Makassar (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya memberikan sanksi kepada 34 penyelenggara pemilu di Indonesia, dua diantaranya, dari Kota Makassar, masing-masing, Ketua KPU setempat Farid Wajdi dan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Mariso, Handayani Hasan, terkait pelanggaran pilkada serentak 2020.
"Dari 34 teradu dalam tujuh perkara, sanksi yang dijatuhkan terdiri dari, 11 peringatan, dua peringatan keras, dan empat pemberhentian tetap," kata Sekretaris DKPP Bernad Dermawan Sutrisno, melalui salinan amar putusan yang diterima di Makassar, Senin.
Selain amar putusan diatas, terdapat 17 teradu yang mendapatkan pemulihan nama baik atau rehabilitasi karena tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. Sementara Empat penyelenggara KPU bersama anggotanya di Kabupaten Mamberamo Raya, di Provinsi Papua diputuskan diberhentikan tetap.
Sedangkan dua perkara terkait proses tahapan penyelenggaraan Pilkada Wali Kota Makassar, di Provinsi Sulawesi Selatan, tertuang dalam nomor perkara 64-PKE-DKPP/VI/2020, dibacakan Ketua DKPP Prof Muhammad, menjatuhkan sanksi peringatan keras.
Ketua KPU Makassar, Farid Wajdi saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, tidak ingin berkomentar jauh soal sanksi itu. Namun demikian, pihaknya patuh dan taat atas keputusan yang diberikan DKPP untuk dilaksanakan dan tidak akan mengulangi kejadian serupa.
"Soal putusannya sendiri tentu kami tidak boleh komentari karena telah menjadi putusan majelis. Kami sudah anggap tidak boleh dikomentari, karena sudah jadi fakta putusan. Keputusannya di DKPP, saya kan teradu," ujar Farid.
Dengan keputusan itu, ia beserta teradu lainnya, yakni Ketua PPK Mariso, Handayani Hasan siap melaksanakan isi putusan dengan berkomitmen serta koperatif menerima putusan tersebut.
Sebelumnya, perkara dugaan pelanggaran itu atas laporan pengadu, Hasmiati Suratman, calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Bontorannu, Kecamatan Mariso, Kota Makassar pada awal Juli 2020 terkait dugaan pelangggaran tim seleksi karena digugurkan sebagai anggota PPS. Sidang pertama dilaksanakan secara virtual di Jakarta.
Menurut pengadu, dalam perkara ini diadukan Ketua KPU Makassar beserta Ketua PPK Mariso disebabkan tidak netral dan dianggap tidak adil. Handayani menggugurkan pengadu
Hasmiati dalam aduannya mendalilkan bahwa Handayani telah menggugurkannya dalam proses seleksi pemilihan anggota PPS Kelurahan Bontorannu. Hasmiati menganggap alasan pengguguran dirinya tidak relevan dan mengesankan sikap tidak netral dalam proses seleksi tersebut.
Handayani menggugurkan Hasmiati karena ditemukan foto menunjukkan suami Hasmiati terindikasi sebagai tim sukses (Timses) peserta pemilu. Hasmiati, mengemukkan sikap tersebut tidak konsisten, sebab, Handayani malah meloloskan calon anggota PPS lain yakni Sudirman juga terindikasi istrinya diduga menjadi Timses salah satu kandidat Pilkada.
Berita Terkait
Konten Revolusi Pendidikan Makassar melengkapi Program Merdeka Belajar
Kamis, 2 Mei 2024 11:56 Wib
Polrestabes Makassar amankan lima orang saat memperingati Hari Buruh
Kamis, 2 Mei 2024 5:54 Wib
Dinsos minta tim PKH dukung penurunan prevalensi stunting di Makassar
Rabu, 1 Mei 2024 20:37 Wib
Kemenkumham Sulsel monitoring layanan pengaduan di Lapas Makassar
Rabu, 1 Mei 2024 20:35 Wib
Wali Kota Makassar dan Pj Bupati Jeneponto MoU soal pengendalian inflasi
Rabu, 1 Mei 2024 20:02 Wib
Kejati Sulsel ajak santri Ponpres DDI Abrad Makassar jauhi narkoba
Rabu, 1 Mei 2024 19:09 Wib
Unhas dan Universitas Jember jalin kerja sama pendidikan kesehatan
Rabu, 1 Mei 2024 18:52 Wib
Rektor UNM ingin segera bangun kampung halamannya di Sulawesi Barat
Rabu, 1 Mei 2024 17:49 Wib