Berpuluh-puluh tahun bekerja di negara jiran, Malaysia, tak pernah sekalipun ia melupakan Tanah Airnya. Bahkan ia mengharumkan nama Indonesia dengan penghargaan King Faisal International Prize 2018 untuk kategori Pelayanan Kepada Islam atau "service to Islam" pada awal 2018. Sebuah penghargaan bergengsi dunia yang disebut setingkat Nobel.
Namanya bersanding dengan ilmuwan ternama dunia. Terdapat lima kategori dalam penghargaan itu. Pada tahun ini, untuk kategori Kajian Islam diraih Profesor Bashar Awad dari Yordania, kategori Bahasa Arab dan Kesusasteraan diraih Profesor Chokri Mabkhout dari Tunisia, kategori Pengobatan diraih Profesor James P Allison dari Amerika Serikat, dan kategori Matematika diraih Profesor Sir John M Ball dari Inggris.
Irwandi juga merupakan orang Indonesia kedua yang menerima penghargaan tersebut, setelah mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir.
Setelah menamatkan sarjana di bidang Teknologi Pangan dan Nutrisi dari Institut Pertanian Bogor pada 1993, ia kemudian melanjutkan pendidikan Magister dan Doktoral pada bidang Ilmu Pangan dan Bioteknologi di Universitas Putra Malaysia.
Meski sudah menetap di Malaysia sejak 1994, Irwandi mengaku masih memegang paspor Indonesia. Bahkan dengan bangga, ia mengatakan pada saat menerima penghargaan yang datang adalah Dubes Indonesia untuk Arab Saudi.
"Untungnya penghargaan ini tidak melihat institusi peraih penghargaan tetapi negaranya," kata lelaki kelahiran Medan, 20 Desember 1970 tersebut.
Prestasi profesor "halal" tersebut juga tak diragukan. Sejumlah prestasi telah ditorehkan Irwandi.Tercatat, dia telah memenangkan lebih dari 20 penghargaan internasional. Mulai dari peneliti terbaik IIUM pada 2004. Medali Perak pada "16th International Invention Innovation Industrial Design & Technology Exhibition" (ITEX) di Kuala Lumpur pada 2005.
Medali Perak pada Anugerah Saintis Muda Asia Pasifik 2009 di Bangkok, Thailand. Dosen Terbaik di International Islamic University Malaysia (IIUM) pada 2010.Irwandi juga mendapat penghargaan Habibie Award XV pada 2013, dan masih banyak lagi.
Ia juga telah mempublikasikan risetnya ke dalam 120 jurnal internasional, 250 karya ilmiah pada presentasi internasional, 30 buku, dan lebih dari 30 proyek penelitian. Total sitasi atau kutipannya pada Scopus mencapai 711 dengan indeks H nya ( indeks yang mengukur produktivitas maupun dampak dari karya yang diterbitkan-red) yakni 16.
Irwandi juga membuat lima hak cipta yang dipatenkan. Tiga dari jumlah tersebut sudah dikomersilkan seperti E-Nose, alat pendeteksi kehalalan yang bisa dibawa kemanapun pergi. Bentuknya seperti pulpen. Alat tersebut dapat mendeteksi kandungan etanol dengan mencelupkannya pada minuman.
Temuan lainnya yakni antikanker dari rumput laut serta saat ini sedang mengembangkan gelatin halal dari sisik ikan, setelah sebelumnya sukses mengembangkan gelatin dari tulang unta. "Kami juga mengembangkan alat pendeteksi lemak babi," kata dia.
Dilirik Negara Nonmuslim
Dalam satu dekade terakhir, industri halal dunia terus berkembang pesat dan diperkirakan nilainya mencapai tiga triliun dolar Amerika Serikat per tahun.
"Sayangnya justru yang melirik potensi ini, justru negara-negara nonmuslim. Pendapatan paling tinggi yang diraih dari industri halal ini justru dipegang oleh Thailand," ujar Irwandi Jaswir,dalam seminar mengenai sains halal yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dalam rangkaian Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei hingga 6 Mei.
Penghasil produk halal dunia juga dipegang oleh Australia dan Selandia Baru. Bahkan produsen ayam halal diraih oleh Brazil. Sedangkan Indonesia dengan jumlah Muslim terbesar di dunia menempati peringkat 11 dunia.
Koordinator Riset di Pusat Halal Industri Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur , itu menambahkan halal atau haram bukan hanya soal makanan dan minuman saja tapi juga wisata, rumah sakit halal hingga pelabuhan halal. Penyumbang terbesar dalam industri halal ada pada kosmetik dan obat-obatan.
"Korea Selatan melalui budaya KPop berhasil mempengaruhi dunia. Saat ini ada sekitar 2.000 perusahaan kosmetik di dunia dan Korsel berhasil meraih pasar 23 persen dunia. Sekarang mereka berlomba-lomba mengejar sertifikasi halal dan itu didukung Pemerintah Korea Selatan. Jadi kalau ke Seoul, banyak toko kosmetik halal," papar dia.
Jepang dalam menyambut Olimpiade 2020, juga melirik industri halal. Bahkan jika kita ke Jepang, di Bandara Narita sudah ada surau atau mushala. Jepang, kata Irwandi, beralasan sepertiga dari tamunya pada saat Olimpiade 2020 nanti adalah Muslim. Oleh karena itu, Jepang mempersiapkan diri.
"Industri halal ini bukan milik umat Islam saja. Saking semangatnya, Korea dengan industri halal, terkadang justru tidak logis. Ada delegasi Korea datang ke kami, membawa kotak. Biasanya kotak itu hadiah berisi ginseng. Tapi ini bukan, isinya ternyata tanah. Jadi ada dua provinsi di Korea itu yang ingin fokus pada pertanian halal, jadi mereka membawa sampel tanah untuk diuji kehalalannya," cerita Irwandi sembari tersenyum.
Dua provinsi di Korea Selatan itu memastikan bagaimana menjadikan tanah itu halal, karena tidak ada babi yang melintas dan sebagainya. Irwandi menjawab bahwa tanah pada dasarnya halal, jadi tidak perlu ada sertifikasi halal.
Irwandi menyebut ada beberapa alasan mengapa industri halal berkembang pesat yakni jumlah Muslim yang mencapai dua miliar jiwa di dunia, kemampuan ekonomi umat Islam yang meningkat, dan adanya negara-negara nonmuslim namun memiliki jumlah umat Muslim yang banyak seperti India dan China.
"Indonesia bisa menjadi pusat halal dunia, karena potensinya yang luar biasa. Namun hal itu ditentukan oleh kebijakan pemerintah ke depan, saran saya jangan hanya fokus pada sertifikasi tetapi pada industri halalnya itu sendiri," saran Irwandi.