Makassar (ANTARA) - Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan Hasbullah merespons terkait penetapan tiga Komisioner KPU Kota Palopo sebagai tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) atas dugaan pelanggaran menerima pencalonan wali kota Palopo Trisal Tahir meski persyaratan Ijazah Paket C diragukan keabsahaannya atau diduga dipalsukan .
"Jadi prinsipnya, kami harus memanggil dulu teman-teman KPU Palopo terkait dengan proses pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Gakkumdu," kata Hasbullah di Kantor KPU Sulsel, Makassar, Jumat.
Menurut dia, pihaknya belum mengetahui persis duduk perkara apa yang menjadi soal sehingga tiga Komisioner KPU Palopo ini ditetapkan tersangka. Kendati diketahui persoalan tersebut berkaitan dengan diloloskannya Trisal Tahir sebagai calon, walaupun ijazahnya diduga bermasalah.
"Kemarin, informasi itu terkait dengan proses tersangka, ini kan apapun itu hasilnya, kami harus mendengar langsung keterangan dari KPU Palopo," katanya kepada wartawan.
Hasbullah mengatakan, sejauh ini pihaknya masih menunggu proses bagian hukum termasuk meminta keterangan secara langsung dari ketiga komisioner KPU Palopo mengenai penetapan calon dari semula tidak memenuhi syarat atau TMS belakangan berubah menjadi memenuhi syarat atau MS.
"Bahwa terkait dengan kebijakan teman-teman yang kita tahu bersama, dari gugatan yang ada sekarang terkait proses memenuhi syarat, teman-teman sudah melakukan proses mekanisme sebagaimana surat KPU RI 2070 di poin 2," katanya.
Perihal status calon TMS karena ketidakbenaran ijazah atau surat tamat belajar, kata dia, terdapat di poin 2 surat KPU RI nomor 2070 berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud di angka 1, maka hal terdapat keraguan terhadap ijazah.
"Jadi, teman-teman (KPU Palopo) ini ragu terhadap ijazah tersebut, makanya ada proses TMS sebelumnya. Sebagaimana salah satu persyaratan calon, makanya diinstruksikan di situ," kata mantan tenaga ahli DPR RI itu.
Selanjutnya, KPU provinsi atau KPU kabupaten kota telah melakukan klarifikasi terhadap partai politik peserta pemilu atau gabungan parpol peserta pemilu, calon yang bersangkutan atau sekolah yang bersangkutan atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Kemudian proses klarifikasi atas mediasi dilakukan oleh Bawaslu kepada KPU beserta tim paslon yang keberatan terkait dengan TMS sebelumnya. Sebab, proses mediasi dilakukan karena ada yang keberatan terkait TMS.
Dalam proses mediasi itu dilakukan klarifikasi kepada parpol dan calon bersangkutan dan atau pihak sekolah bersangkutan. Hasbullah bilang, itu ada semua rekamannya. Ada pengakuan dari kepala sekolah bahwa betul (Trisal Tahir) adalah siswanya. Tapi di sisi lain, ada keterangan dari dinas bahwa dia tidak terdaftar, berarti ada dua keterangan.
"Ada dua keterangan, sementara di posisi surat ini menyebutkan 'atau' melakukan klarifikasi. Jadi, proses klarifikasi sudah lakukan, itu pegangan teman-teman yang dilakukan. Teman-teman (KPU Palopo) ini bukan lembaga pra peradilan yang bisa memutuskan bahwa ijazah itu palsu atau tidak palsu," tuturnya menekankan.
"Kita cuma mendapatkan keterangan dari semua pihak terkait dengan proses yang disebutkan di dalam 2070 (surat KPU RI) ini. Makanya, teman-teman sudah melakukan tahapan itu. Karena kita bukan lembaga pra peradilan, itulah yang membuat KPU Palopo melakukan proses MS," katanya lagi.
Sebelumnya, Sentra Gakkumdu Kota Palopo menetapkan empat orang tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen, masing-masing Trisal Tahir (calon wali kota) serta tiga komisioner KPU Palopo masing-masing Abbas Djohan, Muhatzir dan Irwandi Djumadin. Meski telah ditetapkan tersangka, mereka tidak ditahan.
Tiga komisioner ini disangkakan pasal 180 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 juncto Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Disebutkan, Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota,
Atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 96 bulan.