Makassar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) memperkuat sinergisitas dalam percepatan pembebasan lahan tahap IV untuk Bendungan Jenelata di Kabupaten Gowa.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Jufri Rahman di Makassar, Selasa, mengatakan pembangunan Bendungan Jenelata membutuhkan lahan seluas 39 hektare milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 8, sedangkan pembebasan lahan tahap satu, dua, dan tiga telah rampung dengan luas 29 hektare.
Saat ini, kata dia, proses pembebasan lahan memasuki tahap empat yang menyisakan 10 hektare. Luas lahan yang tersisa ini mencakup 29 bidang tanah yang terindikasi beririsan atau tumpang tindih antara aset PTPN dan masyarakat.
"Pertemuan hari ini untuk keberlanjutan Proyek Strategis Nasional Jenelata. Kami berharap agar bisa segera diselesaikan," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Lanjutan Satgas Percepatan Investasi Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar.
"Kami bersyukur Kejaksaan Tinggi melakukan pendampingan terhadap percepatan ini, apalagi dihadirkan juga dari camat, kepala desa, dan masyarakatnya," lanjut Jufri.
Ia juga menambahkan, percepatan pembebasan lahan tahap empat sangat diharapkan agar proses pembangunan Bendungan Jenelata dapat segera diselesaikan.
Ia menjelaskan, kehadiran bendungan ini akan sangat bermanfaat dalam ketersediaan air baku bukan hanya untuk Makassar, tetapi juga Gowa. Termasuk pertanian juga akan mendapatkan manfaatnya, baik di Gowa, Takalar, dan sekitarnya.
"Kita mau melihat Sulsel maju dan masyarakat Gowa mendapatkan perlakuan yang adil. Kami berharap ini segera tuntas karena ini adalah PSN," jelas Jufri Rahman.
Wakajati Sulsel Teuku Rahman, menjelaskan peran Kejaksaan Tinggi dalam proyek ini.
"Kejati Sulsel juga merupakan Ketua Satgas Percepatan Investasi. Karena pembangunan bendungan ini pada dasarnya akan berkelanjutan investasi ekonomi di Sulsel," katanya.
Ia juga menekankan bahwa pembangunan bendungan ini untuk kepentingan umum, dengan dampak yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat.
"Rapat ini mencari win-win solution, bagaimana pembangunan Jenelata ini dalam prosesnya dapat segera diselesaikan. Adanya permasalahan lahan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah," urainya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Suryadarma, menyatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran untuk penyelesaian pembebasan lahan, namun prosesnya harus mengikuti aturan, khususnya terkait lahan yang masih tumpang tindih.
Salah satu perwakilan masyarakat yang hadir, Samsuddin M dari Dusun Manyampa, Desa Tanakaraeng, mengungkapkan bahwa dirinya telah berkebun di lahan tersebut sejak tahun 1986.
"Kami kelola dan tidak ada larangan. Tapi jika ada seperti ini, kami legowo, tapi kami meminta ada penggantian tanaman saya," ungkapnya, menunjukkan harapan akan adanya kompensasi yang adil.
Bendungan Jenelata diketahui merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di Sulawesi Selatan dengan rencana anggaran pembangunan sebesar Rp4,15 triliun. Anggaran ini bersumber dari APBN dan pinjaman dari Cexim Bank Tiongkok.
Bendungan ini akan dibangun dengan tipe Concrete Face Rockfill Dam (CFRD) setinggi 62,8 meter, dengan kapasitas tampungan normal 223,6 juta meter kubik air dan luas area genangan hingga 12,20 kilometer persegi.
Manfaat Bendungan Jenelata sangat beragam, di antaranya adalah mereduksi banjir periode ulang 50 tahun dari 1.800 meter kubik per detik menjadi 686 meter kubik per detik.
Bendungan ini juga akan menyediakan air baku sebesar 6,05 meter kubik per detik, mengairi lahan irigasi seluas 26.773 hektare, dan memiliki potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 7 Mega Watt. Rencananya, pembangunan bendungan ini akan selesai pada tahun 2028.