Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menilai upaya pemerintah untuk mewujudkan swadembada pangan merupakan proses yang panjang karena dihadapkan dengan tantangan iklim dan perubahan cuaca.
"Ini proses panjang ya swasembada pangan itu. Tidak hanya, kadang sudah baik, turun lagi karena iklim yang enggak menentu," kata Presiden Jokowi usai meninjau pompa air di Desa Layoa, Bantaeng, Sulawesi Selatan, seperti disaksikan dalam tayangan video Sekretariat Presiden, Jumat.
Presiden menjelaskan bahwa Indonesia sebelumnya sudah mewujudkan swasembada pangan.
Menurut Presiden, saat produksi pertanian sudah meningkat, kemudian turun lagi karena fenomena iklim, seperti El Nino dan La Nina.
Presiden mengatakan bahwa iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas pertanian tidak hanya di Indonesia, tetapi semua negara di dunia.
"Saya kira iklim sangat mempengaruhi produktivitas di semua negara dan dalam dua tahun ini negara-negara yang biasanya produksinya berlebih itu pun juga mengalami penurunan yang tajam," kata Presiden.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pemerintah telah menargetkan capaian swasembada dan lumbung pangan dunia agar bisa dicapai dalam waktu cepat.
Untuk itu, fokus kerja yang sedang dilakukan adalah memasang pompanisasi, mencetak sawah hingga mentransformasi pertanian tradisional ke pertanian modern.
"Dulu kita swasembada di 2017, 2019 dan 2020. Dan yang kita kerjakan ini adalah produk kebijakan serta kolaborasi bersama. Karena itu sejak awal saya masuk kabinet tekad saya mutlak harus swasembada," katanya.
Sekarang, kata Mentan, petani tidak perlu khawatir karena pertanian terus menjadi perhatian Presiden Jokowi dan juga dilanjutkan Presiden terpilih Prabowo Subianto, di antaranya adalah penambahan alokasi pupuk hingga 100 persen serta keterlibatan TNI dalam memasang pompanisasi.