Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Tim Panel Independen (TPI) dan Tim Evaluasi (TE) Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) memberikan masukan untuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Undang-Undang Nomor 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah diundangkan mengamanatkan percepatan pembentukan peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Diskusi intensif pun telah dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk mempercepat dan memperkuat perumusan RPP Manajemen ASN yang menjadi aturan turunan dari UU ASN.
“Tentu saja ujung dari seluruh transformasi ASN melalui UU ASN ini adalah mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik dan masyarakat yang lebih sejahtera. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk hadir dan memberikan kontribusi pemikiran dalam pembahasan substansi RPP Manajemen ASN ini,” ujar Menpan-RB Abdullah Azwar Anas dalam keterangannya di Rakor Penguatan Kebijakan Pelayanan Publik melalui Peningkatan Profesionalisme ASN, di Banyuwangi, Senin (18/12).
Masukan dan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hingga segenap tenaga non-ASN pun telah diterima. Pemerintah memperkaya perspektif dari sudut padang akademisi, praktisi hingga profesional yang tergabung dalam TPI dan TE KIPP.
Anas mengharapkan masukan dari TPI dan TE KIPP dapat menjadi bagian dari upaya dan langkah membumikan UU ASN agar dapat terimplementasi dengan baik di lingkungan kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah.
Anas kembali menguraikan, ada 16 substansi yang masuk dalam RPP Manajemen ASN ini. Di antaranya adalah penguatan budaya kerja dan citra institusi; perluasan ruang lingkup dan mekanisme bekerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK); penataan tenaga non-ASN; jabatan manajerial dan nonmanajerial; resiprokal ASN dan prajurit TNI/anggota Polri; perbaikan kesejahteraan ASN; hak dan kewajiban ASN; penetapan kebutuhan ASN; serta pengadaan CASN.
Selanjutnya substansi terkait penguatan kinerja pegawai ASN; pengembangan talenta dan karier; pengembangan kompetensi; pemberhentian ASN; organisasi profesi ASN; digitalisasi manajemen ASN; dan penyelesaian sengketa.
Diungkapkan, untuk mengebut penyusunan RPP Manajemen, pemerintah telah membentuk tim perumus lintas instansi. Tim perumus ini melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Instansi Pemerintah terkait lainnya.
“PP ini harus mampu merumuskan bahwa birokrasi kita tidak hanya terjebak di hulunya saja tapi langsung menyasar pada dampaknya. Termasuk terkait penataan tenaga non-ASN yang terus kita cari solusi yang terbaik,” tutur Anas.
Pada kesempatan yang sama Ketua Tim Evaluasi KIPP Ida Bagus Wyasa Putra menyampaikan sejumlah masukan terkait percepatan transformasi ASN menuju birokrasi yang profesional. Ia menilai birokrasi profesional tentu didorong oleh profesionalisme ASN pula.
Profesionalisme ASN dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya target kinerja pelayanan publik.
“Komponen kinerja pelayanan publik berkualitas barangkali bisa diangkat sebagai parameter penilaian di kemudian hari. Pemenuhan target teknis yang berkualitas ini perlu masuk ke dalam komponen penilaian kinerja,” ujarnya.
Lanjutnya dikatakan dalam mendorong profesionalisme ASN, pemerintah juga perlu memperhatikan ekosistem yang mempengaruhi spirit kerja ASN. Ekosistem yang dimaksud seperti, leadership yang objektif, kenyamanan lingkungan kerja, kerja kolaboratif, fair reward and punishment, serta faktor psikologis lain.
“Mau secanggih apapun ASN kalau ekosistem kinerjanya lelet ini pasti akan berpengaruh kepada kinerja. Untuk mendorong profesionalisme, ASN yang inovatif juga perlu mendapatkan penghargaan khusus agar bisa memotivasi yang lain untuk kreatif,” ujar Guru Besar Universitas Udayana.
Ia menilai birokrasi digital pun sudah sudah menjadi prasyarat birokrasi profesional. Birokrasi digital akan berhubungan dengan birokrasi yang lebih agile.
“Namun parameternya harus tepat sesuai dengan objek dan model kinerja. Objek kinerja tidak sembarang di-agile-kan kelembagaannya. Ukurannya harus jelas kapan model kinerjanya agile dan kapan harus taat struktur,” pungkas Wyasa.