Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dwi Putri Cahyawati menyoroti capaian pengumpulan zakat nasional di Indonesia yang saat ini dinilai jauh dari potensi yang dikemukakan.
Diketahui, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI menyebutkan pada 2024 ini potensi zakat Indonesia mencapai Rp327 triliun, dengan target pengumpulan tahun ini mencapai Rp41 triliun, dan realisasi zakat yang telah diperoleh hingga Desember 2024 ini mencapai lebih dari Rp31 triliun.
"Ini persoalan menarik, karena target kita sekian triliun itu, tapi kok tidak bisa dicapai? Ini persoalannya di mana? Sehingga, perolehan zakat yang ditargetkan itu tidak sesuai harapan," kata Dwi dalam diskusi publik bertajuk "Masa Depan Gerakan Zakat: Reformasi atau Stagnansi?" di Tangerang Selatan, Banten, Senin.
Dwi mempertanyakan hal tersebut, sebab berbagai upaya telah dilakukan banyak Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia, namun capaian dana yang diperoleh hingga kini masih jauh dari yang diharapkan.
Salah satu yang menjadi sorotan, papar dia, adanya hukum positif yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU Pengelolaan Zakat), dimana didalamnya terdapat regulasi yang mengatur pembentukan LAZ, yang kini tidak semua pihak bisa mengelola zakat.
Dwi mengungkapkan hal ini berbeda dengan era sebelum adanya regulasi berupa hukum positif ini, sebelumnya pada tahun 1951, 1968, 1989, 1991, negara telah memiliki batasan-batasan soal tata kelola zakat, namun hanya berupa Surat Edaran, Keputusan, dan Peraturan Menteri yang bukan sebagai hukum positif.
Terkait hal tersebut Deputi Direktur Dana Sosial Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Urip Budiarto mengatakan adanya UU Pengelolaan Zakat merupakan upaya pemerintah yang menyadari tentang pentingnya peraturan dalam hal ini, sebab zakat merupakan hal yang berdampak kepada hajat banyak masyarakat.
"Pemerintah sadar ada tantangan regulasi yang perlu dikuatkan. (Zakat) ini dinamis, tidak bisa sederhana, sehingga semua jalan yang ditempuh pada hari ini bisa memperkuat tata kelola zakat ke depannya," ujarnya.
Urip menekankan UU Pengelolaan Zakat ada untuk meregulasi pelaporan dan pengawasan terhadap tata kelola zakat, untuk mewujudkan tata kelola zakat yang akuntabel dan terpercaya.
Adapun terkait capaian zakat yang belum mencapai potensinya, ia menjelaskan capaiannya terus menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, dimana pada 2021 jumlahnya mencapai Rp14 triliun, dan pada penghujung tahun ini mencapai lebih dari Rp31 triliun, yang menunjukkan adanya peningkatan lebih dari dua kali lipat.
Urip menyebutkan tata kelola zakat yang baik akan menjadikan masyarakat akan lebih percaya untuk menyalurkan hartanya untuk berzakat, dimana zakat berperan dalam memberdayakan umat, serta meningkatkan daya beli masyarakat.
"Jika banyak masyarakat yang sejahtera, daya beli masyarakat meningkat, akhirnya akan lebih banyak lagi orang yang akan membayar zakat," tutur Urip Budiarto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi soroti capaian pengumpulan zakat RI yang jauh dari potensi