Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi bersama Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKPHAM) Sulawesi Tengah mengecam pembubaran paksa pemutaran dan diskusi film "Senyap" di Mamuju, Sulawesi Barat.
"Kami mengecam pembubaran paksa aparat kepolisian dan keamanan lainnya saat diskusi dan pemutaran film di warkop Abang, Mamuju, Sulawesi Barat," kata anggota KontraS Sulawesi Asyari Mukrim dalam keterangan persnya diterima di Makassar, Senin.
Asyari menyatakan pembubaran paksa diskusi dan pemutaran film "Senyap" terjadi pada 28 Maret 2015 sekitar pukul 20.00 WITA.
"Ada upaya intimidasi dan upaya pembubaran paksa pada saat itu dilakukan pihak kepolisian Polres Mamuju dibantu Kodim, serta pihak Kejaksaan termasuk keamanan berlabel BAIS saat acara berlangsung," paparnya.
Aparat tetap membubarkan kendati penyelenggara pemutaran dan diskusi film itu adalah salah satu media cetak di Sulbar dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Mamuju.
Pembubaran paksa tersebut, kata dia, berdampak pada munculnya ketakutan bagi masyarakat dan peserta pemutaran dan diskusi film yang berjumlah puluhan orang.
Asyari menyebut berdasarkan informasi pemutaran dan diskusi film serupa yang digelar di berbagai tempat lain berlangsung kondusif seperti di Palu, Makassar, Bandung, dan Jakarta.
"Itu berkat dukungan dari berbagai pihak yang menghendaki adanya rekonsiliasi terhadap kejahatan masa lalu," ujar dia.
Aktivis SKPHAM Sulteng Ella mengungkapkan pembubaran paksa yang disertai dengan keterlibatan dan pembiaran aparat, jelas melanggar UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) dan 28F tentang hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat.
"Mereka juga melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil Politik, "ungkapnya.
Terjadinya aksi pembubaran paksa yang berulang itu, lanjut dia, jelas menunjukkan pemerintah belum berhasil menjaga hak-hak sipil warga negaranya, seperti korban dan keluarga korban 1965-1966 dan khalayak yang memiliki empati terhadap kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Ini menandakan komitmen negara dalam menjamin terpenuhinya hak warga negara oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo sesuai dengan visi-misi Jokowi-JK sama sekali belum terimplementasikan dengan baik," katanya.
Pihaknya bersama KontraS Sulawesi menuntut penghentian segala bentuk upaya intimidasi dan pembubaran paksa terhadap pemutaran film Senyap di Indonesia.
"Kami bersama KontraS Sulawesi meminta Presiden Jokowi segera menuntaskan kejahatan kemanusian peristiwa tahun 1965-1966, di mana korban masih terus memperoleh ketidakadilan, stigma, dan diskriminasi," katanya.
Sigit Pinardi
Berita Terkait
Prevalensi stunting di Pinrang Sulsel turun 3,3 persen pada 2023
Rabu, 1 Mei 2024 17:51 Wib
Rektor UNM ingin segera bangun kampung halamannya di Sulawesi Barat
Rabu, 1 Mei 2024 17:49 Wib
BPBD: Material longsor menutup jalan Trans Sulawesi di Mamuju Tengah
Rabu, 1 Mei 2024 13:36 Wib
Pengguna kendaraan listrik mengapresiasi kemudahan isi daya di SPKLU PLN
Selasa, 30 April 2024 0:22 Wib
Bea Cukai Subagsel: Potensi kerugian negara dari barang ilegal Rp2,73 miliar
Senin, 29 April 2024 23:57 Wib
Penerimaan Bea Cukai Sulbagsel triwulan I capai Rp116,7 miliar
Senin, 29 April 2024 22:11 Wib
Ditlantas dan Tim RTMC tingkatkan keselamatan berlalu lintas di Sulawesi Barat
Kamis, 25 April 2024 16:10 Wib
Gempa magnitudo 5,3 guncang Gorontalo
Kamis, 25 April 2024 6:51 Wib