"Air dapat menjadi sahabat bila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, namun sebaliknya dapat menjadi lawan ketika kita tidak pandai memeliharanya," kata salah seorang budayawan dan tokoh masyarakat Sulawesi Selatan Ishak Ngeljaratan memaparkan filosofi pemanfatan air.
Pada musim kemarau, air, khususnya air bersih menjadi barang yang langka dan berharga di wilayah perkotaan hingga ke pelosok desa.
Hal itu diakui salah seorang warga di Kelurahan Capoa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar Nurhaedah.
Dia mengatakan, meskipun tercatat sebagai pelanggan PDAM Makassar, namun untuk mendapatkan air bersih harus rela begadang setiap malam, guna mendapatkan sebaskom dari perusahaan air tersebut.
"Air baru mengalir pada tengah malam hingga dini hari, itupun sangat lambat dan hanya mendapatkan satu baskom air saja," kata ibu dari tiga orang anak ini.
Menurut dia, perjuangan mendapatkan air bersih itu hanya untuk menutupi kebutuhan air minum dan memasak saja.
Sedangkan kebutuhan untuk mandi, cuci dan kakus (MCK), lanjut dia, terpaksa harus mengambil air dari sumur umum yang letaknya sekitar dua kilometer dari rumahnya, itupun harus melalui antrean panjang.
Sementara itu, warga di Desa Kera-Kera, Kelurahan Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar Salma mengatakan, sudah tiga bulan lebih tidak mendapatkan air bersih maupun sumber air baku.
"Kami terpaksa membawa cucian di kecamatan tetangga yang sumurnya masih memiliki air, sedang untuk kebutuhan konsumsi harus membeli air seharga Rp1.000 per jerigen besar," katanya.
Dia mengatakan, di wilayahnya sebenarnya sudah ada fasilitas untuk mendapatkan air bersih dan MCK umum yang dibangun dari program Perpamsi pada 2008, namun hingga saat ini fasilitas itu tidak dapat dipergunakan.
"Proyek miliaran rupiah dari pemerintah pusat bekerja sama dengan pihak PDAM Makassar akhirnya mubazir saja, karena sejak peresmian proyek tersebut hingga saat ini tidak ada suplai air bersih dari pihak PDAM, termasuk mendatangkan tangki-tangki air pada musim kemarau," kata tenaga pengajar ini di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar.
Berkaitan dengan hal tersebut, dia berharap agar pemerintah segera mengevaluasi dan mencari solusi dari proyek mubazir tersebut.
"Hal ini bertujuan agar masyarakat setempat yang pernah dilibatkan dan dimobilisasi untuk membangun proyek itu tanpa bayaran sepeserpun, merasa pekerjaannya itu tidak sia-sia," katanya.
Minimnya produksi air bersih diperoleh warga Kota Makassar pada musim kemarau, terjadi di empat kecamatan yakni Kecamatan Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya.
Sedangkan 10 kecamatan lainnya di Kota Makassar, airnya disuplai dari Bendungan Bili-Bili, Kabupaten Gowa yang juga daerah tetangga kota berjulukan "Anging Mammiri" ini.
Krisis air tidak hanya melanda wilayah perkotaan seperti Kota Makassar, tetapi juga di sejumlah desa di kabupaten sekitar Kota Makassar.
Khusus di Kabupaten Maros, sejumlah desa di Kecamatan Bontoa dan Lau terpaksa disuplai air bersih melalui mobil-mobil tangki PDAM Kabupaten Maros.
"Air sumur sudah mengering, sehingga kalau tidak ada air dari mobil tangki PDAM Maros, terpaksa membeli air bersih Rp1.000 per jerigen," katawarga Desa Pajjukukang, Kecamatan Bontoa, Kabuaten Maros, Sulsel Muh hasbi.
Dia mengatakan, selain kerisis air untuk areal persawahan dan pertambakan di wilayahnya, juga ternak unggas seperti ayam dan bebek juga kesulitan mendapatkan air.
Akibatnya, lanjut dia, air bekas cucian piring ditadah untuk selanjutnya diberikan pada ternak peliharaan.
Sumber air
Mencari sumber air baku baru merupakan salah satu solusi dari Pemerintah Kabupaten Maros, Sulsel untuk menghadapi krisis air pada musim kemarau.
"Saat ini sedang dilakukan studi kelayakan untuk memanfaatkan sumber air baku baku di Romang Lompoa, Dusun Rammang-Rammang, Kecamatan Bontoa," kata Bupati Maros HM Hatta Rahman.
Menurut dia, sumber air baku tersebut berada di kawasan hutan seluas 20 hektare. Hanya saja pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar dijadwalkan sekitar 2012.
Hal tersebut dibenarkan Camat Bontoa, Kabuputen Maros Tawakkal.
Dia mengatakan, apabila sumber air baku yang baru ditemukan ini dapat dimanfaatkan, ribuan warga di dua kecamatan di Kabupaten Maros yang mengalami krisis air setiap musim kemarau, sudah terpecahkan masalahnya.
Sementara Pemkot Makassar berupaya melakukan negosiasi dengan Pemkab dan petani di Kabupaten Maros agar membuka kantong-kantong air di sekitar kawasan Bendungan Leko Pancing, sehingga krisis air bersih di empat kecamatan di Kota Makassar dapat teratasi.
Namun hal tersebut dinilai tidaklah mudah, karena petani di lokasi itu masih menggunakan air untuk kebutuhan lahan pertanian.
Sementara itu, tidak ada ada kompensasi yang jelas bagi petani jika harus mengorbankan lahan pertaniannya demi menutupi kebutuhan air bersih di Kota Makassar.
Menanggapi hal itu, Bupati Maros mengatakan, seyogyanya jika pihak PDAM Makassar turut menjaga dan menanam pohon di sekitar kawasan Bendungan Leko Pancing.
PDAM Kabupaten Maros mencatat bahwa PDAM Makassar menggunakan air Leko Pancing rata-rata 600 - 1.000 liter per detik, sedangkan PDAM Maros hanya menggunakan sebanyak 50 liter per detik.
Terlepas dari persoalan itu, upaya lain yang akan dilakukan Pemkot Makassar dalam mengatasi krisis air di Ibukota Provinsi Sulsel ini adalah mengalirkan air dari Bendungan Bili-bili atau Sungai Jeneberang menuju Instalasi Penjernihan Air (IPA) 2 Leko Paccing.
"Namun ini membutuhkan anggaran yang cukup besar yakni antara Rp80 miliar - Rp100 miliar," kata Wali Kota Makassar H Ilham Arief Sirajuddin.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, pihaknya mengajukan bantuan dana dari pemerintah pusat untuk mengatasi krisis air di wilayah Kota Makassar, dengan alasan persoalan air termasuk tanggung jawab negara.
Sementara itu, Badan Pekerja Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Kota Makassar Salma Ruslan mengatakan, upaya yang dapat dilakukan pihak PDAM setempat adalah mengetatkan efisiensi pemanfaatan air bersih oleh para pelanggan, sehingga stok air di wilayah yang memiliki air berlebih dapat didistribusikan ke darah minus air bersih.
"Jangan untuk mencuci motor atau mobil, termasuk menyiram tanaman juga menggunakan air PDAM, padahal masih memiliki air sumur yang masih bisa digunakan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihak PDAM juga harus mengaktifkan pengawasan dan rehabilitasi pipa yang bocor, karena kerugian yang dialami perusahaan milik Pemda ini sedikit banyak diakibatkan dari kebocoran pipa.
Terkait dengan perlindungan konsumen, dia mengimbau, agar pihak PDAM memberikan kompensasi atau keringanan biaya bagi pelanggan yang sulit mendapatkan air bersih pada musim kemarau.
"Karena pengalaman selama ini, biaya beban atau pun harga air per kubik tetap diberlakukan sama bagi pelanggan yang mendapat suplai air banyak dan yang minim. Bahkan ada pelanggan yang berbulan-bulan tidak mengalir airnya, tetap harus membayar iuran bulanan," katanya.
Menurut dia, semua itu harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola air bersih untuk kebutuhan publik. Bukan hanya menaikkan harga tarif, sementara pelayanannya tidak ditingkatkan.
Mencermati semua permasalahan yang berkaitan dengan air, wajarlah jika semua pihak menyadari dan menanamkan di benak masing-masing bahwa "Airku Sayang, Airku Mahal", sehingga ketersediaan air harus menjadi tanggung jawab bersama. (T.S036/A025)