Jakarta (ANTARA) - Mencegah penyakit lebih baik ketimbang mengobati. Sejatinya hal itu bukan sekedar jargon semata, melainkan sesuatu hal yang perlu direnungi, karena pada kenyataannya ada banyak penyakit yang bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Sebagai contoh, rutin melakukan aktivitas fisik seperti jalan kaki atau lari santai sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit tidak menular seperti jantung, hipertensi, diabetes dan stroke.
Melakukan aktivitas fisik untuk mencegah terjadinya penyakit tentunya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk dilakukan dibanding mengobati suatu penyakit.
Oleh karena itu, pemerintah terus mengampanyekan gerakan masyarakat hidup sehat guna mencegah dan mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Pemerintah juga terus memperkuat edukasi kepada masyarakat untuk senantiasa menerapkan pola hidup bersih dan sehat agar terhindar dari penyakit.
Penguatan edukasi dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif dan preventif hidup sehat guna meningkatkan produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat meliputi sejumlah hal, antara lain peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat.
Melalui kampanye, edukasi dan sosialisasi yang intensif diharapkan masyarakat akan membudayakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan menjadikan pola hidup bersih dan sehat sebagai gaya hidup sehari-hari.
Bahkan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memberikan Anugerah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Awards untuk mendorong peningkatan komitmen kementerian dan lembaga dalam melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Pasalnya, kesuksesan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat membutuhkan komitmen dan sinergi lintas sektor dari pusat hingga daerah hingga akhirnya pesan mengenai pentingnya pola hidup bersih dan sehat bisa sampai hingga ke seluruh lapisan masyarakat.
Bisa dibayangkan, jika gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku yang kurang sehat bisa diterapkan bersama-sama, secara masif dan berkesinambungan, maka pengendalian penyakit khususnya penyakit tidak menular akan berjalan dengan efektif dan optimal.
Bisa disimpulkan, betapa besar peran dari pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ini, gerakan yang menggugah kesadaran dan meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya upaya preventif dalam mencegah terjadinya suatu penyakit.
Hal-hal kecil yang berdampak besar pada ketahanan kesehatan setiap individu, mulai dari rutin melakukan aktivitas fisik, banyak mengonsumsi buah dan sayuran, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar hingga menggunakan jamban.
Usia Produktif
Penerapan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat juga penting untuk mendukung peningkatan kualitas kesehatan penduduk usia produktif yakni 15-64 tahun agar dapat berperan aktif dalam pembangunan nasional.
Karena tidak bisa dipungkiri bahwa tingginya jumlah penduduk usia produktif menjadi tantangan sekaligus peluang. Dengan demikian dibutuhkan upaya untuk memastikan kualitas kesehatan kelompok usia produktif ini guna mendukung pembangunan sumber daya manusia.
Berdasarkan data BPS, Bappenas, dan United Nations Population Fund (UNFPA) tahun 2018, diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia usia produktif pada tahun 2045, diproyeksikan berada pada grafik tertinggi yaitu mencapai 206-208 juta jiwa.
Atas dasar proyeksi tersebut maka kelompok penduduk usia 15-64 tahun ini harus dipastikan kualitas kesehatannya karena akan berdampak kepada produktivitas perekonomian dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Karena itulah penguatan Germas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, terutama pada kelompok penduduk usia produktif.
Berdasarkan data Kemenkes (data Aplikasi Sehat IndonesiaKu) per 2 Desember 2022, dari 6.270.759 orang yang melakukan deteksi dini penyakit tidak menular diperoleh gambaran bahwa sebanyak 2.453.689 orang atau 39,13 persen obesitas, 1.941.170 atau 30,96 persen hipertensi, dan 138.415 orang atau 2,21 persen terdiagnosa diabetes melitus tipe 2.
Sementara itu, berdasarkan Global Burden of Disease 2019, penyakit tidak menular menjadi penyumbang tertinggi kasus kematian dan kecacatan di Indonesia.
Kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) meningkat dari tahun 2013 hingga tahun 2018. Penduduk yang mengalami hipertensi meningkat menjadi 34,1 persen, diabetes melitus mengalami peningkatan hingga 8,5 persen dan proporsi penduduk dengan obesitas juga meningkat menjadi 31 persen.
Jika melihat gambaran yang diperoleh melalui data tersebut, maka upaya pemerintah untuk mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat merupakan langkah yang sangat tepat.
Perlu kesadaran dan partisipasi aktif secara bersama-sama untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat melalui Germas karena gerakan tersebut tidak akan bisa menjadi budaya jika tidak ada motor penggeraknya.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan partisipasi aktif dari setiap lapisan masyarakat.
Selain itu, pembudayaan Germas sejak usia dini juga perlu menjadi perhatian bersama dan hal ini memerlukan peran orang tua dan tenaga pengajar sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerapan pola hidup bersih dan sehat, khususnya untuk mencegah penyakit tidak menular.
Mari bersama-sama membudayakan pola hidup bersih dan makin memperkuat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat pada tahun 2023 mendatang. Dengan pola hidup sehat, maka kualitas hidup pun menjadi semakin terjaga.
Tulisan ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Membudayakan Germas guna meningkatkan kualitas hidup