Walhi Sulsel menduga tambang di Desa Salipolo langgar tata ruang
Makassar (ANTARA) - Lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menduga terjadi pelanggaran tindak pidana tata ruang pada aktivitas tambang galian pasir di Desa Salipolo, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
"Dugaan tersebut setelah tim Walhi Sulsel melakukan kajian ruang dan kunjungan lokasi setempat," kata staf advokasi Walhi Sulsel Aswan Sulfitra melalui siaran persnya diterima, Senin.
Kegiatan tambang yang dilakukan penambang pasir di bantaran Sungai Saddang tidak sesuai dengan lokasi peruntukannya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Kabupanten Pinrang, Kecamatan Cempa, Desa Salipolo, bukan wilayah peruntukan tambang.
"Setelah kami membaca Perda Tata Ruang Pinrang dan melakukan kunjungan ke Desa Salipolo, kegiatan tambang tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan yang berlaku," katanya.
Menurut Aswan, penolakan yang selama ini dilakukan warga Salipolo sangat beralasan sebab desa mereka bukan wilayah tambang sebagaimana diatur dalam Perda RTRW Kabupaten Pinrang. Bahkan, penambang tidak pernah meminta persetujuan dari warga setempat.
"Silakan pihak kepolisian atau Gakkum KLHK mempelajari Perda RTRW Kabupaten Pinrang. Warga yakin bahwa aktivitas tambang itu ilegal," katanya menegaskan.
Berdasarkan kajian ruang tersebut, Walhi Sulsel mendesak agar Direskrimsus Polda Sulsel untuk menyegel lokasi tambang di Desa Salipolo dan menyelidiki dugaan tindak pidana tata ruang yang terjadi.
"Kami minta pihak Polda Sulsel turun ke lapangan dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana tata ruang terkait dengan aktivitas tambang di Desa Salipolo," harapnya.
Sebelumnya, organisasi masyarakat desa dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) Salipolo Kabupaten Pinrang memprotes kehadiran aktivitas tambang galian C dikelola PT Alam Sumber Rezeki (ASR) di bantaran Sungai Saddang telah merusak lingkungan setempat.
Koordinator APR Salipolo Apriadi menduga penambangan sejak 2017 itu ilegal. Hal itu dibuktikan dengan tidak lengkapnya dokumen perizinan yang dimiliki oleh PT ARS di Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang.
Namun, setelah mendapatkan penolakan keras dari warga setempat yang bermukim di sekitaran Sungai Saddang, pihak penambang malah berusaha untuk memindahkan penambangannya ke Desa Salipolo, Kecamatan Cempa.
Berdasarkan hasil temuan APR Salipolo, wilayah Konseso lahan tambang seluas 182 hektare di Desa Salipolo. Padahal, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa tidak termasuk kawasan yang diperuntukkan sebagai zona tambang.
Dari luasan lokasi tambang dan ketidaksesuaian ruang, kata dia, kerusakan lingkungan dan penghilangan wilayah kelola rakyat akan makin masif. Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Salipolo terus melakukan penolakan.
Anggota DPRD Provinsi Sulsel dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Azhar Arsyad menanggapi protes warga Pinrang atas keberadaan tambang galian C yang mengelola pasir di bantaran Sungai Saddang.
"Kerusakan lingkungan itu menjadi tanggung jawab kita bersama dan yang merusak lingkungan menjadi musuh kita bersama pula. Saya mendukung aksi mereka," kata Ketua Fraksi PKB DPRD Sulsel ini.
"Dugaan tersebut setelah tim Walhi Sulsel melakukan kajian ruang dan kunjungan lokasi setempat," kata staf advokasi Walhi Sulsel Aswan Sulfitra melalui siaran persnya diterima, Senin.
Kegiatan tambang yang dilakukan penambang pasir di bantaran Sungai Saddang tidak sesuai dengan lokasi peruntukannya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Kabupanten Pinrang, Kecamatan Cempa, Desa Salipolo, bukan wilayah peruntukan tambang.
"Setelah kami membaca Perda Tata Ruang Pinrang dan melakukan kunjungan ke Desa Salipolo, kegiatan tambang tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan yang berlaku," katanya.
Menurut Aswan, penolakan yang selama ini dilakukan warga Salipolo sangat beralasan sebab desa mereka bukan wilayah tambang sebagaimana diatur dalam Perda RTRW Kabupaten Pinrang. Bahkan, penambang tidak pernah meminta persetujuan dari warga setempat.
"Silakan pihak kepolisian atau Gakkum KLHK mempelajari Perda RTRW Kabupaten Pinrang. Warga yakin bahwa aktivitas tambang itu ilegal," katanya menegaskan.
Berdasarkan kajian ruang tersebut, Walhi Sulsel mendesak agar Direskrimsus Polda Sulsel untuk menyegel lokasi tambang di Desa Salipolo dan menyelidiki dugaan tindak pidana tata ruang yang terjadi.
"Kami minta pihak Polda Sulsel turun ke lapangan dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana tata ruang terkait dengan aktivitas tambang di Desa Salipolo," harapnya.
Sebelumnya, organisasi masyarakat desa dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) Salipolo Kabupaten Pinrang memprotes kehadiran aktivitas tambang galian C dikelola PT Alam Sumber Rezeki (ASR) di bantaran Sungai Saddang telah merusak lingkungan setempat.
Koordinator APR Salipolo Apriadi menduga penambangan sejak 2017 itu ilegal. Hal itu dibuktikan dengan tidak lengkapnya dokumen perizinan yang dimiliki oleh PT ARS di Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang.
Namun, setelah mendapatkan penolakan keras dari warga setempat yang bermukim di sekitaran Sungai Saddang, pihak penambang malah berusaha untuk memindahkan penambangannya ke Desa Salipolo, Kecamatan Cempa.
Berdasarkan hasil temuan APR Salipolo, wilayah Konseso lahan tambang seluas 182 hektare di Desa Salipolo. Padahal, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa tidak termasuk kawasan yang diperuntukkan sebagai zona tambang.
Dari luasan lokasi tambang dan ketidaksesuaian ruang, kata dia, kerusakan lingkungan dan penghilangan wilayah kelola rakyat akan makin masif. Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Salipolo terus melakukan penolakan.
Anggota DPRD Provinsi Sulsel dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Azhar Arsyad menanggapi protes warga Pinrang atas keberadaan tambang galian C yang mengelola pasir di bantaran Sungai Saddang.
"Kerusakan lingkungan itu menjadi tanggung jawab kita bersama dan yang merusak lingkungan menjadi musuh kita bersama pula. Saya mendukung aksi mereka," kata Ketua Fraksi PKB DPRD Sulsel ini.