Mahasiswa minta TNI-Polri selesaikan polemik pengelolaan Istana Balla Lompa Gowa
Makassar (ANTARA) - Sejumlah aktivis mahasiswa dan pemuda Pemerhati Budaya meminta TNI Polri turut terlibat menyelesaikan polemik antara Kerajaan Gowa dengan Pemerintah Kabupaten Gowa berkaitan pengelolaan Museum dan Istana 'Balla Lompoa' serta siapa yang berhak atas benda pusaka dan mahkota kerajaan tertua itu.
"Kami meminta agar kisruh ini diselesaikan, Pemda dan Kerajaan Gowa mesti bertanggung jawab dimana keberadaan benda pusaka serta 'Salokoa' (mahkota raja) yang tidak pernah lagi ditampilkan ke publik," ujar perwakilan mahasiswa Aas di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis.
Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir sejak polemik antara Pemkab dan pihak keluarga kerajaan Gowa mengemuka, bahkan penguasaan Istana Balla Lompoa (rumah besar) oleh Pemkab setempat, acara adat tidak pernah dilaksanakan termasuk pencucian benda pusaka atau Accera Kalompoang.
"Kami juga meminta kisruh ini diselesaikan dengan melibatkan TNI Polri. Alasannya, pihak keamanan tentu tahu caranya bagaimana menyelesaikan perkara ini. Apalagi mahkota kerajaan tidak jelas keberadaannya, walaupun diklaim ada di brankas kerajaan," ungkap dia.
"Kalau dikatakan tidak mendapatkan kunci brankas, berarti ada kelalaian besar. Karena ini kediaman raja (Balla Lompoa) kenapa (keluarga kerajaan) tidak memiliki kunci. Pertanyaannya, dimana kunci itu. Padahal, kami sebagai generasi muda ingin terus melestarikan budaya leluhur kita," katanya lagi.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian kebudayaan, kata Aas, pihaknya juga mendesak pencabutan Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah (LAD) yang telah disahkan DPRD Gowa, karena diduga terindikasi kepentingan politik.
"Tuntutan lainnya adalah bagaimana pencabutan Perda oleh Pemda tentang lembaga adat karena ada dugaan sarat kepentingan. Adat kerajaan di tanah Sulawesi ini terkhusus di Gowa ini harus terjaga dan dilestarikan," ucapnya menekankan.
Penasehat Hukum Raja Gowa ke-38 Andi Kumala Idjo Daeng Sila, Wawan Nur Rewa saat menerima aspirasi tersebut menyampaikan akan meneruskan berkaitan tuntutan mereka. Kendati demikian, pihak kerajaan sejak insiden Balla Lompoa diambil alih pengelolaannya oleh Pemda, kunci tidak pernah ditemukan.
"Kehadiran kunci itu tidak ditemukan sampai hari ini, kemudian Raja Gowa tidak mengetahui dan melihat dimana kunci tersebut. Yang ada pihak Kerajaan Gowa hanya memegang kunci kamar perempuan atau kebesaran, dan kami tidak bertanggung jawab dimana kunci brankas itu," ungkap Wawan.
Ia menjelaskan, awalnya kunci brankas penyimpanan benda pusaka maupun Salokoa tersebut dipegang keluarga kerajaan untuk melaksanakan ritual 'Accera Kalampoang' (pencucian benda pusaka) setiap tahun usai Lebaran Idul Adha.
Namun sejak Perda LAD diberlakukan bahkan Pemda juga akan menggelar ritual itu, terjadi protes hingga memicu bentrokan antara pasukan kerajaan dengan Satpol PP pada Minggu (11/9/2016), kunci brankas pun dirusak lalu belakangan Pemda menggantinya dengan gembok baru.
"Pemda sendiri yang harus bertanggung jawab bukan dari pihak kerajaan ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalkan ada yang hilang Pemda sendiri yang harus bertanggung. Pemda Gowa mencari solusi dan tidak berdiam diri," tuturnya menegaskan.
"Kami meminta agar kisruh ini diselesaikan, Pemda dan Kerajaan Gowa mesti bertanggung jawab dimana keberadaan benda pusaka serta 'Salokoa' (mahkota raja) yang tidak pernah lagi ditampilkan ke publik," ujar perwakilan mahasiswa Aas di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis.
Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir sejak polemik antara Pemkab dan pihak keluarga kerajaan Gowa mengemuka, bahkan penguasaan Istana Balla Lompoa (rumah besar) oleh Pemkab setempat, acara adat tidak pernah dilaksanakan termasuk pencucian benda pusaka atau Accera Kalompoang.
"Kami juga meminta kisruh ini diselesaikan dengan melibatkan TNI Polri. Alasannya, pihak keamanan tentu tahu caranya bagaimana menyelesaikan perkara ini. Apalagi mahkota kerajaan tidak jelas keberadaannya, walaupun diklaim ada di brankas kerajaan," ungkap dia.
"Kalau dikatakan tidak mendapatkan kunci brankas, berarti ada kelalaian besar. Karena ini kediaman raja (Balla Lompoa) kenapa (keluarga kerajaan) tidak memiliki kunci. Pertanyaannya, dimana kunci itu. Padahal, kami sebagai generasi muda ingin terus melestarikan budaya leluhur kita," katanya lagi.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian kebudayaan, kata Aas, pihaknya juga mendesak pencabutan Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah (LAD) yang telah disahkan DPRD Gowa, karena diduga terindikasi kepentingan politik.
"Tuntutan lainnya adalah bagaimana pencabutan Perda oleh Pemda tentang lembaga adat karena ada dugaan sarat kepentingan. Adat kerajaan di tanah Sulawesi ini terkhusus di Gowa ini harus terjaga dan dilestarikan," ucapnya menekankan.
Penasehat Hukum Raja Gowa ke-38 Andi Kumala Idjo Daeng Sila, Wawan Nur Rewa saat menerima aspirasi tersebut menyampaikan akan meneruskan berkaitan tuntutan mereka. Kendati demikian, pihak kerajaan sejak insiden Balla Lompoa diambil alih pengelolaannya oleh Pemda, kunci tidak pernah ditemukan.
"Kehadiran kunci itu tidak ditemukan sampai hari ini, kemudian Raja Gowa tidak mengetahui dan melihat dimana kunci tersebut. Yang ada pihak Kerajaan Gowa hanya memegang kunci kamar perempuan atau kebesaran, dan kami tidak bertanggung jawab dimana kunci brankas itu," ungkap Wawan.
Ia menjelaskan, awalnya kunci brankas penyimpanan benda pusaka maupun Salokoa tersebut dipegang keluarga kerajaan untuk melaksanakan ritual 'Accera Kalampoang' (pencucian benda pusaka) setiap tahun usai Lebaran Idul Adha.
Namun sejak Perda LAD diberlakukan bahkan Pemda juga akan menggelar ritual itu, terjadi protes hingga memicu bentrokan antara pasukan kerajaan dengan Satpol PP pada Minggu (11/9/2016), kunci brankas pun dirusak lalu belakangan Pemda menggantinya dengan gembok baru.
"Pemda sendiri yang harus bertanggung jawab bukan dari pihak kerajaan ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalkan ada yang hilang Pemda sendiri yang harus bertanggung. Pemda Gowa mencari solusi dan tidak berdiam diri," tuturnya menegaskan.