Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution menilai kasus pembunuhan yang melibatkan oknum anggota Paspampres perlu diselesaikan dengan peradilan koneksitas.
"LPSK perlu melihat peluang diterapkannya peradilan koneksitas. Konsekuensinya, sesuai dengan ketentuan Pasal 89 KUHAP, dalam perkara koneksitas, para pelaku yang masuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer diperiksa dan diadili oleh pengadilan umum," kata Maneger Nasution dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Maneger berharap peradilan umum bisa membuat kasus tersebut menjadi terang benderang dan menyeret pelaku lainnya ke meja hijau.
"Diharapkan pula dengan pengungkapan di peradilan umum pelaku-pelaku lainnya dapat terungkap dan mudah diakses perkembangan infomasinya oleh publik," ujarnya.
Dalam konteks perlindungan saksi dan korban, lanjut dia, LPSK juga akan lebih leluasa dalam memberikan pemenuhan hak-hak saksi dan korban selama proses peradilan pidana berjalan. Hal ini menyangkut efisiensi dan efektivitas perlindungan.
Dalam waktu dekat, LPSK akan melakukan penjangkauan kepada keluarga korban untuk mendalami lebih lanjut terkait kebutuhan perlindungan saksi serta memastikan hak-hak korban dan keluarganya dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Selain itu, LPSK telah melakukan pertemuan pendahuluan dengan Komnas HAM RI pada tanggal 30 Agustus 2014 untuk berkoordinasi berkenaan dengan penanganan perkara dimaksud.
Direncanakan LPSK-Komnas HAM akan melakukan investigasi gabungan dalam kasus ini.
Sebelumnya, tiga oknum anggota TNI Angkatan Darat, diduga menculik dan menganiaya seorang pemuda asal Aceh bernama Imam Masykur (25 tahun) hingga tewas.
Korban merupakan penjaga toko kosmetik di daerah Rempoa, Tangerang Selatan. Dia diduga diculik oleh para pelaku pada hari Sabtu di sekitar toko. Para pelaku sempat mengaku sebagai polisi saat menculik korban.
Korban sebelum meninggal sempat menghubungi keluarganya dan meminta uang Rp50 juta. Rekaman suara korban menghubungi keluarganya dan rekaman video yang memperlihatkan korban disiksa oleh pelaku viral di media sosial.
Keluarga korban sempat melaporkan penculikan dan penyiksaan terhadap Imam ke Polda Metro Jaya. Laporan itu diterima oleh polisi dengan nomor STTLP/B/4776/VIII/2023/SPKT.
Oknum prajurit yang diduga terlibat kasus itu saat ini ditahan oleh Polisi Militer Kodam (Pomdam) Jaya. Salah satu pelaku berinisial Praka RM merupakan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) RI, sementara dua pelaku lainnya adalah Praka O (anggota Kodam Iskandar Muda) dan satu prajurit lainnya merupakan anggota Direktorat Topografi TNI AD.
Komandan Pomdam (Danpomdam) Jaya Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar kepada media mengatakan bahwa tiga prajurit yang ditahan itu saat ini berstatus tersangka.
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memastikan penyidikan kasus prajurit TNI yang terlibat tindak pidana penculikan dan penganiayaan seorang warga asal Aceh hingga tewas dilaksanakan secara transparan, masyarakat dan media dipersilakan untuk mengawasi.
"Ya, ini 'kan masih penyidikan. Yang jelas tidak ada imunitas. Kami sudah terbuka, silakan di-update, diawasi semua, tidak ada di TNI itu yang ditutup-tutupi," kata Yudo setelah Apel Gelar Pasukan Pengamanan KTT Ke-43 ASEAN di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Jumat.
Jenderal bintang empat itu juga turut mengawasi jalannya penyidikan dan penuntasan kasus melalui supervisi yang dilakukan oleh Puspomad dan Puspom TNI.
"Puspomad maupun Puspom TNI selalu mengawasi supervisi," kata Yudo.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut itu juga menegaskan kepada jajaran yang menangani kasus tersebut untuk tidak ragu dalam menindak tegas prajurit yang terlibat.
Dia pun meminta media dan masyarakat untuk mengawasi dan mengecek langsung proses penanganan kasus sampai ke persidangan.
“Dari awal sudah saya sampaikan, ya tolong tidak usah ragu-ragu lagi. Kalian bisa mengecek semuanya penyidikan sampai nanti sidang,” ujarnya.
Yudo juga menekankan bahwa tiga prajurit yang terlibat penganiayaan tersebut adalah oknum.
“Kalau memang kriminal itu adalah oknum. Itu adalah oknum,” katanya.
Dalam memastikan transparansi penanganan kasus tersebut, Yudo pun mempersilahkan media dan masyarakat untuk mengawasi dan hadir langsung di persidangan.
"Sidang perkaranya akan dilaksanakan secara terbuka untuk umum, Kalau hadir semuanya boleh, tidak ada yang ditutup-tutupi karena ini memang kriminal,” kata Yudo.