Komoditi gas berpotensi jadi tulang punggung energi nasional hingga 2050
Jakarta (ANTARA) - Komoditas gas bumi diprediksi masih akan menjadi tulang punggung energi nasional hingga tahun 2050, meski persentase energi baru terbarukan di Indonesia terus meningkat.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan persentase gas bumi tahun 2050 dalam bauran energi nasional diperkirakan mencapai 24 persen, minyak bumi 20 persen, batubara 25 persen, dan energi baru terbarukan 31 persen.
"Meski persentase energi baru terbarukan semakin besar, gas masih akan menjadi tulang punggung energi nasional. Indonesia masih sulit lepas dari gas mengingat sumber daya yang ada cukup besar, selain itu juga berfungsi sebagai pendorong ekonomi," kata Tutuka dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat.
Tutukan menyebutkan total pemanfaatan gas mencapai 5.661,38 billion bristh thermal unit per day (BBTUD) hingga Juni 2021.
Dari jumlah tersebut, gas paling banyak digunakan untuk industri yaitu mencapai 28,22 persen atau sekitar 1.597,44 BBTUD.
Pemanfaatan gas untuk pabrik pupuk, tercatat mencapai 705,03 BBTUD atau 12,45 persen dan sektor kelistrikan sebesar 681,50 BBTUD atau 12,04 persen, serta domestik gas alam cair sebesar 504,51 BBTUD atau 8,91 persen.
"Optimalisasi pemanfaatan gas untuk dalam negeri supaya industri domestik tumbuh, kelistrikan terpenuhi, baru kemudian diekspor," jelas Tutuka.
Pemerintah telah menetapkan Kepmen ESDM Nomor 134 Tahun 2021 mengenai Kepmen Nomor 118 dan 135 Tahun 2021 untuk mendukung kegiatan industri dan kelistrikan.
Dalam aturan tersebut, harga gas untuk industri dan kelistrikan ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Selain itu, pemerintah juga mengembangkan infrastruktur gas bumi dengan target penyambungan jaringan pipa transmisi gas di Jawa dan Sumatera, serta penyediaan gas di wilayah-wilayah sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Upaya yang dilakukan berupa pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang sepanjang 260 kilometer, pipa gas Dumai-Sei Mangkei sepanjang 360 kilometer dan membangun mini regas dan FSRU/FSU dan FRU.
Proyek pipa gas Cirebon-Semarang akan dibangun pada 2022 yang dimulai dari Semarang ke Batang, lalu lanjut ke Cirebon.
"Kalau itu nyambung dengan pipa dari Sumatera, maka akan tersambung pipa dari Sumatera hingga Jawa Timur dan itu bisa mengurangi kekurangan gas. Misalnya, kalau gas Sumatera kurang, kita bisa kirim dari Jawa Timur, demikian pula sebaliknya," jelas Tutuka.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gas di wilayah timur Indonesia dilakukan dengan mini regas gas alam cair. Di wilayah ini, gas akan digunakan sebagai pengganti diesel untuk kelistrikan.
Gas bumi juga dimanfaatkan untuk masyarakat dalam bentuk jaringan gas untuk rumah tangga. Pada 2020, pemerintah telah membangun 535.555 sambungan rumah di 17 provinsi, 54 kabupaten/kota.
Pemerintah berencana menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) mulai dua tahun mendatang untuk meningkatkan jumlah pembangunan sambungan rumah. yang terbangun. Dengan skema ini, diharapkan sebanyak 1 juta sambungan rumah dapat terbangun tiap tahun.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan persentase gas bumi tahun 2050 dalam bauran energi nasional diperkirakan mencapai 24 persen, minyak bumi 20 persen, batubara 25 persen, dan energi baru terbarukan 31 persen.
"Meski persentase energi baru terbarukan semakin besar, gas masih akan menjadi tulang punggung energi nasional. Indonesia masih sulit lepas dari gas mengingat sumber daya yang ada cukup besar, selain itu juga berfungsi sebagai pendorong ekonomi," kata Tutuka dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat.
Tutukan menyebutkan total pemanfaatan gas mencapai 5.661,38 billion bristh thermal unit per day (BBTUD) hingga Juni 2021.
Dari jumlah tersebut, gas paling banyak digunakan untuk industri yaitu mencapai 28,22 persen atau sekitar 1.597,44 BBTUD.
Pemanfaatan gas untuk pabrik pupuk, tercatat mencapai 705,03 BBTUD atau 12,45 persen dan sektor kelistrikan sebesar 681,50 BBTUD atau 12,04 persen, serta domestik gas alam cair sebesar 504,51 BBTUD atau 8,91 persen.
"Optimalisasi pemanfaatan gas untuk dalam negeri supaya industri domestik tumbuh, kelistrikan terpenuhi, baru kemudian diekspor," jelas Tutuka.
Pemerintah telah menetapkan Kepmen ESDM Nomor 134 Tahun 2021 mengenai Kepmen Nomor 118 dan 135 Tahun 2021 untuk mendukung kegiatan industri dan kelistrikan.
Dalam aturan tersebut, harga gas untuk industri dan kelistrikan ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Selain itu, pemerintah juga mengembangkan infrastruktur gas bumi dengan target penyambungan jaringan pipa transmisi gas di Jawa dan Sumatera, serta penyediaan gas di wilayah-wilayah sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Upaya yang dilakukan berupa pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang sepanjang 260 kilometer, pipa gas Dumai-Sei Mangkei sepanjang 360 kilometer dan membangun mini regas dan FSRU/FSU dan FRU.
Proyek pipa gas Cirebon-Semarang akan dibangun pada 2022 yang dimulai dari Semarang ke Batang, lalu lanjut ke Cirebon.
"Kalau itu nyambung dengan pipa dari Sumatera, maka akan tersambung pipa dari Sumatera hingga Jawa Timur dan itu bisa mengurangi kekurangan gas. Misalnya, kalau gas Sumatera kurang, kita bisa kirim dari Jawa Timur, demikian pula sebaliknya," jelas Tutuka.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gas di wilayah timur Indonesia dilakukan dengan mini regas gas alam cair. Di wilayah ini, gas akan digunakan sebagai pengganti diesel untuk kelistrikan.
Gas bumi juga dimanfaatkan untuk masyarakat dalam bentuk jaringan gas untuk rumah tangga. Pada 2020, pemerintah telah membangun 535.555 sambungan rumah di 17 provinsi, 54 kabupaten/kota.
Pemerintah berencana menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) mulai dua tahun mendatang untuk meningkatkan jumlah pembangunan sambungan rumah. yang terbangun. Dengan skema ini, diharapkan sebanyak 1 juta sambungan rumah dapat terbangun tiap tahun.