Makassar (Antara Sulsel) - Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar menggelar "Focus Discussion Group (FGD)" yang membahas masalah hukum adat dengan mengangkat isu kearifan lokal.
"Kearifan lokal yang merupakan unsur dari hukum adat selama ini dianggap tidak ada, padahal ada. Oleh karena itu kita hadir di sini untuk mendorong eksistensi kearifan lokal dan legalitas hukum adat," kata Ketua APHA Prof Dr Laksanto Utomo di Aula `Prof Dr Laica Marzuki` Fakultas Hukum Universitas Hasanudin di Makassar, Rabu.
Dia mengatakan, kehadiran APHA ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung untuk memberikan ruang pada hukum adat yang kerap diabaikan dalam putusan pengadilan dan hukum nasional.
"Kita harus punya tempat untuk legalitasnya. Jurnal pertama sudah harus terbit, sehingga ada legalitas dan ilmiah kita ke depan," katanya.
Menurut dia, sebelum ada hukum nasional, hukum adat sudah ada, namun implementasi di dalam persidangan untuk suatu kasus tertentu, kerap meninggalkan hukum adat, misalnya kasus waris atau tanah.
Sementara itu, Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makassar Prof Dr Ahmadi Miru memberikan apresiasi pada penggagas dan anggota APHA yang dinilai gigih memperjuangkan eksistensi kearifan lokal dan hukum adat.
Pada kesempatan tersebut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Dr H Aminuddin Salle dan Prof Dr Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia membahas kearifan lokal yang dinilai berangsur-angsur pudar di kalangan masyarakat.
Hainuddin mengulas kearifan lokal dari budaya Bugis dan Makassar dengan mengambil contoh `baruga" yang digunakan pada saat pesta pernikahan.
"Baruga yang terbuat dari bambu ini memiliki filosofi yang sangat tinggi, dengan nilai-nilai yang mengambil empat esensi dasar kehidupan dan dalam berprilaku," katanya.
Dia mengatakan, dari filosofi itu untuk persyaratan seorang pemimpin misalnya harus memiliki kecerdasan, keberanian, kekayaan dan kejujuran.
Sementara Sulistyowati mengulas pada hukum waris dengan mengambil contoh di daerah Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
"Hukum waris Islam tidak bisa dipisahkan dengan hukum adat, yang dalam hal ini diperlukan pendekatan pluralisme hukum," katanya.
Berita Terkait
Kapolda Sulbar dan DPRD Lampung sepakati penegakan hukum sengketa tanah
Kamis, 25 April 2024 20:03 Wib
Polisi menangkap empat pelaku penganiayaan siswa SMPN 55 Barombong
Rabu, 24 April 2024 20:29 Wib
Yusril sambangi rumah Prabowo laporkan kemenangan di MK
Selasa, 23 April 2024 13:06 Wib
Mahfud Md: Pemilu 2024 dari sudut hukum sudah selesai
Senin, 22 April 2024 18:33 Wib
MK: KPU tidak mengubah PKPU 19/2023 tidak melanggar hukum
Senin, 22 April 2024 11:04 Wib
Kuasa Hukum korban dugaan asusila baru laporkan Hasyim Asy'ari ke DKPP RI
Jumat, 19 April 2024 17:51 Wib
MK menerima "amicus curiae" dari empat BEM fakultas hukum
Selasa, 16 April 2024 13:20 Wib
KPU optimistis MK putuskan hasil PHPU Pemilu 2024 sesuai kerangka hukum
Senin, 15 April 2024 19:05 Wib