Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto mengatakan perombakan tingkat kementerian terkait riset teknologi akan mempengaruhi aktivitas riset di Tanah Air.
"Dampak perombakan tingkat kementerian/lembaga ini tentu besar, karena menyangkut aktivitas riset di negeri ini," kata Totok saat dihubungi ANTARA, Jakarta, Jumat.
Totok mengatakan kementerian riset termasuk yang paling "tidak stabil" di Indonesia, terutama sejak reformasi.
"Bukan apa-apa, tupoksi (tugas pokok dan fungsi) lembaga di bidang ini memang sangat erat kaitannya dengan dinamika sains dunia. Apalagi, kita sedang menghadapi tantangan yang sangat berat di masa pandemi. Soal vaksin saja, kita harus bergegas agar menjadi mandiri, swadaya, dan swasembada. Ini yang seharusnya menjadi tugas kementerian/lembaga di bidang riset," ujarnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Jumat menyetujui Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian yang sebelumnya telah dibahas dalam Rapat Konsultasi Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 8 April 2021.
Surat Presiden yang disetujui itu antara lain menyepakati penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi.
Menurut Totok, penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi belum tentu mempermudah terwujudnya negara berbasis pengetahuan dan sains.
"Apakah penataan ini akan lebih mudah mewujudkan negara berbasis pengetahuan dan sains? Belum tentu, karena prasyarat untuk ke sana tidak hanya kelembagaan, tetapi juga kompetensi, sumberdaya, manajemen, kepemimpinan, integritas, dan budaya organisasinya," ujar Totok.
Dalam kaitan itu, keberadaan riset di sektor pendidikan yang masuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan dapat mendorong kegiatan akademik dari pendidikan dasar sampai tinggi memiliki orientasi riset atau budaya berpikir kritis.
Di sisi yang lain, aktivitas riset yang terdepan dan terobosan dapat difasilitasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga yang memadukan semua lembaga riset nasional. Dua ujung tombak inovasi itu penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Selain itu, Totok menuturkan banyak riset juga menunjukkan bahwa kepemimpinan menjadi faktor dominan dalam semua organisasi, termasuk lembaga riset dan inovasi.
"Kalau mau jujur, tidak ada bedanya mau digabung atau dipisah. Kita sering sulit membedakan masalah orang, organisasi, atau kinerjanya. Yang penting adalah kinerjanya bagaimana? Selama ini, dengan anggaran triliunan itu, apa hasilnya? Mudah kok mengukurnya.
Jadi, sebaiknya dengan penataan yang baru ini juga ditetapkan sasaran dan ukuran kinerjanya, agar sumber daya dari rakyat ini tidak mubazir," ujar Totok.
Berita Terkait
Konsultan Asia Tenggara memberi pendampingan bagi riset di Unhas
Jumat, 22 Maret 2024 13:51 Wib
UMI dan Hiroshima University jalin kerja sama riset dan pertukaran mahasiswa
Rabu, 21 Februari 2024 15:21 Wib
LLDikti IX harap profesor UMI Makassar jadi pelopor riset
Rabu, 7 Februari 2024 19:42 Wib
BRIN membuka delapan skema pendanaan riset
Senin, 5 Februari 2024 16:02 Wib
Data Riset Analitikav: Gerindra partai dengan elektabilitas tertinggi
Rabu, 31 Januari 2024 6:22 Wib
Direktorat Intelektual Unhas targetkan 100 proposal lolos Kedaireka 2024
Kamis, 18 Januari 2024 20:24 Wib
20 Tim peneliti Unhas lolos pendanaan riset I-CORE dari Kemendikbudristek
Kamis, 4 Januari 2024 15:04 Wib
Alam Ganjar menampung aspirasi relawan di Makassar soal akses dana riset
Rabu, 6 Desember 2023 17:44 Wib