IESR: Upaya penurunan emisi GRK harus dilakukan lebih ambisius
Makassar (ANTARA) - Exutive Director Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumewa mengatakan upaya pemerintah menurukan emisi gas rumah kaca (GRK) harus dilakukan lebih ambisius, guna mencegah kenaikan temperatur global melebih 1,5 derajat Celcius.
Fabby mengemukakan hal itu pada konfrensi pers dan Dialog Transisi Energi Indonesia 2021 secara virtual di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan ambisi menurunkan emisi GRK secara besar-besaran itu akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh dunia.
Menurut dia, untuk mencegah kenaikan temperatur global di bawah 1,5 derajat Celcius, maka mayoritas cadangan bahan bakar fosil harus tetap di bawah tanah.
Sementara Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia belum selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement), sehingga diperlukan target dan upaya yang lebih ambisisu untuk mencapai dekarbonisasi 2050.
Karena itu, lanjut dia, untuk selaras dengan 1,5 derajat Celcius, maka porsi energi terbarukan harus meningkat tajam.
"Untuk mencapai target Persetujuan Paris, emisi GRK harus mencapai puncak (peak) sebelum 2030 dan turun tajam menjadi zero emission pada 2050," ujar Fabby.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kelompok Kerja I (WG-1) IPPC, Prof Dr Edvin Aldrian.
Menurut dia, manusia mempengaruhi pemanasan global dengan perubahan tempratur yang terus meningkat sejak 2000 tahun terakhir.
"Apabila tidak dapat dikendalikan untuk menurunkan GRK itu, maka es di kutub semakin cepar mencair dan itu artinya daratan akan semakin cepat tenggelam, karena itu dibutuhkan kerja sama semua pihak dengan pengambil kebijakan di Indonesia untuk menekan GRK," katanya.
Fabby mengemukakan hal itu pada konfrensi pers dan Dialog Transisi Energi Indonesia 2021 secara virtual di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan ambisi menurunkan emisi GRK secara besar-besaran itu akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh dunia.
Menurut dia, untuk mencegah kenaikan temperatur global di bawah 1,5 derajat Celcius, maka mayoritas cadangan bahan bakar fosil harus tetap di bawah tanah.
Sementara Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia belum selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement), sehingga diperlukan target dan upaya yang lebih ambisisu untuk mencapai dekarbonisasi 2050.
Karena itu, lanjut dia, untuk selaras dengan 1,5 derajat Celcius, maka porsi energi terbarukan harus meningkat tajam.
"Untuk mencapai target Persetujuan Paris, emisi GRK harus mencapai puncak (peak) sebelum 2030 dan turun tajam menjadi zero emission pada 2050," ujar Fabby.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kelompok Kerja I (WG-1) IPPC, Prof Dr Edvin Aldrian.
Menurut dia, manusia mempengaruhi pemanasan global dengan perubahan tempratur yang terus meningkat sejak 2000 tahun terakhir.
"Apabila tidak dapat dikendalikan untuk menurunkan GRK itu, maka es di kutub semakin cepar mencair dan itu artinya daratan akan semakin cepat tenggelam, karena itu dibutuhkan kerja sama semua pihak dengan pengambil kebijakan di Indonesia untuk menekan GRK," katanya.