Polri bahas pelibatan Densus 88 Antiteror usai pelabelan KKB sebagai teroris
Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah membahas pelibatan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dalam menjaga keamanan di Papua menyusul keputusan pemerintah mengkategorikan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai organisasi teroris.
"Ini kan kami rapatkan, saya juga sedang rapat ke KSP sembari menunggu arahan arahan Pak Kapolri bagaimana, terutama pelibatan Densus 88," kata Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Irjen Pol Imam Sugianto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Imam mengatakan setelah ada penetapan KKB sebagai organisasi teroris oleh Menteri Koordinasi Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Densus 88 Antiteror Polri harus ikut membantu dalam operasi keamanan di Papua,
"Artinya kalau sudah ditetapkan gitu, Densus nanti harus kita ikutkan membantu, paling tidak memetakan, segala macam itu," tutur Imam.
Menurut Imam, pelibatan Densus di Papua sama seperti Operasi Satgas Mandago Raya yang ada di Sulawesi Tengah.
Di Papua telah ada Operasi Satgas Nemangkawi yakni operasi penegakan hukum menjaga keamanan Papua dari gangguan KKB.
"Jadi satgas operasi dibentuk, tapi Densus juga menyelenggarakan operasi yang 'link up' dengan satgas kita itu," ujarnya.
Anggota TNI-Polri melaksanakan Operasi Nemangkawi dalam rangka memelihara keamanan Papua dari ganggu KKB.
Dalam kurun waktu tiga pekan terakhir KKB makin intens melakukan aksi kekerasan di wilayah Kabupaten Puncak, Papua.
Anggota KKB menembak dua orang guru, yakni Oktavianus Rayo (42) dan Yonathan Rande (30). Oktavianus ditembak Kamis (8/4), sedangkan Yonathan pada Jumat (9/4). KKB juga membakar rumah guru dan tiga sekolah.
Minggu (11/4) KKB membakar sebuah helikopter yang sedang dalam perbaikan di Bandar Udara Aminggaru, Ilaga.
Kemudian Rabu (14/4), KKB menembak mati tukang ojek di Kampung Eromaga. Sehari berikutnya Kamis (15/4) menembak seorang pelajar.
KKB terus melakukan teror, hingga Minggu (25/4) Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha gugur dalam kontak tembak di Beoga.
Pengejaran terhadap KKB masih terus dilakukan, walaupun Selasa (27/4) seorang anggota Brimob Bhrada Komang gugur, serta dua lainnya mengalami luka tembak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, organisasi atau KKB yang melakukan kekerasan di Papua dikategorikan sebagai teroris.
Mahfud menyampaikan sikap pemerintah itu saat jumpa pers secara daring di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis, terkait peristiwa atau eskalasi tindak kekerasan yang terjadi di Papua dalam beberapa hari terakhir ini.
Kelompok sipil bersenjata di Papua dikategorikan sebagai teroris, kata Mahfud, berdasarkan ketentuan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam UU itu disebutkan, teroris adalah orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Sedangkan, terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
"Ini kan kami rapatkan, saya juga sedang rapat ke KSP sembari menunggu arahan arahan Pak Kapolri bagaimana, terutama pelibatan Densus 88," kata Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Irjen Pol Imam Sugianto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Imam mengatakan setelah ada penetapan KKB sebagai organisasi teroris oleh Menteri Koordinasi Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Densus 88 Antiteror Polri harus ikut membantu dalam operasi keamanan di Papua,
"Artinya kalau sudah ditetapkan gitu, Densus nanti harus kita ikutkan membantu, paling tidak memetakan, segala macam itu," tutur Imam.
Menurut Imam, pelibatan Densus di Papua sama seperti Operasi Satgas Mandago Raya yang ada di Sulawesi Tengah.
Di Papua telah ada Operasi Satgas Nemangkawi yakni operasi penegakan hukum menjaga keamanan Papua dari gangguan KKB.
"Jadi satgas operasi dibentuk, tapi Densus juga menyelenggarakan operasi yang 'link up' dengan satgas kita itu," ujarnya.
Anggota TNI-Polri melaksanakan Operasi Nemangkawi dalam rangka memelihara keamanan Papua dari ganggu KKB.
Dalam kurun waktu tiga pekan terakhir KKB makin intens melakukan aksi kekerasan di wilayah Kabupaten Puncak, Papua.
Anggota KKB menembak dua orang guru, yakni Oktavianus Rayo (42) dan Yonathan Rande (30). Oktavianus ditembak Kamis (8/4), sedangkan Yonathan pada Jumat (9/4). KKB juga membakar rumah guru dan tiga sekolah.
Minggu (11/4) KKB membakar sebuah helikopter yang sedang dalam perbaikan di Bandar Udara Aminggaru, Ilaga.
Kemudian Rabu (14/4), KKB menembak mati tukang ojek di Kampung Eromaga. Sehari berikutnya Kamis (15/4) menembak seorang pelajar.
KKB terus melakukan teror, hingga Minggu (25/4) Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha gugur dalam kontak tembak di Beoga.
Pengejaran terhadap KKB masih terus dilakukan, walaupun Selasa (27/4) seorang anggota Brimob Bhrada Komang gugur, serta dua lainnya mengalami luka tembak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, organisasi atau KKB yang melakukan kekerasan di Papua dikategorikan sebagai teroris.
Mahfud menyampaikan sikap pemerintah itu saat jumpa pers secara daring di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis, terkait peristiwa atau eskalasi tindak kekerasan yang terjadi di Papua dalam beberapa hari terakhir ini.
Kelompok sipil bersenjata di Papua dikategorikan sebagai teroris, kata Mahfud, berdasarkan ketentuan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam UU itu disebutkan, teroris adalah orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Sedangkan, terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.