Makassar (ANTARA Sulsel) - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Yunus Abidin meminta agar para guru mendorong gerakan literasi pendidikan guna peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, menyusul disertifikasi tenaga pendidik yang lebih banyak mengalokasikan dana membeli buku.
"Kalau sadar, alokasi dana untuk beli buku para pendidik meningkat signifikan, namun sepertinya di lapangan tidak demikian," kata Yunus saat di Makassar untuk menyusun modul literasi untuk sekolah rujukan USAID Prioritas di Makassar, Senin.
Menurut dia Salah satu kendala menggerakkan literasi di Indonesia, adalah masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya gerakan literasi di sekolah. Setelah guru disertifikasi seharusnya daya beli buku cukup tinggi dan bukan untuk memenuhi belanja konsumtif.
Pengarang buku-buku tentang literasi ini mengatakan beberapa guru yang sudah sadar juga belum mengenal strategi-strategi membaca efektif untuk para siswa. Pembinaan untuk guru dalam menggerakkan literasi di sekolah sangat diperlukan.
Sedangkan metode untuk guru sekolah dasar pada kelas tinggi yaitu kelas empat, lima, dan enam, sudah harus mampu memfasilitasi membaca efektif pada siswa. Untuk gerakan literasi sekolah guru tidak boleh sekadar menyuruh siswa membaca, lalu meninggalkan begitu saja, atau hanya menyuruh siswa menjawab pertanyaan di buku-buku itu sebagai tugas. Kegiatan membaca yang efektif memiliki strategi tersendiri,
Dirinya membagi kegiatan membaca agar bisa efektif menjadi tiga fase. Pertama, fase pra baca. Fase ini siswa diajak guru mengenal buku dengan pertanyaan-pertanyaan pemandu atau apersepsi, membuat prediksi atau perkiraan-perkiraan tentang isi buku atau membuat pertanyaan sendiri dan mencoba dijawabnya sendiri melalui prediksinya.
Kedua, fase membaca lanjutnya, siswa bisa menguji prediksinya, apakah benar atau tidak, mendiskusikan isi dengan teman-temannya, menganalisis informasi, dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan menggali isi bacaan.
Fase ketiga yaitu fase pasca baca, siswa diajak untuk menulis hasil bacaannya secara kreatif, dengan membuat beragam karya-karya kreatif, seperti pamflet, poster, komik, resensi atau rangkuman berdasarkan bahasanya sendiri.
"Jangan menggunakan pertanyaan-pertanyaan di teks, tapi meminta siswa secara kreatif mengkreasi sendiri karya dengan bahasa sendiri dan disesuaikan konteksnya sendiri," ujarnya.
Dengan cara demikian, tutur Yunus, siswa akan lebih mampu memahami isi bacaan, dan secara kreatif memproduksi sendiri bacaan sehingga keterampilan membaca dan menulisnya siswa akan menjadi lebih terasah.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyebutkan Indonesia sedang dalam kondisi darurat literasi. Rendahnya minat baca penduduk Indonesia telah mendorong Kemdikbud mengeluarkan Permendiknas nomor 23 Tthun 2015, salah satu poinnya tentang kewajiban sekolah menyelenggarakan jam membaca 15 menit sebelum pembelajaran.
"Tidak hanya 15 menit itu saja guru harus ikut membaca bersama siswa. Tetapi disela-sela pembelajaran atau saat istirahat, mereka mestinya memperlihatkan pada siswa bahwa mereka rajin membaca, sehingga siswa terpengaruh mencontoh," tambah Koordinator provinsi USAID Prioritas Sulsel Jamaruddin.