Makassar (ANTARA Sulsel) - Pengamat Politik Universitas Hasanuddin Hidayat Nahwi Rasul mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak 11 Kabupaten di Sulawesi Selatan 9 Desember 2015 mesti dikawal penyelenggara yang netral.
"Peserta pilkada itu harus memenuhi unsur jujur dan adil atau Jurdil serta langsung, bebas dan rahasia atau Luber. Kalau itu tidak terpenuhi maka Pilkada dinyatakan gagal," sebutnya di Makassar, Sabtu.
Menurut dia penyelenggaran pilkada dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bekerja netral dan tidak boleh memihak apalagi bermain untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
"Penyelanggara tidak netral maka hasilnya akan `distrust` atau membuat masyarakat tidak percaya, sehingga akan ada pertentangan baru ketika calon yang terpilih menjalankan pemerintahannya nanti," ucap dia.
Direktur Lembaga Center For Inforamation and Cultural Studies (CFICS) Sulawesi Selatan ini mengungkapkan bila itu yang terjadi maka Pilkada akan menghasilkan dikotomi yang hanya menguntungkan kelompok bukan pada publik.
Demokrasi, kata dia, melahirkan negarawan bukan politisi yang berbasis transaksional yang bisa menghawatirkan dan meruntuhkan keutuhan nilai dasar demokrasi itu sendiri. Akibatnya kepentingan kelompok tertentu akan lebih diutamakan dari pada kepentingan publik.
Kendati pengalaman pelaksaan Pilkada di Indonesia selalu berujung pada sengketa dan perseteruan antarcalon yang dipicu ketidaknetralan penyelenggaran, namun dirinya berharap Pilkada serentak tahun ini dapat berjalan baik tidak lagi seperti Pilkada sebelumnya.
"Lahirnya proses transaksional politik masuk dalam kepentingan kelompok maka jelas itu kegagalan yang tidak mengkonversi kepentingan publik menjadi sebuah kebijakan publik," tegasnya.
Berdasarkan data ada beberapa calon Kepala Daerah yang sudah mendapatkan status tersangka baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan termasuk KPK, tapi masih saja penyelenggara membuka ruang bagi mereka untuk ikut Pilkada.
Dirinya menyebut negara ini krisis pemimpin yang lurus dan transparan. Bahkan lanjut dia, jarang calon pemimpin yang punya gagasanan menciptakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi guna mendorong keberlangsungan demokrasi sehingga terjadi anomali.
"Kalau mau melihat pemimpin yang baik harus adil, transparan, akuntabel mesti membuat kontrak politik yang bersifat program bermanfaat serta mensejahterakan masyarakat, bukan janji-janji politik secara lisan kepada rakyatnya," ujar dia menyarankan.
Hidayat menambahkan tidak jarang diakhir masa jabatan Kepala Daerah terjerat kasus korupsi, hal inilah yang harus dicermati masyarakat betapa pentingnya proses demokrasi itu berjalan Jurdil dan Luber serta tidak ada praktek transaksional di dalamnya.
"Pemilh yang cerdas harus melihat rekam jejak calon pemimpinnya, apakah pernah terlibat kasus atau tidak, apakah programnya bisa mensejahterkan raakyat. Selain itu praktek politik uang mesti diwaspadai penyelengggara dan masyarakat jangan mau dibodohi dengan diberikan uang ataupun janji politik palsu," tambahnya.
Berita Terkait
Sulsel siap melaksanakan Pilkada Serentak 27 November 2024
Sabtu, 18 Mei 2024 18:34 Wib
KPU Sulsel : Maju Pilkada anggota DPRD aktif wajib mundur
Rabu, 15 Mei 2024 17:18 Wib
KPU Makassar : Tidak ada bakal pendaftar calon perseorangan Pilkada 2024
Senin, 13 Mei 2024 19:36 Wib
KPU Sulsel pastikan tidak ada calon perseorangan Pilkada 2024
Senin, 13 Mei 2024 19:35 Wib
Syarat dan sebaran dukungan yang harus diserahkan bapaslon Pilkada 2024 ke KPU
Sabtu, 11 Mei 2024 11:59 Wib
KPU RI: Caleg terpilih belum dilantik tak wajib mundur bila ikut Pilkada 2024
Jumat, 10 Mei 2024 12:11 Wib
KPU Makassar buka aduan tanggapan masyarakat terkait seleksi PPK
Rabu, 8 Mei 2024 22:19 Wib
Pengamat : Bencana ekologis menjadi ancaman karena rutin dan serentak
Minggu, 5 Mei 2024 9:57 Wib