Pilkada
Sabtu, 4 Mei 2024 18:18 Wib
Istana menanggapi rencana Prabowo bentuk "Presidential Club"
Jumat, 3 Mei 2024 13:20 Wib