Novel Baswedan dkk meminta MK menghentikan sementara seleksi capim KPK
Jakarta (ANTARA) - Mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan rekannya dalam perkara uji materi Undang-Undang KPK meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan provisi untuk menghentikan sementara proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK periode 2024–2029.
“Masuk dalam provisi atau putusan sela, pada pokoknya, kami meminta kepada Yang Mulia Hakim agar menghentikan sementara proses Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024-2029,” kata kuasa hukum Novel Baswedan dkk., Rakhmat Mulyana, saat membacakan salah satu petitum provisi dalam sidang perbaikan permohonan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Senin.
Novel Baswedan dkk. juga meminta MK memperpanjang masa jabatan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024–2029, sampai dengan adanya putusan akhir terhadap perkara yang mereka ajukan.
Selain itu, mereka turut meminta agar MK memberikan kesempatan kepada Presiden RI terpilih dan DPR RI Terpilih periode 2024–2029 untuk memilih calon pimpinan KPK, sesuai dengan pertimbangan MK dalam Putusan 112/PUU-XX/2022.
Putusan 112/PUU-XX/2022 merupakan terkait perkara uji materi pasal yang sama yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
“Serta memerintahkan Panitia Seleksi untuk memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian Proses Seleksi Calon Pimpinan KPK 2024-2029,” imbuh Rakhmat.
Pada perkara ini, Novel Baswedan dkk. menguji konstitusionalitas Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pasal tersebut mengatur tentang syarat usia menjadi capim KPK.
Menurut para pemohon, keberlakuan pasal yang diuji menyebabkan mereka tidak memenuhi syarat, sehingga Novel dan 11 pemohon lainnya dalam perkara ini tidak bisa mendaftarkan diri sebagai capim KPK masa jabatan 2024–2029.
Mereka menilai, Pasal 29 huruf e Undang-Undang KPK tersebut menyebabkan kerugian konstitusional dan menimbulkan diskriminasi hukum. Oleh sebab itu, Novel dkk. meminta MK melakukan aktivisme yudisial dalam perkara yang mereka ajukan.
Pasal 29 huruf e Undang-Undang KPK yang digugat Novel dkk, sejatinya telah dimaknai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Pasal tersebut berbunyi:
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.
Melalui perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 ini, Novel dan rekannya yang juga mantan pegawai KPK itu meminta MK memaknai pasal tersebut menjadi:
Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama satu periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun.
Perkara tersebut diajukan oleh 12 orang pemohon, yakni Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, Herbert Nababan, Andi Abd Rachman Rachim, Rizka Anungnata, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Farid Andhika, dan Waldy Gagantika.
“Masuk dalam provisi atau putusan sela, pada pokoknya, kami meminta kepada Yang Mulia Hakim agar menghentikan sementara proses Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024-2029,” kata kuasa hukum Novel Baswedan dkk., Rakhmat Mulyana, saat membacakan salah satu petitum provisi dalam sidang perbaikan permohonan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Senin.
Novel Baswedan dkk. juga meminta MK memperpanjang masa jabatan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024–2029, sampai dengan adanya putusan akhir terhadap perkara yang mereka ajukan.
Selain itu, mereka turut meminta agar MK memberikan kesempatan kepada Presiden RI terpilih dan DPR RI Terpilih periode 2024–2029 untuk memilih calon pimpinan KPK, sesuai dengan pertimbangan MK dalam Putusan 112/PUU-XX/2022.
Putusan 112/PUU-XX/2022 merupakan terkait perkara uji materi pasal yang sama yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
“Serta memerintahkan Panitia Seleksi untuk memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian Proses Seleksi Calon Pimpinan KPK 2024-2029,” imbuh Rakhmat.
Pada perkara ini, Novel Baswedan dkk. menguji konstitusionalitas Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pasal tersebut mengatur tentang syarat usia menjadi capim KPK.
Menurut para pemohon, keberlakuan pasal yang diuji menyebabkan mereka tidak memenuhi syarat, sehingga Novel dan 11 pemohon lainnya dalam perkara ini tidak bisa mendaftarkan diri sebagai capim KPK masa jabatan 2024–2029.
Mereka menilai, Pasal 29 huruf e Undang-Undang KPK tersebut menyebabkan kerugian konstitusional dan menimbulkan diskriminasi hukum. Oleh sebab itu, Novel dkk. meminta MK melakukan aktivisme yudisial dalam perkara yang mereka ajukan.
Pasal 29 huruf e Undang-Undang KPK yang digugat Novel dkk, sejatinya telah dimaknai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Pasal tersebut berbunyi:
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.
Melalui perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 ini, Novel dan rekannya yang juga mantan pegawai KPK itu meminta MK memaknai pasal tersebut menjadi:
Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama satu periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun.
Perkara tersebut diajukan oleh 12 orang pemohon, yakni Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, Herbert Nababan, Andi Abd Rachman Rachim, Rizka Anungnata, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Farid Andhika, dan Waldy Gagantika.