Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku dicecar 21 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
"Jadi saya telah memberikan keterangan yang sebaik-baiknya ada sekitar 21 pertanyaan, termasuk biodata yang memerlukan waktu 35 menit untuk mengisi biodata tersebut," kata Hasto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
Hasto diperiksa selama sekitar 4,5 jam dan mengungkapkan salah satu pertanyaan dari penyidik adalah soal apakah dirinya mengenal para tersangka dalam kasus korupsi di lingkungan DJKA dan dirinya menegaskan tidak kenal dengan para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Dari 21 pertanyaan yang diberikan kepada saya tersebut berkaitan dengan apakah saya kenal baik dengan salah satu yang ditetapkan tersangka saudara Harno dan saya berikan keterangan bahwa saya tidak memiliki (nomor) handphone yang bersangkutan, tidak pernah melakukan komunikasi secara intens," ujarnya.
Lebih lanjut Hasto juga membantah soal adanya aliran dana terkait perkara tersebut kepada dirinya, seraya mengatakan tidak ada pertanyaan soal aliran dana dari penyidik KPK.
"Kami tidak pernah berbicara dana," kata Hasto.
Sebelumnya, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA Kementerian Perhubungan.
Kasus itu terus berkembang karena korupsi diduga terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa bagian tengah, bagian barat, dan bagian timur; Sumatera; dan Sulawesi.
Kasus di DJKA diawali dengan perkara PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menyuap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Perkara itu lantas terus berkembang hingga proyek-proyek pembangunan di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi.
Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.