Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengatakan artificial intelligence (AI) juga bisa berbohong ketika menghitung kemungkinan Indonesia lolos kualifikasi Piala Dunia 2026.
Stella dalam acara Simposium Integrasi Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sektor Digital Informal di Jakarta, Rabu, menceritakan bahwa ia dan timnya sempat menghitung kemungkinan Indonesia lolos kualifikasi Piala Dunia sebelum melawan China.
"Sebelum kita bertanding lawan China, masih ada sisa enam permainan, ada 729 skenario, lalu harus dihitung berapa kemungkinan skenario-skenario yang terjadi? Maka kami meminta AI memprogram atau coding untuk menghitung probabilitas dari 729 skenario tersebut," katanya.
Kemudian, setelah memberikan perintah atau prompt, Stella menemukan bahwa AI berbohong. Teknologi tersebut hanya memberikan estimasi saja, tidak menghitung kemungkinan seluruhnya.
"Waktu itu kita pakai Deep Seek, dan ternyata AI hanya memberi estimasi, tidak menghitung seluruhnya," ujar dia.
Menurut dia, kemampuan yang diperlukan oleh masyarakat bukan hanya bagaimana menggunakan AI, melainkan lebih dari itu, yakni kemampuan bernalar, mengkritisi, serta mengevaluasi hasil yang telah diberikan oleh AI.
"Bagus kalau kita mengerti coding, tetapi yang diperlukan bukan hanya mampu mengerti coding saja, karena kalau kita tidak mengkritisi, maka akan celaka, tidak bisa membuat hasil-hasil ekonomi atau mempekerjakan orang kalau tidak mengevaluasi hasilnya," kata dia.
Stella menegaskan, evaluasi yang dilakukan terhadap hasil AI lebih penting ketika memang tujuannya untuk menyerap tenaga kerja maupun meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang lebih bersaing di era AI.
"Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil AI menjadi satu kemampuan paling penting yang harus dimiliki untuk kurikulum AI," tuturnya.
Untuk meraih bonus demografi dan memanfaatkan peluang besar yang bisa didapatkan di era AI, menurut dia, kemampuan evaluasi tersebut menjadi salah satu hal penting yang harus terus dilatih dan difasilitasi oleh pemerintah.
"Secara konkret, AI membuka peluang bagi mereka yang tidak berjuang di jalur formal untuk bisa secara cepat membuka kesempatan yang tadinya hanya bisa dilakukan oleh pakar-pakar tertentu, jadi yang paling diperlukan bukan skill persis sama yang bisa dilakukan oleh AI, tetapi bagaimana kita mengevaluasi hasil dari AI tersebut," kata Stella Christie.