Makassar (ANTARA News) - Pakar Hukum Pajak Prof Dr M. Djafar Saidi MH menyatakan, banyak pihak rentan melakukan kejahatan pajak sebab kejahatan pajak dapat dilakukan oknum pegawai pajak dan juga wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar pajak.
"Pelaku kejahatan pajak sangat potensial bersumber dari oknum pegawai pajak, sebab pajak ada di tangannya," ujar Prof Djafar Saidi pada Sesi V diskusi buku berkaitan dengan Book Fair Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Dies Natalis ke-55 di Gedung Rektorat Unhas, Jumat. Dan buku yang dibahas adalah "Kejahatan di Bidang Perpajakan".
Menurut dia, wajib pajak kerap melakukan kejahatan pajak, karena tidak menunaikan kewajibannya membayar pajak sesuai peraturan yang ada. Sering juga pajaknya disalahgunakan.
"Siapa pun dapat melakukan pelanggaran jika tidak memenuhi kewajibannya sesuai aturan," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Unhas ini ketika tampil bersama dengan Prof Dr SM Noor, MH (Perang Makassar 1669) dan Maskun, SH, LLM dengan judul buku "Cybercrime".
SM Noor dalam penjelasannya mengemukakan, buku yang ditulisnya merupakan novel sejarah tentang Perang Makassar 1669 yang intinya menyangkut kejatuhan Benteng Somba Opu.
"Awalnya memang Penerbit Gramedia menghendaki judulnya adalah 'Prahara Benteng Somba Opu'," kata SM Noor.
Sedangkan Maskun mengatakan, tindakan kriminal dunia maya dapat dilakukan tidak saja oleh orang luar kampus, tetapi juga di dalam kampus. Bahkan ada mahasiswa Unhas yang cerdas pernah melakukan 'cybercrime' hanya saja masalahnya tidak pernah tuntas. Sebab, belum ada aturan yang mengatur tentang sanksi dan juga bukan sebagai suatu delik aduan. Artinya, kasus itu dapat dituntut jika ada yang melapor atau mengadu.
Menurut Maskun, mereka yang membobol kartu kredit tidak bisa diadili, karena belum ada undang-undangnya. Lagi pula, korbannya sering berada di tempat lain. Sementara undang-undang yang ada tidak cukup memberi ganjaran kepada pelaku dan hanya penuh dengan pasal karet.
"Persoalan utama yang dihadapi adalah perkembangan informasi dan teknologi (IT) berkembang pesat, sementara peraturan undang-undang dan perkembangan di bidang hukum tertatih-tatih mengikuti perkembangan IT," kata Maskun.
Sementara dua penulis buku tampil pada sesi terakhir (VI) yakni Prof Dr Abd.Hakim Yassi, MA (judul buku "Elits and Code Switching" dan Imelda dengan judul buku "Belajar Bahasa Jepang Tanpa Kendala Dasar".
(T.KR-HK/F003)