Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Anandho Wijanarko mengatakan Simposium Cendikia Kelas Dunia (SCKD) merupakan "jembatan" bagi peneliti pemula untuk bermitra dengan peneliti luar negeri.
"Kami berharap dengan SCKD terus berlanjut, karena ini merupakan jembatan bagi peneliti pemula untuk bermitra dengan peneliti luar negeri," ujar Anandho usai penutupan SCKD di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, jejaring yang dimiliki para diaspora sangat diperlukan untuk membantu peneliti muda dalam mengembangkan karirnya. Oleh karena itu, pihaknya akan mengupayakan agar pelaksanaan SCKD terus berlanjut setiap tahunnya. Tahun ini merupakan tahun keempat pelaksanaan SCKD.
"Kami berharap para peneliti muda di Tanah Air bisa menjalin komunikasi yang baik dengan para senior di luar negeri."
Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Alan Koropitan, mengatakan apa yang dilakukan para diaspora ini sejalan dengan pidato Presiden mengenai sumber daya manusia (SDM) unggul.
"Ada keinginan pemerintah untuk menyekolahkan sebanyak 200 putra-putri terbaik di kampus top luar negeri. Dalam hal ini peran dari diaspora sendiri sangat diperlukan dalam mewujudkan hal itu," katanya.
Ke depan, kata Alan, pihaknya berupaya untuk membuat basis data siswa-siswa berbakat untuk menjadi peneliti, yang kemudian akan disekolahkan ke luar negeri.
Dari hasil SCKD 2018 lalu, kolaborasi antara ilmuwan diaspora Indonesia dengan ilmuwan dalam negeri telah menghasilkan 25 jurnal yang sedang dikaji, 30 jurnal yang sudah didaftarkan, 18 jurnal manuskrip, 35 jurnal yang sudah diterima, 28 prosiding, 90 jurnal yang sudah publikasi,dan 18 konferensi hingga kursus pendek di universitas terbaik dunia.*