PKK Sulsel dorong perketat pengawasan perkawinan anak
Makassar (Antaranews Sulsel) - Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Sulawesi Selatan (Sulsel) Liestiaty F Nurdin mendorong agar pengawasan terhadap perkawinan anak diperketat.
"Delapan bulan terakhir, 720 bocah Sulsel dinikahkan dini. Ini tidak main-main. Kantor Urusan Agama, Pengadilan Agama, dan pemerintah setempat, jangan memberikan peluang untuk mereka," kata Liestiaty saat menghadiri Deklarasi dan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak, di Kabupaten Maros, Senin.
Deklarasi ini dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Maros bekerjasama dengan Institute of Community Justice (ICJ) atas dukungan Australia Indonesia Partnership For Justice 2.
Menurut Liestiaty, perkembangan teknologi informasi, menjadi salah satu penyebab tingginya angka perkawinan anak.
"Karena itu, anak sebaiknya diawasi dalam penggunaan gadget," imbuhnya.
Perkawinan anak, kata dia, merupakan praktek buruk, karena mengancam tumbuh kembang anak. Pendidikan, kesehatan, dan kualitas keluarga mereka akan bersoal.
"Saat mereka hamil, rahimnya sebenarnya belum siap menerima jabang bayi," terangnya.
Ia menuturkan, meskipun Sulsel banyak disorot media terkait perkawinan anak, namun belum bisa digolongkan bahwa Sulsel dalam kondisi darurat. Meski demikian, lanjutnya, seluruh pemangku kepentingan harus berkomitmen, tidak ada toleransi terhadap pelaku eksploitasi anak.
Apa lagi, tambahnya, mengawinkan anak di usia masih muda juga kekerasan anak. Perempuan berpotensi pendarahan, melahirkan anak berkebutuhan khusus, menjadi korban eksploitasi seksual, hingga KDRT.
"Tingginya usia perceraian juga bisa disebabkan oleh pernikahan dini," ungkapnya.
Ia mengajak seluruh jajaran PKK dan organisasi kewanitaan untuk bersama-sama mensosialisasikan, agar para orangtua tidak menikahkan anaknya di usia muda. Dimulai dengan membuat pemetaan, daerah mana saja yang rawan perkawinan anak.
Dalam kunjungannya ke Kabupaten Maros, Lies juga mengunjungi Tempat Penitipan Anak (TPA) di Kantor Bupati Maros, serta sentra pembuatan "Lamming" dan pakaian pengantin adat Sulsel.
"Delapan bulan terakhir, 720 bocah Sulsel dinikahkan dini. Ini tidak main-main. Kantor Urusan Agama, Pengadilan Agama, dan pemerintah setempat, jangan memberikan peluang untuk mereka," kata Liestiaty saat menghadiri Deklarasi dan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak, di Kabupaten Maros, Senin.
Deklarasi ini dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Maros bekerjasama dengan Institute of Community Justice (ICJ) atas dukungan Australia Indonesia Partnership For Justice 2.
Menurut Liestiaty, perkembangan teknologi informasi, menjadi salah satu penyebab tingginya angka perkawinan anak.
"Karena itu, anak sebaiknya diawasi dalam penggunaan gadget," imbuhnya.
Perkawinan anak, kata dia, merupakan praktek buruk, karena mengancam tumbuh kembang anak. Pendidikan, kesehatan, dan kualitas keluarga mereka akan bersoal.
"Saat mereka hamil, rahimnya sebenarnya belum siap menerima jabang bayi," terangnya.
Ia menuturkan, meskipun Sulsel banyak disorot media terkait perkawinan anak, namun belum bisa digolongkan bahwa Sulsel dalam kondisi darurat. Meski demikian, lanjutnya, seluruh pemangku kepentingan harus berkomitmen, tidak ada toleransi terhadap pelaku eksploitasi anak.
Apa lagi, tambahnya, mengawinkan anak di usia masih muda juga kekerasan anak. Perempuan berpotensi pendarahan, melahirkan anak berkebutuhan khusus, menjadi korban eksploitasi seksual, hingga KDRT.
"Tingginya usia perceraian juga bisa disebabkan oleh pernikahan dini," ungkapnya.
Ia mengajak seluruh jajaran PKK dan organisasi kewanitaan untuk bersama-sama mensosialisasikan, agar para orangtua tidak menikahkan anaknya di usia muda. Dimulai dengan membuat pemetaan, daerah mana saja yang rawan perkawinan anak.
Dalam kunjungannya ke Kabupaten Maros, Lies juga mengunjungi Tempat Penitipan Anak (TPA) di Kantor Bupati Maros, serta sentra pembuatan "Lamming" dan pakaian pengantin adat Sulsel.