Makassar (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) dalam melaksanakan implementasi prinsip ultimum remedium hingga September 2025 berhasil mengumpulkan Rp6,53 miliar dari denda administratif atau meningkat 30,1 persen.
Kepala Bidang Kepabeanan Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) Alimuddin Lisaw di Makassar, Jumat, mengatakan peningkatan denda ultimum remedium itu karena gencarnya tim melakukan patroli dan penyisiran terhadap para pelanggar.
"Sampai saat ini, bulan September 2025 ada peningkatan penindakan dan juga pengusaha yang memilih membayar denda administratif juga meningkat 30,1 persen. Kalau pada periode yang sama tahun sebelumnya, ultimum remedium yang dikumpulkan hanya Rp5,02 miliar," ujarnya.
Alimuddin menjelaskan ultimum remedium adalah alternatif bagi para pelanggar. Jika pelanggar menyetujui denda administratif maka tindakan hukum lainnya seperti tindak pidana akan dibebaskan.
Ia mengatakan mayoritas ultimum remedium tersebut dilaksanakan terhadap pelanggaran di bidang cukai yang masih tahap penelitian.
"Jadi ultimum remedium itu adalah tahap penelitian dan ini juga adalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum pidana hanya digunakan sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan masalah hukum," ujarnya.
Alimuddin mengungkapkan bahwa sepanjang Januari-September 2025 pihaknya telah melakukan 80 penindakan dan mengumpulkan denda administratif yang mencapai Rp6,53 miliar.
Ia juga menyatakan dalam penindakan terhadap hasil tembakau, Bea Cukai Sulbagsel berhasil mengamankan sebanyak 30,01 juta batang rokok ilegal dengan nilai barang sebesar Rp45,04 miliar dan potensi kerugian negara mencapai Rp30,23 miliar.
"Jadi ultimum remedium itu adalah alternatif bagi para pelanggar. Jika pelanggar menyetujui denda administratif, maka tindakan hukum lainnya seperti pidana akan dibebaskan," ucapnya.

