Makassar (ANTARA) - Berstatus sebagai disabilitas tentu tak ada yang menginginkannya, namun ketika itu sudah menjadi kodrat, keterbatasan itu bukan sebuah alasan untuk berpangku tangan.
Itulah yang menjadi prinsip hidup Fajar Shiddiq yang merupakan pengemudi angkutan online (daring) Grab. Meskipun dengan segala keterbatasan sebagai tunarungu, namun dia memiliki hak untuk mencapai keinginannya.
Tak heran jika sosok Fajar dapat menjadi inspirator dalam memperingati Hari Disabilitas Internasional yang jatuh 3 Desember setiap tahun.
Fajar, pemuda yang ramah senyum ini, tidak pernah mengeluh dengan keterbatasannya. Meskipun tidak bisa mendengar, Fajar tahu dia masih memiliki kemampuan agar hidupnya mandiri.
Oleh karena itu, lelaki berusia 27 tahun asal Bandung itu selalu berusaha bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan membantu perekonomian orang tuanya.
Selaku mitra pengemudi GrabCar, dia selalu memberikan pelayanan terbaik bagi penumpangnya, baik dari sisi ketepatan waktu layanan maupun asesoris mobil yang memberikan informasi, jika ia tunarungu, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dengan penumpangnya.
Sebelum bergabung dengan layanan transportasi daring, Fajar pernah bekerja pada usaha butik selama satu tahun, dengan bertugas memotong kain. Namun karena merasa tidak cocok dan penghasilannya relatif rendah, dia memilih berhenti bekerja di tempat tersebut. Lalu dia berusaha mencari pekerjaan di tempat lain, namun selalu ditolak. Bahkan selama satu tahun dia tidak memiliki pekerjaan, sebelumnya akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai pengemudi angkutan daring.
“Awalnya saya mencari kerja ke mena-mana, tapi selalu ditolak. Saya sempat bingung, nanti akhirnya, saya dapat info dari Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) soal kesempatan kerja di Grab. Mereka kemudian tahu kemampuan menyetir saya sangat baik, sehingga diterima bekerja di tempat itu,” jelasnya.
Setelah mendapat restu orang tua untuk bergabung sebagai mitra Grab dengan tujuan ingin membantu sesama dan mendorong perekonomian keluarga, Fajar pun menggeluti profesinya sebagai pengemudi.
Dia mengungkapkan kesyukurannya karena penyandang disabilitas seperti dirinya diberi kesempatan, sehingga kepercayaan dirinya semakin bertambah.
Setelah bekerja sebagai mitra GrabCar, Fajar mengaku mengalami perubahan, terutama keberanian untuk berkomunikasi.
“Dulu, waktu saya belum kerja di Grab, kadang-kadang saya merasa kurang percaya diri. Kalau bertemu orang juga khawatir salah ngomong, takut salah paham. Tapi, setelah masuk Grab, saya jadi berpikir, tidak apa-apa, meskipun saya tuli, saya tetap harus berani untuk berkomunikasi. Apalagi saya punya tanggung jawab agar pelanggan selamat sampai tujuan, jadi saya harus berani,” tuturnya.
Fajar yang menyadari kemungkinan kesulitan berkomunikasi dengan penumpang, maka dia selalu mengatakan kepada setiap penumpangnya,
“Maaf saya enggak bisa dengar. Jadi, kalau mau komunikasi bisa duduk di depan. Saya juga tempel poster (berisi informasi bahwa saya tuli dan informasi lainnya) di mobil saya, supaya customer paham," ujarnya.
Fajar mengaku tidak pernah mempersoalkan perbedaan kemampuan dirinya dengan mitra lainnya karena sepanjang merasa nyaman dan kebermanfaatan dirinya untuk orang lain adalah hal utama.
Menurut dia, selaku pengemudi mulai pagi hari pukul 05.00 hingga petang mencari penumpang dan mengantarnya sampai tujuan. Hasil jerih payahnya ini dapat menutupi kebutuhan sehari-hari, bisa membantu orang tua, sebagian hasil usahanya ditabung untuk persiapan menikah, dan akan mengembangkan usaha lain.
Salah satu impiannya adalah memiliki usaha yang diberi nama "Kopi Tuli". Usahanya berupa tempat ngopi sekaligus belajar bahasa isyarat yang digunakan para tunarungu, maupun yang normal yang tertarik berkomunikasi dengan para disabilitas.
Cita-citanya untuk merangkul sesamanya ini, diyakini dapat terwujud dengan usaha dan kerja keras di perusahaan transportasi daring yang tidak membeda-bedakan mitranya. Perusahaan yang memberikan kesempatan pada penyandang disabilitas yang sekaligus memberikan ruang eksistensi.