Makassar (ANTARA) - Pemerintah mengalokasikan anggaran total senilai Rp9,9 miliar untuk biaya revitalisasi Rumah Potong Hewan (RPH) Antang di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
"Alhamdulillah, Pemkot mendapat perhatian pemerintah pusat. Anggaran dari pusat kita disuplai sebesar Rp1,4 miliar untuk pengadaan pemasangan peralatan, dan Pemprov Sulsel Rp8,5 miliar untuk pembangunan fisik bangun utama," sebut Penjabat Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin, Selasa.
Menurut dia, pengerjaan RPH menuju modernisasi merupakan salah satu hal utama, mengingat dulunya terkesan kurang perawatan, sehingga perlu dibenahi tentunya dengan sokongan anggaran yang besar.
Untuk itu, pengerjaan revitalisasi RPH ini tidak boleh setengah-setengah, konsep dan metodenya harus matang dan menjadi skala prioritas. Bahkan rencananya, lokasinya akan perluas menjadi enam hektare.
Selain itu, Kepala Dinas Prasarana Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemprov Sulsel ini berharap, RPH ini nantinya setelah selesai direvitalisasi bisa memenuhi standar higienitas, halal dan bersih, karena itu menjadi poin penting yang sebelumnya tidak menjadi perhatian.
"Tentu kita apresiasi (bantuan anggaran). Oleh karenanya, Pemkot Makassar perlu bersinergi secara kongkrit, provinsi sudah menghadirkan gedung, kita akan suplai nanti mobiler-nya (peralatan)," kata Rudy.
Dengan revitalisasi ini, harapannya kualitas daging bisa lebih segar, masyarakat pun nyaman berbelanja selain berkualitas, halal, hingga kebersihan sampai pada penyembelihan hewan sesuai dengan syariat harus tetap dijaga, dan itu menjadi catatan penting.
Untuk tampilan baru RPH Antang nanti, diharapkan dapat menjadi destinasi menarik, karena selain tempat pemotongan hewan, di sekitar lokasi juga akan di bangun pasar hewan serta rumah pengolahan kulit hewan untuk dijadikan tas dan sepatu.
Sedangkan untuk operasional bangunan baru RPH, kata dia, sesegera mungkin. Saat ini sedang diramu dan mencari informasi paling tepat tentang pengelolaannya.
Mengenai dengan perluasan lokasi, kata dia, dibutuhkan enam hektare, hanya saja, masih ada 3,1 hektere lahan warga yang belum dibebaskan. Kendati demikian, soal itu adalah bagian dari administrasi, sebab ganti rugi lahan tidak segampang itu, ada mekanismenya.
"Ada tahapan-tahapan prosedural yang harus dilalui, dengan regulasi akuntabilitas yang standar, itu harus dilewati tidak bisa diloncati. Kita tidak ingin lahan dibeli, lantas bermasalah baik dari sisi Pemkot maupun dari sisi warganya," ujar dia.