BPJS Kesehatan membahas ketentuan kebijakan KRIS
Makassar (ANTARA) - Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku bersama Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan membahas ketentuan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) usai diterbitkannya Peraturan Presiden nomor 59 Tahun 2024.
"Dalam Perpres ini mengatur fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap mencakup sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, dan peralatan yang diberikan berdasarkan KRIS," kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX Yessi Kumalasari di Makassar, Kamis.
Dalam Media Workshop Kedeputian Wilayah XI di Makassar, ia menjelaskan pada pasal 24 Perpres nomor 59 tahun 2024 itu juga telah mengatur manfaat nonmedis yang merupakan manfaat penunjang pelayanan kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap.
"Sejak awal tadi telah kami sampaikan desclaimer, bahwa kami belum bisa menyampaikan apapun terkait dengan KRIS karena memang belum ada aturan turunan teknisnya berupa Peraturan Menteri Kesehatan," katanya
Meski demikian, Perpres nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kata Yessi, telah ditetapkan dan diundangkan pada 8 Mei 2024.
Terdapat 24 pasal yang berubah dalam Perpres tersebut, terdiri atas 18 perubahan pasal, 3 penambahan pasal dan 2 penghapusan pasal. Selanjutnya, pasal 1 angka 4a Perpres tersebut kini sudah mengatur tentang Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK),"” ujarnya dalam Media Workshop.
Oleh karena itu, usai di undangkan Perpres 59, pihaknya akan semakin gencar memastikan seluruh mitra (FKTP dan FKRTL) memahami ketentuan dalam Perpres tersebut, termasuk memastikan peserta memahami alur penjaminan dan pelayanan sesuai Perpres.
"Kami akan memastikan peserta terpenuhi hak pelayanan dan hak kelas perawatan sesuai ketentuan serta bersama seluruh pemangku kepentingan program JKN melakukan monitoring evaluasi pelaksanaan ketentuan pada Perpres 59 tahun 2024," paparnya.
Salah satu pembaharuan penting tersebut, kata dia, adalah terkait dengan denda pelayanan rawat inap. Kini, dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan hanya satu kali rawat inap selama 45 hari masa pengenaan denda layanan.
Selain itu, pembaharuan ketentuan terkait dengan kepesertaan bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmentasi Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami PHK tetap memperoleh manfaat jaminan kesehatan paling lama enam bulan sejak di PHK tanpa diwajibkan membayar iuran.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ishaq Iskandar dalam workshop tersebut mengatakan terkait Perpres tersebut pihaknya masih menanti regulasi turunan yakni Peraturan Menteri Kesehatan. Kendati demikian, pada dasarnya Dinkes siap mengawal dan monitoring regulasi yang sudah ditetapkan.
Dinkes Sulsel memiliki peranan penting dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan akreditasi rumah sakit, peningkatan kompetensi SDM Dinkes baik ditingkat provinsi maupun kabupaten kota dalam hal mutu dan akreditasi.
"Kami berusaha agar pelayanan semakin bermutu, baik dan tidak ada diskriminasi. Intinya, kami selalu ingin berkolaborasi dengan semua, memperbaiki mutu layanan kesehatan di Sulsel melalui peningkatan kemitraan dan kolaborasi dalam upaya peningkatan mutu yang berkesinambungan di rumah sakit," katanya menekankan.
Workhshop tersebut dihadiri Pelaksana tugas (Plt) Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Sulsel dr Andi Mappatoba, sejumlah perwakilan jurnalis dari Sulsel, Sulbar, Sultra hingga Maluku.
"Dalam Perpres ini mengatur fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap mencakup sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, dan peralatan yang diberikan berdasarkan KRIS," kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX Yessi Kumalasari di Makassar, Kamis.
Dalam Media Workshop Kedeputian Wilayah XI di Makassar, ia menjelaskan pada pasal 24 Perpres nomor 59 tahun 2024 itu juga telah mengatur manfaat nonmedis yang merupakan manfaat penunjang pelayanan kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap.
"Sejak awal tadi telah kami sampaikan desclaimer, bahwa kami belum bisa menyampaikan apapun terkait dengan KRIS karena memang belum ada aturan turunan teknisnya berupa Peraturan Menteri Kesehatan," katanya
Meski demikian, Perpres nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kata Yessi, telah ditetapkan dan diundangkan pada 8 Mei 2024.
Terdapat 24 pasal yang berubah dalam Perpres tersebut, terdiri atas 18 perubahan pasal, 3 penambahan pasal dan 2 penghapusan pasal. Selanjutnya, pasal 1 angka 4a Perpres tersebut kini sudah mengatur tentang Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK),"” ujarnya dalam Media Workshop.
Oleh karena itu, usai di undangkan Perpres 59, pihaknya akan semakin gencar memastikan seluruh mitra (FKTP dan FKRTL) memahami ketentuan dalam Perpres tersebut, termasuk memastikan peserta memahami alur penjaminan dan pelayanan sesuai Perpres.
"Kami akan memastikan peserta terpenuhi hak pelayanan dan hak kelas perawatan sesuai ketentuan serta bersama seluruh pemangku kepentingan program JKN melakukan monitoring evaluasi pelaksanaan ketentuan pada Perpres 59 tahun 2024," paparnya.
Salah satu pembaharuan penting tersebut, kata dia, adalah terkait dengan denda pelayanan rawat inap. Kini, dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan hanya satu kali rawat inap selama 45 hari masa pengenaan denda layanan.
Selain itu, pembaharuan ketentuan terkait dengan kepesertaan bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmentasi Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami PHK tetap memperoleh manfaat jaminan kesehatan paling lama enam bulan sejak di PHK tanpa diwajibkan membayar iuran.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ishaq Iskandar dalam workshop tersebut mengatakan terkait Perpres tersebut pihaknya masih menanti regulasi turunan yakni Peraturan Menteri Kesehatan. Kendati demikian, pada dasarnya Dinkes siap mengawal dan monitoring regulasi yang sudah ditetapkan.
Dinkes Sulsel memiliki peranan penting dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan akreditasi rumah sakit, peningkatan kompetensi SDM Dinkes baik ditingkat provinsi maupun kabupaten kota dalam hal mutu dan akreditasi.
"Kami berusaha agar pelayanan semakin bermutu, baik dan tidak ada diskriminasi. Intinya, kami selalu ingin berkolaborasi dengan semua, memperbaiki mutu layanan kesehatan di Sulsel melalui peningkatan kemitraan dan kolaborasi dalam upaya peningkatan mutu yang berkesinambungan di rumah sakit," katanya menekankan.
Workhshop tersebut dihadiri Pelaksana tugas (Plt) Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Sulsel dr Andi Mappatoba, sejumlah perwakilan jurnalis dari Sulsel, Sulbar, Sultra hingga Maluku.