Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan banyak vaksin di luar negeri dikembangkan oleh perusahaan swasta bukan pemerintah.
"Yang berlomba (untuk menemukan vaksin) adalah para pabrik karena memang di dunia barat rata-rata yang mengembangkan vaksin adalah perusahaan swasta, pemerintah tidak campur tangan, pemerintah hanya dalam posisi membeli dan memakai karena yang melakukan imunisasi massal adalah pemerintah," kata Menristek Bambang dalam gelar wicara virtual, Jakarta, Selasa.
Sementara di Indonesia, yang memimpin pembuatan vaksin adalah PT Bio Farma yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN), dan tidak masuk pasar modal. Dan dari sisi riset vaksin, utamanya dikuasai Lembaga Eijkman yang juga di bawah Kementerian Riset dan Teknologi. Dana pengembangan vaksin sendiri mayoritas disokong oleh pemerintah.
Saat ini, Indonesia sedang membentuk tim pengembangan vaksin nasional yang berisikan berbagai kementerian dan lembaga serta swasta diantaranya Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian BUMN, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perindustrian.
"Kita ingin mendapatkan vaksin dalam waktu relatif cepat artinya tidak tertinggal dari negara lain dan kita mengembangkan vaksin Indonesia sendiri yang efektif untuk virus yang beredar di Indonesia," tutur Menristek Bambang.
Indonesia merupakan negara besar dengan lebih dari 250 juta penduduk. Jika ingin melakukan vaksinasi terhadap dua per tiga dari total penduduk Indonesia, maka paling tidak harus memproduksi sekitar 250 juta sampai 300 juta ampul karena satu orang bisa membutuhkan dua ampul.
Ada perusahaan swasta di luar ada yang mengklaim bisa memproduksi 1 miliar ampul vaksin setahun sementara Bio Farma bisa memproduksi 250 juta ampul.
Dengan kebutuhan yang besar itu, maka Menristek Bambang mendorong kemandirian bangsa dalam pengembangan dan produksi vaksin.
Jika sepenuhnya harus bergantung pada impor dan luar maka akan kesulitan untuk penuhi kebutuhan dan bisa terjadi harga melonjak karena permintaan secara global luar biasa besar dan sisi suplai terbatas.
"Kalau membeli langsung ada kemungkinan harganya tidak bisa normal dalam kondisi pandemi," tuturnya.
Jika melihat banyaknya penduduk dunia yang membutuhkan vaksin COVID-19, maka naluri ekonomi dan bisnis menyebabkan banyak perusahaan berlomba-lomba membuat vaksin karena permintaan yang besar.
Perusahaan swasta di luar negeri yang mengembangkan vaksin terus menginformasikan kemajuan pengembangan vaksin secara berkala untuk meningkatkan harga saham mereka.
Berita Terkait
OJK mengakhiri restrukturisasi kredit karena perbankan sudah resilien
Minggu, 31 Maret 2024 18:00 Wib
Komisi IX DPR meminta Kemenkes sosialisasikan vaksin berbayar COVID-19
Minggu, 31 Desember 2023 6:04 Wib
Kapolda Sulbar imbau masyarakat mewaspadai penyebaran COVID-19
Selasa, 19 Desember 2023 17:49 Wib
Kemenkes : Saat ini belum ditemukan mutasi baru virus COVID-19
Selasa, 19 Desember 2023 16:13 Wib
Wapres Ma'ruf Amin : Pemerintah terus pantau perkembangan COVID-19
Senin, 18 Desember 2023 14:34 Wib
Menko PMK berpesan agar warga terapkan Prokes saat liburan Natal dan tahun baru 2024
Senin, 18 Desember 2023 14:04 Wib
WHO : Ada sembilan varian COVID-19 yang kini mendominasi di dunia
Minggu, 17 Desember 2023 19:23 Wib
Presiden Jokowi : Pemerintah belum putuskan untuk imbau pakai masker soal COVID-19
Jumat, 15 Desember 2023 13:02 Wib