Makassar (ANTARA Sulsel) - Mantan Kepala Sub Bagian Anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Nurlina mengakui jika 202 lembaga fiktif penerima dana bantuan sosial tahun 2008 yang merugikan negara sebesar Rp8,8 miliar itu karena nota pertimbangan yang dibuatnya.
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi pada Kamis (17/4) itu menghadirkan tiga saksi dan semuanya mengakui perannya masing-masing, kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Greafik di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan, tiga orang saksi yang dihadirkan pada sidang itu yakni Yushar Huduri yang menjabat sebagai mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sulsel, Nurlina mantan Kasubag Anggaran dan Agustinus Appang mantan Kabag Anggaran yang dimana mereka semua terkait dalam kasus itu.
Kesaksian Nurlina dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Maxi Sigarlaki dengan anggota Muh Damis dan Rostansar itu mengakui jika dari 900 lebih lembaga atau organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang mengusulkan dana Bansos 2008 itu semuanya dilayani dan dibayarkan.
Dengan total anggaran dana Bansos itu sekitar Rp141 miliar, penerimanya lebih dari 900 lembaga maupun ormas dan dari hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdapat dana sekitar Rp8,8 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dana Rp8,8 miliar itu diduga telah cair dan masuk ke kantong penerima dengan menggunakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) fiktif yang berjumlah 202 itu. Dari 202 lembaga itu, semuanya adalah milik anggota DPRD Sulsel dan Makassar.
"Tugas saya sebagai Kasubag Anggaran adalah mengusulkan, merancang dan mengoreksi. Selain itu, saya juga yang membuat nota pertimbangan kemudian diparaf oleh saya sendiri selaku Kasubag, kemudian diparaf lagi oleh Kabag serta pengguna anggaran," kata Nurlina.
Diungkapkannya, semua nota pertimbangan yang dibuatnya itu mendapat persetujuan dari atasan-atasannya karena dirinya dianggap telah melakukan tugasnya yakni mengusulkan, merancang dan mengoreksi setiap LSM yang akan menerima.
Dengan dasar itulah, nota pertimbangan yang dibuatnya tidak pernah ditolak oleh Kabag Anggaran, Kabiro Keuangan dan Pengguna Anggaran, sehingga banyak pihak yang sering menghubunginya baik dalam lingkup Pemprov Sulsel maupun eksternal termasuk legislator DPRD Sulsel.
Sebelumnya, dalam kasus itu mantan Sekprov Sulsel Andi Muallim ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap bersama-sama dengan terpidana Anwar Beddu telah merugikan keuangan negara.
Penetapan Muallim yang merupakan pamong senior di Sulawesi Selatan bertindak selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilainya turut bertanggungjawab dalam setiap pencairan anggaran dana Bansos yang telah merugikan negara itu.
Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.
Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada lembaga penerima diaman lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias fiktif.
Persetujuan pemberian dana bansos kepada setiap penerima itu dilakukan tanpa didasari verifikasi terhadap 202 lembaga penerima guna memastikan kebenaran dan keberadaan lembaga penerima tersebut.
Andi Muallim yang telah menyetujui semua lembaga penerima itu kemudian langsung diteruskan kepada bendahara dengan mengeluarkan dana bansos tersebut.
Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara. M Yusuf