Jakarta (ANTARA) - Menjelang 100 hari kerja Kabinet Merah-Putih, ada beberapa hal penting yang kita catat tentang jejak langkah dan gagasan-gagasan Presiden Prabowo Subianto. Kita beruntung mempunyai seorang presiden dan kepala negara yang tepat pada masa yang tepat, meskipun tantangan yang terbentang di dalam dan luar negeri terasa berat.
Tekad Presiden Prabowo untuk membersihkan birokrasi dan menjalankan pemerintahan yang kredibel perlu diapresiasi. Ia tampaknya tulus melakukan perbaikan di berbagai bidang untuk mengangkat citra dan reputasi negara dan bangsa ini.
Tekad yang kuat, jiwa yang patriotik, serta semangat yang berkobar-kobar Presiden Prabowo itu harus bisa diterjemahkan secara cepat dan tepat oleh para pembantunya ke dalam program-program aksi nyata bagi masyarakat yang setiap saat menilai kinerja presiden.
Pepatah lama mengatakan the devil is in the details. Saya teringat ucapan almarhum Jacob Oetama yang dulu mengatakan, "Orang Indonesia itu biasanya kalau sudah membuat rencana, disangkanya bahwa hasilnya sudah dicapai." Ucapan tokoh pers nasional tersebut bisa menjadi pengingat bahwa ada jarak antara gagasan dengan realitas.
Jembatan penghubung antara gagasan dan realitas adalah management and leadership. Begawan manajemen terkemuka Peter F. Drucker berkata bahwa tidak ada negara yang miskin, yang ada hanyalah negara-negara yang tidak dikelola dengan baik. Untuk mengelola negara dengan baik, maka pendekatan politik saja tidaklah cukup, perlu pendekatan manajemen.
Kepala negara adalah seorang leader-manager yang diharapkan memimpin perubahan. Dia memimpin perubahan yang diinginkannya. Untuk itu, selain leadership yang kuat, pemimpin perubahan juga memerlukan kemampuan manajerial yang andal. Sebab hanya dengan manajemen dan kepemimpinan yang baik dapat dicapai hasil yang diinginkan.
Kabinet Merah-Putih adalah acuan mengenai manajerial dan kepemimpinan bagi semua organisasi di negara ini. Dari cara Prabowo menjalankan pemerintahan, banyak pihak bisa belajar tentang kepemimpinan serta praktik terbaik dalam berorganisasi. Leader-manager yang patriotik dan berhati tulus, dengan gagasan-gagasan terobosan yang berani itu, harus bisa melihat hasil yang diinginkannya kelak.
Dari pidato-pidatonya, jelas tergambar keseriusan dan keikhlasannya untuk membenahi bangsa ini. Hanya saja, keikhlasan itu bukan berarti menyenangkan hati semua pihak. Sebab itu tidak mungkin dilakukan di negara demokrasi sebesar ini. Akan ada orang yang setuju, tapi ada pula yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah. Itulah indahnya dinamika demokrasi.
Colin Powell berkata, terkadang seorang pemimpin terpaksa mengecewakan beberapa orang untuk mendapat hasil yang besar bagi banyak orang, sebab "leadership is solving problems." Ia lantas menambahkan, "The day soldiers stop bringing you their problems is the day you have stopped leading them."
Sebagai sesama mantan jenderal, Prabowo tentu sangat memahami ungkapan mantan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat itu, yang kemudian menjadi Menteri Luar Negeri yang ke-65 Amerika Serikat tersebut.
Dengan sikap demikian itu, Prabowo kini memimpin perubahan. Ia bertekad mengubah Indonesia menjadi negara industri maju. Ia bertekad agar negara ini bisa berswasembada pangan dan energi, kemiskinan dihapus, rakyat hidup sejahtera dan sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya.
Satu contoh konkrit, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak sekolah sudah dimulai dan diharapkan bisa diteruskan, bukan saja di masa pemerintahan Prabowo, tetapi untuk seterusnya, sebagai investasi negara di bidang peningkatan kualitas SDM, sekaligus sebagai upaya memberdayakan rakyat di lapisan bawah piramida ekonomi.
Dulu, ayahanda Prabowo, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, mengatakan, setiap tahun terjadi kebocoran APBN 30 persen dan sekarang mungkin lebih. Karena itu, ketika putranya menjadi presiden, publik menaruh harapan besar di pundak Prabowo untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Mungkin masih terlalu dini untuk mengharapkan bahwa salah satu gebrakan Prabowo dalam 100 hari kerja kabinetnya adalah mendorong legislasi tentang perampasan aset, yang telah lama menjadi perhatian publik, tapi belum juga tertuntaskan. Andaikan itu terjadi, rakyat yang mendambakan keadilan akan berdiri di belakang Presiden Prabowo untuk melaksanakannya sebagai bagian dari tekad pemimpin untuk menyelamatkan aset negara.
Semua itu bisa dicapai apabila stabilitas dalam negeri semakin mantap, penegakan hukum tidak "berselingkuh" dengan kepentingan politik dan bisnis, dan keadilan menjadi budaya baru di bangsa ini. Itu berarti harus terjadi keadilan di semua bidang, politik, hukum, ekonomi, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Gagasan presiden tentang perlunya menyederhanakan sistem pemilu adalah suatu terobosan, demi efisiensi sumber daya negara dan agar tidak membuka peluang oligarki serta pembudayaan korupsi dalam proses pemilu.
Para ahli di bidang ini perlu mengkaji secara mendalam untuk menerjemahkan gagasan presiden tersebut. Masalahnya bukan bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak kita menyederhanakan sistem pemilu seperti yang digagas presiden. Misalnya, kepala daerah dipilih secara langsung oleh DPRD.
Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan keputusan menghapus presidential threshold 20 persen. Artinya, pemilihan langsung akan dilanjutkan di tingkat pilpres, sementara presiden menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Keputusan MK tidak dapat diubah, karena bersifat final dan mengikat. Apakah itu berarti bisa dilakukan sistem hibrida dalam pemilu, kepala daerah dipilih oleh DPRD tapi presiden dipilih secara langsung oleh rakyat? Ini membutuhkan pengkajian yang mendalam tentang demokrasi perwakilan, sesuai Pancasila dan konstitusi negara, di tengah sistem pemilihan langsung yang kini digunakan.
Hal yang dibutuhkan bukan hanya penyederhanaan sistem pemilu, tapi juga pendemokratisasian partai-partai politik. Elok tampaknya apabila semua partai politik melakukan konvensi, agar bisa muncul calon-calon terbaik yang dipilih karena kapasitas dan integritas dirinya, tetapi bukan karena pertimbangan subjektif.
Konvensi demikian itu, jika dibudayakan, bisa menjadi salah satu cara pendemokratisasian partai-partai politik untuk menghindari intervensi subjektif yang menghambat munculnya kader-kader terbaik dalam organisasi parpol. Sebab jika penyelenggara negara dihasilkan oleh parpol, maka sistem penyaringan kader terbaik perlu dilakukan secara objektif.
Rakyat tidak menginginkan partai politik yang didukungnya hanya dikangkangi oleh figur-figur tertentu saja. Sebab bangsa besar ini tidak kekurangan tokoh. Pintu peluang untuk itu perlu dibuka lebar, agar anak-anak bangsa yang berprestasi dan berpotensi besar bisa berkontribusi bagi kejayaan negara dan bangsa ini.
Hal lain yang menonjol menuju 100 hari kepemimpinan Prabowo adalah sikap politik luar negerinya yang semakin tegas dan proaktif. Ini perlu didukung dan diterjemahkan secara tepat oleh Kementerian Luar Negeri. Di Shangri-La Dialog, KTT APEC, dan KTT G20, Prabowo mengemukakan gagasan-gagasan berani tentang kondisi dunia yang membutuhkan stabilitas untuk memperluas kerja sama, serta kondisi nyata bangsa kita di bidang sosial-ekonomi, termasuk kemiskinan yang masih menjadi masalah.
Ia juga menggugah para pemimpin dunia Islam di KTT D8 untuk berhenti bertikai, dan mengupayakan perdamaian di tengah konflik Israel-Palestina yang masih menyayat hati. Sebab suara dunia Islam tidak akan didengar apabila masih terjadi pertikaian di antara para pemimpin sesama negara berpenduduk Muslim. Bahkan, di dunia yang multipolar ini, perang yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Ukraina, tentu mempengaruhi arus investasi dan perdagangan kita.
Sikap politik luar negeri presiden yang berani dan proaktif itu perlu didukung oleh kondisi di dalam negeri sendiri. Sebab suara Indonesia pun tidak akan didengar di luar apabila kondisi dalam negeri sendiri tidak mendukung, termasuk di bidang penegakan hukum dan keadilan serta hak-hak asasi manusia.
Di bidang ekonomi, misalnya, arus investasi asing dan ekspansi usaha oleh pemodal dalam negeri sangat ditentukan oleh kepastian hukum yang membentuk kepercayaan investor. Maka upaya Prabowo untuk menegakkan hukum, termasuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menghentikan oligarki di segala bidang, perlu didukung sepenuhnya.
Kita berharap bahwa rakyat akan memberikan nilai baik untuk kinerja presiden dan kabinetnya dalam 100 hari kerja, serta terus memberikan nilai positif kepada pemerintah dalam lima tahun ke depan.
Kuncinya adalah presiden perlu menjadi acuan leader-manager untuk memimpin perubahan dan Kabinet Merah-Putih harus mampu menerjemahkan gagasan-gagasan presiden ke dalam hasil kerja nyata yang bisa dilihat oleh rakyat, supaya tidak muncul guyonan seakan-akan kita hanya "omon-omon saja".
*) Irman Gusman adalah Ketua DPD RI periode 2009-2016, senator asal Sumatera Barat, 2024-2029
Editor: Masuki M Astro
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kontemplasi menjelang 100 hari Kabinet Prabowo